Friday 21 November 2008

MEMBIARKAN CINTA DIUNGKAPKAN

Dari Jumat 14 November sampai dengan Senin 17 November yang lalu, teman saya dari Kulon Progo, Yogyakarta, bernama Yustinus Haryanto, berkunjung ke Bogor dan sempat dua malam menginap di rumah saya. Yustinus Haryanto adalah seorang guru kelas III Sekolah Dasar Pangudi Luhur Kalireja di daerah Pagerharjo, Samigaluh – Kulon Progo.

Sekolah ini sudah tidak dikelola oleh Yayasan Pangudi Luhur lagi karena jumlah muridnya sangat sedikit. Umat Katolik di Stasi Kalireja – Paroki Boro berusaha mati-matian mempertahankan sekolah ini. Dengan dana pas-pasan, umat dan pengelola sekolah (yang disebut Dewan Penyantun) berusaha membiayai dan mengelola sekolah kecil ini secara mandiri sejak tahun 1990-an yang lalu. Jumlah murid dalam satu kelas rata-rata hanya 8-14 siswa... sangat sedikit dibandingkan dengan sekolah-sekolah lain di daerah itu yang gratis... dan jumlah siswanya mencapai 30-40 orang per kelas. Saya sendiri pernah mengenyam pendidikan sekolah dasar di situ ketika sekolah masih dikelola Yayasan Pangudi Luhur. Jaman saya sekolah dulu, muridnya juga paling banyak hanya 19 orang... Artinya dari dulu hingga sekolah Sekolah Dasar Pangudi Luhur memang memiliki jumlah murid yang tidak banyak. Tapi jangan dikira tidak punya prestasi loh... sampai sekarang kelulusan selalu 100% dan nilai-nilai UAN atau EBTA atau apa namanya selalu menonjol di tingkat kecamatan dan kabupaten.

Kembali ke cerita tentang rekan saya Yustinus Haryanto. Ia lulusan sebuah sekolah tinggi ilmu kependidikan di Madiun (saya lupa namanya). Ia sempat mengajar di beberapa sekolah sampai suatu ketika ia mendapati bahwa kampung halamannya telah ditinggalkan oleh banyak pemuda yang merantau ke luar daerah (seperti saya salah satunya). Yustinus memutuskan untuk pulang kampung dan mengabdi di kampung halaman.

Ia tidak langsung menjadi guru sekolah dan justru yang ia lakukan pada awalnya adalah melibatkan diri dalam bidang pertanian. Ia mengikuti pelatihan pertanian organik selama beberapa bulan di Yayasan Bina Sarana Bakti di Cisarua- Bogor yang dikelola oleh Pater Agatho Elsener. Untuk mempraktekkan pengetahuannya, ia pernah mengelola sebuah lahan pertanian organik di daerah Cicurug Sukabumi. Ia juga aktif memberikan penyuluhan di bidang pertanian organik kepada para petani di daerah Pacitan Jawa Timur dan Kulon Progo. Dua atau tiga tahun yang lalu ia diminta oleh Sekolah Dasar Pangudi Luhur untuk menjadi guru.

Kecintaanya terhadap dunia pertanian akhirnya ia tularkan kepada guru-guru, staff dan murid-muridnya. Dengan dukungan banyak pihak di kampung halaman, Sekolah Dasar Pangudi Luhur Kalireja sekarang memiliki dua proyek besar yang diharapkan akan dapat membantu kelangsungan sekolah dan membantu para orang tua siswa, dan masyarakat di sekitar sekolah dalam meningkatkan taraf pendidikan. Proyek-proyek ini dimulai 1-2 tahun yang lalu dan sekarang masih dan akan terus berjalan.

Proyek pertama adalah Proyek Kambing Etawa. Dengan dukungan banyak pihak, sekolah bisa membeli 25 ekor kambing betina dan 1 pejantan. Kambing-kambing itu dipelihara oleh partner sekolah dengan sistem “gadhon”. Partner sekolah tidak semuanya Katolik. Program ini tidak hanya untuk umat Katolik. Ingat..., di Pagerharjo, umat Katolik adalah minoritas. Sistem “gadhon” yang diterapkan juga cukup unik dan berbeda dari praktek umum. Menurut sistem sekolah, partner atau penyewa akan diberi 1 ekor kambing untuk dipelihara secara “gadhon” (share). Berdasarkan perjanjian tertulis, partner akan memelihara kambing itu hingga beranak 4 kali. Untuk setiap anak kambing yang dilahirkan, 50% harga kambing adalah milik partner dan 50% milik sekolah. Selama waktu pemeliharaan itu, kambing menjadi milik bersama sekolah dan partner. (Di dalam sistem gadhon umum, kambing selamanya milik pemilik awal, bukan milik penyewa). Sesudah 4 kali beranak, kambing dapat diserahkan kembali ke sekolah tetapi karena kambing itu 50% menjadi milik partner, sekolah akan membayar 50% harganya kepada partner. Kalau partner tetap mau memelihara lagi, perjanjian tertulis dibuat lagi. Untuk dapat membiayai sekolah secara sehat, dibutuhkan 200 kambing etawa... kebutuhan yaang sangat besar.

Proyek kedua adalah Proyek Pertanian Organik. Berangkat dari keprihatinan sekolah bahwa pertanian sudah mulai ditinggalkan oleh anak-anak dan kaum muda, sekolah ingin mengakrabkan para muridnya dengan dunia pertanian yang secara realita ada di sekelilingnya. Kini, dengan bantuan para donatur dan Gereja, sekolah dapat memiliki lahan pertanian sendiri. Untuk tahap awal, sekolah membeli lahan 1000 meter sebagai tempat latihan bagi para siswa, para orang tua, komite sekolah dan masyarakat umum. Untuk tahap selanjutnya, sekolah akan memperluas lahan sehingga proyek ini dapat berproduksi dan memberi manfaat bagi sekolah, para murid, para orang tua dan masyarakat sekitar.

Kembali ke cerita tentang rekan saya Yustinus Haryanto. Sejak Selasa 11 November lalu ia membawa satu orang rekan dari Kalireja yang ia persiapkan untuk menangani pertanian organik di sekolah. Yustinus dan rekannya mengikuti pelatihan selama 4 hari di Cisarua. Kedua orang itu bukan orang baru di bidang pertanian organik; jadi empat hari tidak terlalu singkat. Yustinus berharap bahwa rekannya nanti dapat menjadi pengelola kebun sekolah dan menjadi pendamping pelatihan-pelatihan pertanian organik di sekolah.

Setelah beberapa hari mengikuti pelatihan, Yustinus pergi mengunjungi teman-temannya di Bogor sedangkan temannya langsung pulang ke Kulon Progo. Yustinus juga mengunjungi beberapa orang yang pernah bekerja sama dengan dia di bidang pertanian organik di Sukabumi dan Bogor. Hari Senin, 17 November yang lalu saya antar Yustinus ke agen bus di Warung Jambu Bogor, Pukul 14.10 ia berangkat pulang dengan bus Sumber Alam AC.

Terus terang, saya kagum pada rekan saya Yustinus. Ia orang yang low-profile. Bisa dibilang ia pelit bicara tentang dirinya. Ada banyak gagasan besar di kepalanya dan ia hanya mau mengungkapkannya kepada orang yang ia anggap dapat menangkapnya. Bagi saya, cerita-cerita dan gagasan-gagasannya di bidang pendidikan dan pertanian sungguh dahsyat. Di kampung halaman sekarang, banyak orang mengikuti jejaknya: menanam bibit-bibit tanaman sayuran dan buah-buahan serta bibit tanaman keras. Apa yang ia lakukan sepertinya selalu menjadi inspirasi bagi banyak orang. Dulu ketika ia masih mahasiswa dan sebelum terjun di bidang pertanian, ia adalah juga seorang penulis aktif. Tulisan-tulisannya dulu biasa muncul di beberapa buletin sosial yang terbit di Surabaya, misalnya majalah bulanan BUSOS. Ia memang punya bakat menulis. Kalau kirim surat pada saya, biasanya ia menghabiskan sekitar 4 halaman, itu pun banyak kata sudah ia singkat.

Di bawah ini adalah cerita dari Yustinus yang dia kirimkan lewat 2 buah SMS hari Rabu, 19 November yang lalu. Ia bercerita tentang saat ia tiba di kampung dan bagaimana murid-murid menyambut guru mereka yang telah absen mengajar selama 7 hari. Tentu saja SMS ini sudah saya tulis ulang karena SMSnya penuh dengan singkatan.

“Ada cerita ungkapan cinta anak kepada guru, bukan pertama karena aku guru mereka, melainkan bagaimana anak punya cara sendiri mengungkapkan cinta dan hormat itu bagi yang mereka hormati...

Bermula saat aku pulang, ngojek dari Plono ke rumah. Aku berpapasan dengan seorang muridku. Sampai di rumah aku beres-beres bawaan, mandi dan siap-siap pergi ke sekolah. Ternyata ada 4 anak yang menjemput aku. Mereka bilang sedang membuat kejutan untukku di kelas. Aku berangkat bersama mereka sambil bercerita banyak hal. Saat dekat sekolah, dua anak berlari mendahului aku. Tak lama kemudian datang seluruh isi kelas untuk menjemput aku, menyalami aku dengan riang. Saat aku mau masuk kelas, aku dilarang mereka karena kejutannya belum selesai. Akun tunggu di kantor.

Aku dijaga sampai ada yang memberi tahu bahwa semua sudah selesai. Saat dekat kelas, aku diminta untuk tutup mata. Aku ikuti. Apa yang terjadi? Begitu sampai di kelas aku dilempari potongan-potongan kertas kecil banyak sekali. Papan tulis digambari dan ditulisi ucapan selamat datang. Di meja guru ada banyak kertas selebar buku tulis berisi gambar dan tulisan-tulisan selamat datang. Hari yang menyenangkan!!! Satu potong kertas karya satu anak. Bentuk tulisan dan hiasan yang menyenangkan. Ternyata sebelum mereka melakukan itu semua, mereka telah minta ijin dulu ke guru yang ada untuk membuat acara itu. Ini luar biasa.

Daripada mengajari cinta, ternyata lebih mudah membiarkan cinta diungkapkan.”
(SMS Rabu, 19 November 2008 pk. 6.43)
(PS: Kalau ada warga Santher yang berkeinginan membantu sekolah ini baik secara financial maupun material, silakan menghubungi mereka lewat email sdpl_kalireja@yahoo.com )
Thomas A. Sutadi

Wednesday 19 November 2008

TANDA WEWENANG USKUP

oleh: P. William P. Saunders*

Seorang teman non-Katolik menemani saya menghadiri upacara pentahbisan. Ia bertanya mengapa uskup mengenakan apa yang ia kenakan - topi khusus dan tongkat; saya juga tidak mengerti. Mohon penjelasan
~ seorang pembaca di Falls Church

Uskup mengenakan tanda wewenang khusus yang merupakan ciri khas jabatan Uskup, kepenuhan Sakramen Imamat, yaitu: salib dada, cincin uskup, mitra, tongkat uskup dan, khusus uskup agung, pallium.

Tanda wewenang umum yang menyatakan jabatan uskup adalah salib dada dan cincin uskup. Salib dada (= pektoral, dari “crux pectoralis”) dikenakan oleh Bapa Suci, para kardinal, para uskup dan para abbas (= pemimpin biara pria). Salib dada digantungkan pada seuntai kalung (atau tali) dan dikenakan di dada, dekat jantung. Di masa-masa silam, dalam salib dada terdapat sepotong reliqui dari Salib Asli, atau reliqui seorang kudus. Walau tidak dalam semua salib dada pada masa sekarang didapati reliqui, namun tradisi terus berlanjut. Yang menarik, pada tahun 1889, Tahta Suci menganjurkan agar salib dada dari seorang uskup yang telah wafat, yang di dalamnya terdapat reliqui dari Salib Asli, hendaknya diwariskan kepada penerusnya. Ketika mengenakan salib dada, seturut tradisi uskup mengatakan, “Munire me digneris,” mohon pada Tuhan kekuatan serta perlindungan terhadap segala yang jahat dan terhadap segala musuh, dan agar Sengsara dan Salib-Nya senantiasa tertanam dalam benaknya.

Para uskup juga mengenakan cincin uskup. Di masa lampau, diadakan pembedaan antara cincin kepausan (yang bertahtakan batu permata, menurut tradisi batu amethyst berwarna ungu / lembayung) dan cincin uskup (yang di atasnya terukir lambang keuskupannya atau gambar lain). Cincin uskup, seperti ikatan perkawinan, melambangkan bahwa uskup “dikawinkan” dengan keuskupannya. Juga, cincin uskup akan dipergunakan, setidak-tidaknya di masa lampau, untuk membuat cap meterai uskup di atas lilin panas pada dokumen-dokumen resmi. Lagipula, dalam tradisi Katolik, menghormati atau “mencium” cincin uskup, sebagai ungkapan rasa hormat atas kuasanya, dipandang pantas; yang menarik, indulgensi sebagian diberikan bagi mereka yang melakukannya.

Tanda wewenang lainnya - mitra, tongkat uskup dan pallium - dipergunakan dalam upacara-upacara liturgi. Mitra adalah “hiasan kepala”. Kata `mitra' berasal dari bahasa Yunani `mitra' yang artinya serban atau mahkota. Dalam Perjanjian Lama, para imam besar dan imam lainnya mengenakan busana khas termasuk mitra: “Dibuat merekalah kemeja dari lenan halus, buatan tukang tenun, untuk Harun dan anak-anaknya, serban dari lenan halus, destar yang indah dari lenan halus, celana lenan dari lenan halus yang dipintal benangnya, dan ikat pinggang dari lenan halus yang dipintal benangnya, kain ungu tua, kain ungu muda dan kain kirmizi, dari tenunan yang berwarna-warna--seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa. Dibuat merekalah patam, jamang yang kudus dari emas murni, dan pada jamang itu dituliskan tulisan, diukirkan seperti meterai: Kudus bagi TUHAN. Dipasang merekalah pada patam itu tali ungu tua untuk mengikatkan patam itu pada serbannya, di sebelah atas--seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa,” (Kel 39:27-31; bdk. Im 8:7-9).

Sulit dikatakan kapan tepatnya Gereja mengambil mitra sebagai bagian busana uskup. Suatu tradisi mengatakan bahwa penggunaan mitra berasal dari jaman para rasul; tradisi lainnya mengatakan bahwa penggunaannya yang pertama kali adalah sekitar abad keenam atau kesembilan. Tentu saja, para seniman merasa bebas untuk melukiskan para rasul dan para santo yang juga seorang uskup dari masa silam dengan mengenakan mitra. Tulisan pertama mengenai mitra ditemukan dalam sebuah bulla yang diterbitkan oleh Paus Leo IX pada tahun 1049, ketika ia menganugerahkan kepada Uskup Eberhard dari Trier “Mitra Romawi” sebagai lambang kuasa dan primatnya atas Keuskupan Trier. Pada tahun 1100, para uskup pada umumnya mengenakan mitra.

Dalam Ritus Latin, awalnya mitra adalah ikat kepala dengan tudung, dan lama-kelamaan muncul seperti bentuknya yang sekarang, yaitu segitiga dengan ujungnya yang lancip di atas, dengan dua infulae (dua pita tergantung di belakang). Sebagian beranggapan bahwa pita ini berasal dari pita peluh yang biasa dikenakan seorang atlit Yunani, yang dibalutkan sekeliling kepala dan diikatkan di belakang kepala dalam suatu simpul dan kedua ujungnya tergantung ke bawah. Karena atlit pemenang dimahkotai dengan mahkota kemenangan, keseluruhan hiasan kepala itu segera dipandang sebagai lambang kemenangan. Mitra mendapat arti simbolik serupa yang berasal dari analogi St Paulus, “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran …” (2 Tim 4:7-8). Tentu saja, uskup memang wajib memimpin kawanannya dalam pertandingan keselamatan untuk mencapai garis akhir kemenangan di surga.

Selama berabad-abad, mitra diperpanjang atau diperindah sesuai jamannya. Sebagai contoh, selama masa dekoratif (baroque period, sekitar abad 17-18), mitra dibuat tinggi dan dihiasi batu permata. [Di samping mitra, ada juga Soli Deo, yaitu topi kecil ungu yang lazim dikenakan uskup.] Dalam Ritus Timur, para uskup mereka mengenakan mitra yang seperti topi bundar berhias dengan salib di atasnya.

Tongkat uskup (baculis pastoralis) melambangkan peran uskup sebagai Gembala Yang Baik. Kata yang diterjemahkan sebagai “baik”, dalam teks bahasa Yunaninya yang asli adalah `kalos', yang juga berarti `teladan'. Yesus Kristus adalah gembala teladan bagi para rasul dan para penerus mereka, yakni para uskup, yang ditunjuk sebagai para gembala. Seorang uskup, sama seperti gembala yang baik, haruslah memimpin kawanan umat beriman sepanjang jalan keselamatan, membimbing serta melindungi mereka seperti yang dibutuhkan. Sebab itu, tongkat gembala merupakan simbol yang paling tepat bagi jabatan uskup. St Isidorus menjelaskan bahwa seorang uskup yang baru ditahbiskan menerima tongkat uskup “agar ia dapat memimpin serta membimbing mereka yang dipercayakan kepadanya atau agar memberikan dukungan kepada yang terlemah dari antara yang lemah.” Sejak jaman Paus Paulus VI, tongkat Bapa Suci memiliki salib di atasnya, melambangkan jabatannya yang istimewa, bukan saja sebagai Uskup Roma, melainkan juga sebagai Vicar Kristus yang telah diserahi kepercayaan untuk memimpin Gereja universal.

Yang terakhir, Bapa Suci, para Uskup Agung Metropolit dan Patriark Yerusalem juga mengenakan pallium. (Uskup Agung Metropolit adalah uskup yang sesungguhnya memimpin suatu keuskupan agung dan mengepalai suatu propinsi gerejawi.) Pallium adalah kain putih yang terbuat dari bulu domba, dihiasi dengan enam salib hitam, dikenakan sekeliling leher seperti kolar, di atas kasula, dengan dua bagian yang tergantung: satu tergantung di depan dan satu tergantung di belakang. Pada awal kekristenan, pallium panjangnya sekitar 12 kaki dan dikenakan untuk menghangatkan badan. Umat Kristiani mengambil bentuk ini dan menganggapnya sebagai lambang iman kepada Kristus. Penggunaan pallium mengalami perkembangan seiring perkembangan jaman. Pada abad ketiga, pallium dikenakan baik oleh kaum awam maupun kaum klerus; pada abad keempat, dikenakan oleh paus dan akhirnya hanya beliau seorang yang mengenakannya secara eksklusif; pada abad kelima, pallium dikenakan oleh paus dan para klerus penting yang menerimanya sebagai hadiah dari paus; pada abad kesembilan, pallium dikenakan secara eksklusif oleh paus, para uskup agung metropolit dan uskup-uskup tertentu sebagai tanda kehormatan; dan sesuai dekrit tahun 1978, pallium dikenakan oleh para uskup agung metropolit dan Patriark Yerusalem, juga paus.

* Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls.
sumber : “Straight Answers: The Bishop's Regalia” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2003 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com

Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”

Monday 17 November 2008

TUGAS KOOR SANTHER & EXULTATE DI KATEDRAL

Minggu 16 November 2008. Untuk kali pertama Koor Santher mendapat tugas di Katedral BMV Bogor. Karena sebenarnya merupakan tugas Exultate, tugas ini dijalankan bersama oleh Koor Santher and Koor Exultate. Jadilah sebuah koor gabungan: koor lingkungan dan koor umum.

Lagu-lagu diambil dari usulan lagu-lagu untuk Misa Minggu Biasa ke-33 Tahun A. Karena konfirmasi tugas agak mendadak, Koor Santher hanya sempat berlatih 2 kali, yaitu Minggu 9 November pk. 19.00-21.00 di rumah Bapak F. Napitupulu dan Sabtu 15 November 2008 pk. 19.00-21.00 bersama Exultate di Katedral.

Pada saat latihan bersama di Katedral, gema suara koor gabungan ini sudah terasa “greng... jreng...”, volumenya cukup kuat dan penguasaan lagu cukup baik. Bagi anggota Exultate, yang sudah terbiasa bertugas di Katedral, tugas ini akan berlangsung seperti biasa. Namun bagi Santher, apalagi bagi beberapa rekan yang belum pernah duduk di bangku koor, tugas ini tentu sangat mengesan.

Akhirnya... saat-saat yang dinanti pun tiba. Minggu 16 November 2008 pk. 11.00. Persiapan di bangku koor agak tertunda karena petugas koor anak-anak dari Panti Asuhan Sindanglaya yang bertugas mengiringi misa pukul 9 bersama Mgr Leopoldo Girelli belum mau beranjak dari bangku koor. Misa dipersembahkan oleh RD Ignas Besembun. Secara keseluruhan tugas koor gabungan Santher dan Exultate berjalan baik. Hanya saja ada gangguan ketika menyanyikan lagu Kemuliaan... Sheila sang organis agak gugup di interlude bagian terakhir sehingga kita harus menunggu sebentar. Untuk menyanyikan bait pengantar Injil, kita masih meminta Mas Raymund dari Exultate. Suaranya seperti suara malaikat... sangat bagus... pas dengan lagu Alleluya yang dinyanyikannya.

Pokoknya secara umum tugas kita berlangsung lancar meskipun beberapa rekan tidak dapat ikut hadir karena tugas-tugas kantor atau karena hal-hal lain. Tetapi Bu Ratna Hadi yang duduk di bangku umat terlihat terpesona oleh lengkingan suara-suara sopran Bu Maxi, Bu Erly, Bu Lily dan Mbak Vina. Suara Alto yang terdiri dari Ibu Dani, Ibu Ajeng dan Ibu Ligaya juga terdengar harmonis. Suara Tenor yang dimotori Pak Eddy Bambang, Pak Doni, dan Pak Jack dan suara Bass yang diawaki oleh Pak Hadi, Pak Ichwan, Pak Edo dan Pak Napit dan didukung penuh teman-teman Exultate terdengar menggelegar... dhuar...dhuar...dhuar... Pak Situmorang yang sedang sakit, Pak Nobo, Pak Totok, Bu Enny, Bu Ispranta, Bu Ida dan Bu Monik yang sedang menjalankan tugas-tugas luar masing-masing pasti akan kesengsem mendengar cerita-cerita dari Bu Ligaya dan kawan-kawan.

Kasak-kusuk kabar burung... ada rekan-rekan kita di Santher yang tertarik bergabung dengan Exultate... atau setidak-tidaknya berkunjung waktu Exultate berlatih. Wah kalau ini terjadi, tentu akan menjadi berkat buat Exultate. Selain itu, juga akan menjadi berkat buat rekan-rekan Santher karena kita bisa berlatih dengan koor lain yang sudah eksis lebih lama.

Well, tugas berikutnya menunggu: Minggu, 30 November 2008 di Gereja St Ignatius Semplak. Sedang dipikirkan untuk meminta bantuan rekan-rekan Exultate agar tugas juga berjalan lancar dan semarak. Selain itu, persiapan-persiapan untuk festival juga harus makin intensif.

Proficiat.

MENGIKUTI MISA PENUTUPAN SIDANG KWI



Kamis, 13 November yang lalu, saya dan istri mengikuti misa penutupan Sidang KWI yang berlangsung di Katedral BMV. Kebetulan saya mendapat tugas dirigen bersama Pak T. Marhadi dan Koor Paroki. Sekitar 34 uskup ditambah beberapa Administrator Keuskupan atau Vikjen, serta Duta Besar Tahta Suci dan dua stafnya merayakan ekaristi agung ini. Konselebran utama adalah Ketua Presidium KWI Mgr D. Situmorang OFMCap. Para waligereja berada di panti imam, di belakang altar. Di bangku umat barisan depan tampak puluhan imam dari Keuskupan Bogor dan beberapa dari keuskupan lainnya. Gereja tampak penuh... di luar gereja ada hujan dan guntur ... mereka ikut berpartisipasi...

Suasana misa terasa agung dan semarak sejak prosesi dilakukan dari halaman depan Katedral. Perarakan para uskup diiringi lagu “Tuhan, Engkau Kuhormati” (PS. 670). Suasana terasa sakral... beberapa orang sempat meneteskan air mata menyaksikan peristiwa yang jarang terjadi di Katedral ini.
Dalam kotbahnya, Mgr D. Situmorang OFMCap menekankan soal mengikuti Kristus... Kita bisa belajar dari tokoh-tokoh Alkitab: Paulus, Filemon, Onisemus, dll. dan terutama dari Yesus. Koor menyanyikan lagu-lagu yang sudah dikenal oleh umat seperti Misa Kita IV, “Kami Unjukkan, Kami Sembahkan”, “Ave Verum” dan lain-lain. Semua lagu itu sesuai dengan permintaan Komisi Liturgi KWI sekitar 1 bulan sebelumnya. Sesudah berkat penutup, para uskup diperkenalkan di depan umat... lalu diadakan foto bersama.

Sesudah itu diadakan makan malam bersama di Gedung Paroki. Umat dan para waligereja berbaur menjadi satu menyantap hidangan yang telah disiapkan. Saya sempat bertemu dan berbincang-bincang dengan Ibu Ari Sekundiatmi, yang seperti biasa tampak bersemangat dan ceria dan selalu menyemangati orang lain. Saya juga bertemu dengan banyak imam, suster, bruder, dan saudara-saudara seiman lainnya. Para uskup dan duta besar Vatikan juga tampak akrab dengan umat dan mereka tidak berkeberatan untuk diambil gambarnya.

Bagi saya, misa penutupan sidang KWI itu bukan saja sebuah perayaan ekaristi rutin tetapi juga sebuah peristiwa iman. Saya bisa melihat dan bertemu dengan para gembala dan wali gereja di Indonesia. Semoga para uskup dan waligereja dianugerahi rahmat-rahmat yang mereka butuhkan untuk melayani Gereja.
(Gambar di atas adalah gambar Maxi dengan Duta Besar Tahta Suci untuk Indonesia Mgr. Leopoldo Girelli)

(Thomas A. Sutadi)

Thursday 13 November 2008

DOA UNTUK SAUDARA-SAUDARA KITA

Kita berdoa bagi kesembuhan Bapak Parulian Situmorang, Ketua Lingkungan Santa Theresia. Pada saat posting ini dibuat, kita baru saja mendengar bahwa beliau dirawat di RS Karya Bakti. Semoga beliau lekas sembuh dan segera pulih seperti sedia kala sehingga dapat bekerja dan melayani keluarga, lingkungan dan masyarakat.

Kita juga berdoa bagi jiwa Bapak Matius Harto yang beberapa hari yang lalu dipanggil Tuhan. Requiescat in pace. Semoga jiwanya beristirahat dalam kedamaian abadi. Semoga keluarganya, Ibu Yosephine dan para putra-putri, menantu maupun cucu-cucunya, diberi kekuatan dan hiburan dalam saat-saat yang sulit seperti ini.

PROFIL PAROKI KATEDRAL BMV BOGOR

(Diambil dan diedit dari www.keuskupanbogor.com)

Nama Pelindung Paroki Katedral adalah Santa Perawan Maria. Buku Paroki ditulis sejak tahun 1889. Sebelum itu, segala arsip dan data ada di Katedral Jakarta. Alamat Paroki Katedral adalah Jalan Kapten Muslihat Nomor 22 Bogor 16122 Telepon (0251) 8321188 Fax. (0251) 8370211. Pastor Paroki sekarang (2008) adalah RD. Benjamin Sudarto; beliau dibantu oleh RD. D.S. Tukiyo, RD Frans Mulyadi, RD Alfons Sebatu, RD. Monang Damanik.


Jadwal Perayaan Ekaristi
Paroki "Santa Perawan Maria" (Katedral)
Harian : Pukul 06.00 WIB
Misa Jumat I : Pukul 06.00; Pukul 08.00 (Sekolah); Pukul 11.00 (Sekolah); Pukul 17.00 Sabtu : Pukul 17.00 WIB
Minggu : Pukul 05.30 ; Pukul 07.00 ; Pukul 09.00 ; Pukul 11.00; Pukul 17.00; Pukul 19.00.


Latar Belakang Sejarah
Awal sejarah berdirinya Gereja Katedral Bogor tidak bisa kita lepaskan dari peranan dua tokoh perintis umat kota Bogor, yaitu Mgr. AC. Claessens, Pr dan Pastor MYD Claessens, Pr.

Pada tahun 1881 Mgr. AC. Claessens membeli sebuah rumah dengan pekarangan yang cukup luas (sekarang meliputi kompleks Gereja, Pastoran, Seminari, Sekolah, dan Bruderan Budi Mulia). Semula tempat itu digunakan sebagai tempat peristirahatan dan Misa Kudus para tamu dari Jakarta. Namun, dengan dimilikinya rumah tersebut, juga menjadi awal umat Katolik memisahkan diri dari penggunaan Gereja Simultan/ekumene sebelumnya. Pada tahun itu pula pastor MYD. Claessen mulai menetap di Bogor.

Pada tahun 1886 MYD. Claessen memulai karya pastoralnya untuk mendirikan Panti Asuhan untuk anak-anak. Saat itu bangunan rumah Panti Asuhan tersebut baru bisa menampung 6 orang anak. Usaha pastoral itu kemudian di kembangkan hingga menjadi yayasan Vincentius pada tahun 1887, sehingga pada tahun 1888 mendapat pengakuan dari Pemerintah Hindia Belanda.
Pada tahun 1889 Pemerintah Hindia Belanda secara resmi mengakui dan menyatakan bahwa Bogor menjadi Stasi misi tetap Batavia. Tahun 1896 (setahun setelah Mgr. AC. Claessen meninggal), MYD. Claessens mulai membangun sebuah gedung Gereja yang megah di atas tanah yang didiaminya. Gereja itu yang hingga sekarang kita kenal dengan Gereja Katedral.

Pada tahun 1907 Pastor MYD. Claessens kembali ke Nederland setelah selama 30 tahun beliau berkarya di Bogor Jawa Barat, 27 tahun kemudian, tepatnya tahun 1934, beliau dipanggil oleh yang Maha Kuasa dalam usia 82 tahun. Semenjak kepergian Pastor Claessens, Stasi misi tetap Bogor ditangani oleh Pastor Antonius Petrus Fransiskus van Velsen, SJ. Tetapi pada tahun 1924 Pastor Antonius Van Velsen diangkat menjadi Vikaris Apostolik Batavia, sehingga Bogor yang saat itu sudah menjadi Paroki diserahkan kepada Pastor OFM Conventual.

Pada bulan Nopember tahun 1957 Paroki Bogor dipisahkan dari Vikariat Apostolik Batavia dan digabungkan dengan Prefektur Apostolik Sukabumi. Pada tahun 1961 Prefektur Apostolik Sukabumi ditingkatkan statusnya menjadi Keuskupan dengan nama Keuskupan Bogor. Gereja Paroki Bogorlah yang dijadikan sebagai Gereja Katedral Keuskupan Bogor. Dengan demikian, Paroki Bogor namanya berubah menjadi Paroki Katedral Bogor.


Pengembangan Umat
Jika kita amati perkembangan sejarah Paroki Katedral di atas, maka pada awal berdirinya Paroki Katedral mayoritas umatnya berkebangsaan Belanda. Namun jika kita lihat sekarang, maka umat Paroki Katedral terdiri dari berbagai suku seperti: Suku Tionghoa, Jawa, Batak, Flores dan lain-lainnya.

Menurut data permandian (sekarang sudah memasuki buku XX) jumlah perkembangan umat dari tahun ketahun menunjukan suatu peningkatan. Perkembangan drastis terjadi antara tahun 1960 sampai tahun 1975-an. Misalnya saja, sampai bulan Januari 1962 jumlah baptisan tercatat 387 orang dan awal tahun 1965 sudah tercatat 976 baptisan, demikian pula pengembangan tahun-tahun berikutnya.

Menurut data statistik Desember 1997, jumlah umat Paroki Katedral mencapai 11.907 umat, dan bulan Desember 1998 jumlahnya sudah mencapai 12.300 umat. Tahun 2008 ini jumlah umat ada sekitar 16.000. Perkiraan perkembangan umat tahun demi tahun tersebut diatas agaknya sudah diprediksikan oleh para Pastor yang bertugas di Katedral, sehingga mereka juga dapat membina umat, menyiapkan tanah atau lokasi yang memungkinkan untuk mendirikan gereja-gereja Stasi dari Paroki Katedral.

Kapel pertama adalah Kapel St. Yohanes Rasul Ciampea yang mulai dibangun tahun 1974. Bangunan Kapel tersebut sangat sederhana dengan perlengkapan yang sederhana pula. Kapel tersebut direnovasi oleh swadaya umat pada bulan Maret 1991, yang kemudian pada tanggal 1 Maret 1992 diresmikan oleh Mgr. Ign. Harsono, Pr. Kapel yang direnovasi ini kemudian juga dilengkapi dengan segala fasilitas pengembangan iman. Hal tersebut bukan saja untuk umat setempat, tetapi juga untuk mengantisipasi perkembangan umat dari daerah Ciomas, Cigudeg sampai daerah sekitar Leuwiliang, bahkan Jasinga.

Kapel kedua adalah Kapel Ekumenis di Semplak. Kapel ini berdiri diatas usaha Peter G.W.J. Ruijs, OFM. Pada tahun 1976 yang berusaha mencari bantuan dari sebuah yayasan Sosial Negeri Belanda. Selain mendapat bantuan dari yayasan tersebut, Kapel bersama antara umat Protestan dan Katolik ini dibangun di komleks AURI atas sumbangan dari komandan AURI dan swadaya umat. Kini kapel berkapasitas 350 orang itu digunakan sebagai kegiatan umat Gereja Protestan di lingkungan TNI AU.

Sementara itu umat Katolik Wilayah St Petrus Semplak pada tahun 2006-2007 telah berhasil membangun gedung gereja Katolik sendiri dengan bantuan para donatur dan dukungan penuh dari Komandan Pangkalan Atang Sanjaya pada waktu itu, yaitu Marsekal Pertama Ignatius Basuki. Gereja ini sekarang bernama Gereja St Ignatius Loyola, terletak sekitar 700 meter dari gereja lama dan masih dalam lingkungan/kompleks TNI AU.

Kapel ketiga adalah Kapel Pondok Rumput. Kapel ini didirikan pada tahun 1978 atas swadaya umat, para donatur serta bantuan Paroki. Kapel ini semula di gunakan sebagai wadah kegiatan dan perayaan iman umat di daerah sekitar jalan baru hingga Cilebut - Bojong Gede. Tetapi karena letaknya yang kurang strategis mengingat dari segi transportasi kurang menguntungkan, maka umat di sekitar jalan Baru sampai Bojong Gede Cilebut lebih memilih Katedral. Namun demikian, Kapel yang berkapasitas 200 orang ini sudah cukup padat di penuhi umat setempat.

Kapel keempat adalah gedung serba guna Kedung Badak Baru, yang didirikan pada tahun 1987. Kapel ini juga digunakan sebagai sarana kegiatan iman umat wilayah jalan Baru mengingat Kedung Badak Baru adalah cikal bakal umat wilayah jalan Baru. Tetapi mengingat tempatnya juga dirasakan kurang strategis, maka penggunaannya hanya untuk umat setempat, meski juga tidak menutup kemungkinan di gunakan oleh lingkungan lain. Yang lebih mengherankan adalah warga setempat justru mayoritas non- Katolik.

Satu Kapel yang hingga kini belum mungkin di bangun adalah diatas sebidang tanah yang berlokasi di wilayah Ciomas. Sebetulnya baik umat maupun dana sudah siap untuk membangun Kapel tersebut, namun kendala yang hingga kini dihadapi adalah belum juga selesainya surat ijin membangun (IMB) yang sempat terhenti di pemerintah daerah setempat.

Sebagai antisipasi perkembangan umat di wilayah jalan Baru hingga Parung, kini Paroki Katedral telah menyiapkan dan membeli sebidang tanah seluas 4000 meter persegi di Kahuripan dan 3000 meter persegi di Taman Jasmin. Demikian pula untuk pengembangan umat kearah Cilebut - Bojong Gede hingga dengan perbatasan Cibinong serta Depok, Paroki Katedral sudah menyiapkan tanah seluas 3000 meter persegi di Bojong Gede. Kita berdoa agar harapan mulia itu senantiasa di beri jalan terang dari yang Maha Kuasa.


Organisasi-Organisasi
Sebagai wujud pelayanan gerejani Paroki Katedral memiliki segudang organisasi yang berkiprah di Paroki ini. Diantaranya: Wanita Katolik (WK), Santa Monica, Mudika, Kompak (Komunikasi Antar Pelajar Paroki Katedral), Legio Marie, Warga Upadaya, Kemaki (Kelompok Mahasiswa Katolik IPB), PMKRI, Bina Iman Anak (Sekolah Minggu), Persekutuan Doa Karismatik Katolik, KKMK, Kelompok Doa Iman Maria (Senakel), Pemuda Katolik, KSR (Kelompok Seni Remaja), SSP (Seksi Sosial Paroki), SSV (Serikat Santa Vincentius), Paguyuban Usahawan dan Profesional Katolik BKSG (Badan Kerjasama Antar Gereja)

GEMBALA PAROKI
Puluhan Gembala Paroki Para Pastor yang ikut berkarya di Paroki Katedral Bogor, baik yang menetap maupun yang tidak menetap, diantaranya adalah:
1. Mgr. AC. Claessens, Pr.
2. MYD. Claessens, Pr.
3. AP. Fransiskus van Velsen, SJ
4. Theodoor Alex van Angelbeek
5. W. Snyderx
6. RDB. Schmeitz
7. Krose
8. MS. Visser
9. A. Voltherius de Mon
10. ES. Snypen
11. H. Th. Landers, OFM
12. PA. Leumissen, OFM.
13. J. de Ridder, OFM
14. J. von Vhiet, OFM
15. A. Koorstens, OFM.
16. S. Horna, SJ.
17. Van der Hoogen, OFM.
18. J. Van der Veldt.
19. HT. Looymans OFM Conv.
20. L. Jennissen
21. J. Van Rykke Vossel
22. H. Stenberg
23. ES. Loypen
24. IVD. Leo, SJ.
25. J. Engbers
26. Th. Marteners, SJ.
27. A. Bevers, MSC.
28. H. Geurgen, MSC.
29. JJ. Boevernaas, MA.
30. A. Fisscher, SJ.
31. J. de Long, SJ.
32. Hugo Memuberg,SJ.(1936)
33. C.Verhar, SJ (1937)
34. Cor Dumans (1937)
35. Th. Lenders, OFM Cinv. (1938)
36. LD. Berg, OFM Conv. (1938)
37. H. Van Vliet, OFM Conv (1938)
38. D. De Ridder, OFM Conv. (1939)
39. CM. Lucas, SJ (1940)
40. B. Schneider (1940)
41. AAS. Cremers, OFM (1943)
42. B. Soemarno, SJ. (1943)
43. Col. Postma, OFM (1944)
44. Joh. Moningka, Pr. (1944)
45. C. Remmen, OFM (1946)
46. J. Bosman (1947)
47. H. Th. Leenders, OFM Conv (1959)
48. PA. Leuvisse, OFM Conv. (1959)
49. PF. Adi Kourtins, OFM. Conv. (1959)
50. Mgr. N. Geise, OFM (1959)
51. J. PDM. De Ridder OFM Conv. (1959)
52. CS. Tjipto Kusumo, Pr. (1959)
53. AG. Jacobs, OFM (1961)
54. J. Perpezak, OFM. (1961)
55. V. Kunrath, OFM (1962)
56. AJ. Schnijder, OFM. (1962)
57. W. Kohler, OFM. (1962)
58. BJ. Perpezak, OFM. (1962)
59. Selma Oey (1963)
60. Gr. V.d. Voort, OFM. (1963)
61. AS. Wiriosuwarno, OFM. (1963)
62. RJ. Koenen, OFM. (1963)
63. A. Wahjabawono, Pr. (1964)
64. ML. Schoots, MSF (1964)
65. H. Van Genuchten, OFM (1964)
66. Th. Koopman, OFM ( 1965)
67. Fulco Vugts, OFM (1966)
68. CJ. Van den Berg, OFM (1966)
69. J. Wybrands, OFM (1967)
70. GWJ. Ruijs, OFM (1968)
71. EY. Ryper, OFM (1970)
72. R. Broto Wiratmo, Pr. (1974)
73. Ign. Harsono, Pr. (1974)
74. Felix Teguh Suwarno, Pr. (1975)
75. J. Pruim, OFM. (1977)
76. Victor Solekase, Pr. (1978)
77. Frans Lory, Pr. (1982)
78. Tarsisius Suyoto, Pr. (1983)
79. Yuseph Hardjono, Pr. (1985)
80. Stefanus Akut, Pr. (1986)
81. Y. Demmers, OFM. (1986)
82. Paulus Haruno, Pr. (1987)
83. Christoporus Lamen Sani, Pr. (1989)
84. Ign. Heru Wihardono, Pr. (1989) - Pastor Paroki
85. Y. Driyanto, Pr. (1991)
86. B. Sudarto, Pr. (1993)
87. YM. Ridwan Amo, Pr. (1992)
88. Mgr. M.C. Angkur, OFM. (1994)
89. Agustinus Surianto, Pr. (1994)
90. F.X. Suyana, Pr. (1996)
91. A. Adi Indiantono, Pr. (1996)
92. Yohanes Suradi, Pr. (1997)
93. Y. Dwi Karyadi
94. Markus Santosa

95. Pramudianto
96. Nikasius Jatmika
97. RHY. Sudarto
98. D.S. Tukiyo
99. Alfons Sebatu
100. Frans Mulyadi
101. Monang
Damanik

Komunitas dalam Paroki
Para Pastor yang terlibat dalam pelayanan pastoral di Katedral saat ini menetap di 3 komunitas pastoran, yaitu Komunitas Pastoran Katedral, Komunitas Seminari Stella Maris, dan Komunitas Wisma Keuskupan Bogor.
Tugas-tugas pelayanan yang sedemikian banyak, tentu saja tak dapat dilayani hanya oleh para gembala. Mereka yang turut membantu pelayanan antara lain: - Para Bruder Budi Mulia (sekolah, poliklinik, dan pastoral) - Para Suster Tarekat FMM (sekolah, kapel, dan pastoral) - Para Suster Tarekat RGS (sekolah SMKK dan pastoral) - Para Suster Rosa Mistika dan ALMA (poliklinik dan seminari) - Para Pro Diakon - Para pamong wilayah/stasi/lingkungan/ rukun dan para pengurus organisasi/ lembaga.

ALAMAT-ALAMAT KAPEL
Kapel Christoforus Ciampea Jalan Pasar Ciampea Nomor 18 Ciampea, Bogor 16620
Telepon : d.a. Poliklinik Melania (0251) 8621641 Jadwal Ekaristi : Minggu : Pukul 17.30

Kapel Santo Ignatius, Wilayah St Petrus - Semplak Komplek AURI Semplak Jalan Raya Semplak Atang Sanjaya Jadwal Ekaristi : Jumat I : Pukul 17.00; Sabtu: pukul 17.00; Minggu: pk. 9.00

Kapel Susteran FMM (Regina Pacis) Jalan Ir.H. Juanda Nomor 2 Bogor 16121 Telepon: (0251) 8321619 Jadwal Ekaristi: Harian: Pukul 06.00 Jumat I : Pukul 17.00; Tiap tanggal 13 dalam bulan Pukul 17.00

Kapel Susteran Gembala Baik Jalan Pajajaran Nomor 6 Bogor 16143 Telepon: (0251) 8321270) Jadwal Ekaristi : Harian : 06.00 ; Jumat Pertama : Pukul 17.00 ; Tiap Tanggal 13 dalam bulan: Pukul 17.00

Kapel Pondok Rumput Gg. Gurame Jadwal Ekaristi : Jumat I : Pukul 18.00 ; Minggu: pukul 7.00

Wednesday 12 November 2008

FESTIVAL PADUAN SUARA LINGKUNGAN SUDAH DEKAT

Menurut rencana, Festival Paduan Suara Lingkungan se-Paroki Katedral bmv Bogor akan digelar pada hari Sabtu, 6 Desember 2008 di Katedral BMV. Koor Santher juga sudah memutuskan untuk ikut serta dalam festival tersebut.

Dalam pertemuan teknis pertama sebelumnya, Koor Santher mendapat jatah untuk menampilkan/menyanyikan lagu wajib berjudul AGNUS DEI (Misa de Angelis). Sejak awal November ini lagu tersebut sudah dilatihkan. Sambil berlatih untuk tugas-tugas lain, Koor Santher juga sudah mempersiapkan lagu pilihan NUBUAT NABI untuk ditampilkan dalam festival tersebut.

Latihan setiap Minggu malam masih menarik perhatian rekan-rekan anggota Koor Santher. Meskipun festival itu bukan lomba dan tidak penting apakah menang atau kalah, Koor Santher tetap berusaha tampil baik. Kita berharap bahwa meskipun ada banyak tugas di lingkungan, wilayah dan paroki, persiapan festival ini dapat berjalan baik.

Ada yang lebih heboh... Ibu Ratna Hadi, Ibu Maxi, Ibu Enny dan Ibu Ligaya mendiskusikan seragam buat Koor Santher. Bukan hanya diskusi... kita sekarang sedang membuat seragam... Terima kasih kepada Ibu Ratna Hadi dan Bapak Hadi Karyono yang memiliki inisiatif dahsyat untuk "nalangi" biaya pembuatan seragam koor Santher. Kita berharap Koor Santher yang telah eksis sejak 2003 ini akan berkembang baik...

Bravo Santher...

(Thomas)

Tuesday 4 November 2008

USULAN TOPIK-TOPIK POSTING

Ini usulan saya tentang topik-topik yang dapat kita munculkan dalam blok kita. Kita usahakan supaya semua artikel dapat ditulis dengan bahasa sederhana sehingga meskipun topiknya terkesan "nggegirisi" atau "frightening".. artikelnya tetap dapat dipahami dan tidak kehilangan bobot. Dan yang penting... berguna bagi warga Santher. Misalnya tulisan tentang MISA DI RUMAH WARGA: siapa yang menghubungi Imam, berapa stipendiumnya, siapa yang harus dihubungi di Paroki, dll.
Ada usul dan saran? Silakan Anda kirim ke santher.admin@gmail.com atau langsung diposting dalam kolom komentar di bawah. Hatur nuhun.

CONTENTS:
Artikel-artikel yang pernah muncul di milis
(dari Pak Wisnu, Pak Herry Djoko, Pak Situmorang, Pak Totok, dll.)
Laporan/berita kegiatan Santher
Bahan-bahan AAP
Riwayat Hidup Santa Theresia Pelindung Lingkungan
Pemberkatan Rumah dengan/tanpa Perayaan Ekaristi
Misa untuk Ujud Keluarga
Mempersiapkan Baptisan Bayi
Mempersiapkan Baptisan Dewasa
Mempersiapkan Komuni 1
Mempersiapkan Krisma
Putra Altar
Muda-Mudi Katolik (Mudika)
Bina Iman Anak (BIA)
Mempersiapkan Sakramen Pengurapan Orang Sakit
Mengirim Komuni bagi Orang Sakit atau Lanjut Usia
Masuk Seminari?
Masuk Biara?
Mengurus Perkawinan Katolik
Mengurus Upacara Kematian
Pendidikan Katolik
Umat Basis: Menjadi Terang dan Garam
Keterlibatan dalam Politik
Menciptakan Lapangan Pekerjaan
Perceraian?
Tanya Jawab Iman Katolik (Katekismus)
Liturgi Puncak dan Sumber Kehidupan

ADAKAH YANG MENDOAKAN KITA?

(Tulisan dahsyat ini dikirim oleh Bapak Ign. Herry Djoko dalam maillist Santher@yahoogroups beberapa waktu yang lalu. Kami tampilkan di blog ini dalam rangka memperingati arwah semua orang beriman yang peringatannya jatuh tanggal 2 November 2008 yang lalu. Terima kasih kepada Bapak Ign. Herry Djoko atas kebaikan Bapak)

Seorang pengusaha sukses jatuh di kamar mandi dan akhirnya terkena stroke. Sudah 7 malam dirawat di RS di ruang ICU. Di saat orang-orang terlelap dalam mimpi malam, dalam dunia roh seorang malaikat menghampiri si pengusaha yang terbaring tak berdaya.
Malaikat memulai pembicaraan, “Kalau dalam waktu 24 jam ada 50 orang berdoa buat kesembuhanmu, maka kau akan hidup. Dan sebaliknya jika dalam 24 jam jumlah yang aku tetapkan belum terpenuhi, itu artinya kau akan meninggal dunia!”
"Kalau hanya mencari 50 orang, itu mah gampang .. . ' kata si pengusaha ini dengan yakinnya. Setelah itu Malaikat pun pergi dan berjanji akan datang 1 jam sebelum batas waktu yang sudah disepakati.
Tepat pukul 23:00, Malaikat kembali mengunjunginya; dengan antusiasnya si pengusaha bertanya, 'Apakah besok pagi aku sudah pulih? Pastilah banyak yang berdoa buat aku, jumlah karyawan yang aku punya lebih dari 2000 orang, jadi kalau hanya mencari 50 orang yang berdoa pasti bukan persoalan yang sulit'.
Dengan lembut si Malaikat berkata, 'Anakku, aku sudah berkeliling mencari suara hati yang berdoa buatmu tapi sampai saat ini baru 3 orang yang berdoa buatmu, sementara waktumu tinggal 60 menit lagi. Rasanya mustahil kalau dalam waktu dekat ini ada 50 orang yang berdoa buat kesembuhanmu' .
Tanpa menunggu reaksi dari si pengusaha, si malaikat menunjukkan layar besar berupa TV siapa 3 orang yang berdoa buat ksembuhannya. Di layar itu terlihat wajah duka dari sang istri, di sebelahnya ada 2 orang anak kecil, putra-putrinya yang berdoa dengan khusuk dan tampak ada tetesan air mata di pipi mereka'. Kata Malaikat, 'Aku akan memberitahukanmu, kenapa Tuhan rindu memberikanmu kesempatan kedua? Itu karena doa istrimu yang tidak putus-putus berharap akan kesembuhanmu.'
Kembali terlihat dimana si istri sedang berdoa jam 2:00 subuh, ' Tuhan, aku tahu kalau selama hidupnya suamiku bukanlah suami atau ayah yang baik! Aku tahu dia sudah mengkhianati pernikahan kami, aku tahu dia tidak jujur dalam bisnisnya, dan kalaupun dia memberikan sumbangan, itu hanya untuk popularitas saja untuk menutupi perbuatannya yang tidak benar di hadapan-Mu. Tapi Tuhan, tolong pandang anak-anak yang telah Engkau titipkan pada kami, mereka masih membutuhkan seorang ayah. Hamba tidak mampu membesarkan mereka seorang diri.' Dan setelah itu istrinya berhenti berkata-kata tapi air matanya semakin deras mengalir di pipinya yang kelihatan tirus karena kurang istirahat'.
Melihat peristiwa itu, tanpa terasa, air mata mengalir di pipi pengusaha ini. Timbul penyesalan bahwa selama ini bahwa dia bukanlah suami yang baik. Dan ayah yang menjadi contoh bagi anak-anaknya. Malam ini dia baru menyadari betapa besar cinta istri dan anak-anak padanya.
Waktu terus bergulir, waktu yang dia miliki hanya 10 menit lagi, melihat waktu yang makin sempit semakin menangislah si pengusaha ini, penyesalan yang luar biasa. Tapi waktunya sudah terlambat ! Tidak mungkin dalam waktu 10 menit ada yang berdoa 47 orang ! Dengan setengah bergumam dia bertanya, 'Apakah di antara karyawanku, kerabatku, teman bisnisku, teman organisasiku tidak ada yang berdoa buatku?'
Jawab si Malaikat, ' Ada beberapa yang berdoa buatmu. Tapi mereka tidak tulus. Bahkan ada yang mensyukuri penyakit yang kau derita saat ini. Itu semua karena selama ini kamu arogan, egois dan bukanlah atasan yang baik. Bahkan kau tega memecat karyawan yang tidak bersalah'.
Si pengusaha tertunduk lemah, dan pasrah kalau malam ini adalah malam yang terakhir buat dia. Tapi dia minta waktu sesaat untuk melihat anak dan si istri yang setia menjaganya sepanjang malam. Air matanya tambah deras, ketika melihat anaknya yang sulung tertidur di kursi rumah sakit dan si istri yang kelihatan lelah juga tertidur di kursi sambil memangku si bungsu.
Ketika waktu menunjukkan pukul 24:00, tiba-tiba si Malaikat berkata, 'Anakku, Tuhan melihat air matamu dan penyesalanmu !! Kau tidak jadi meninggal,karena ada 47 orang yang berdoa buatmu tepat jam 24:00'. Dengan terheran-heran dan tidak percaya, si pengusaha bertanya siapakah yang 47 orang itu.
Sambil tersenyum si Malaikat menunjukkan suatu tempat yang pernah dia kunjungi bulan lalu. ”Bukankah itu Panti Asuhan ?” kata si pengusaha pelan. 'Benar anakku, kau pernah memberi bantuan bagi mereka beberapa bulan yang lalu, walau aku tahu tujuanmu saat itu hanya untuk mencari popularitas saja dan untuk menarik perhatian pemerintah dan investor luar negeri. '
'Tadi pagi, salah seorang anak panti asuhan tersebut membaca di koran kalau seorang pengusaha terkena stroke dan sudah 7 hari di ICU. Setelah melihat gambar di koran dan yakin kalau pria yang sedang koma adalah kamu, pria yang pernah menolong mereka dan akhirnya anak-anak panti asuhan sepakat berdoa buat kesembuhanmu. '
Doa sangat besar kuasanya. Tak jarang kita malas. Tidak punya waktu. Tidak terbeban untuk berdoa bagi orang lain. Ketika kita mengingat seorang sahabat lama/keluarga, kita pikir itu hanya kebetulan saja padahal seharusnya kita berdoa bagi dia. Mungkin saja pada saat kita mengingatnya dia dalam keadaan butuh dukungan doa dari orang-orang yang mengasihi dia. Disaat kita berdoa bagi orang lain, kita akan mendapatkan kekuatan baru dan kita bisa melihat kemuliaan Tuhan dari peristiwa yang terjadi. Hindarilah perbuatan menyakiti orang lain...

Sebaliknya perbanyaklah berdoa buat orang lain..

Terima kasih
Karena pahlawan sejati, bukan dilihat dari kekuatan phisiknya,tapi dari kekuatan hatinya. Katakan ini dengan pelan, 'Ya TUHAN saya mencintai-MU dan membutuhkan- MU, datang dan terangilah hati kami sekarang...! !!'. Amin.

Sunday 2 November 2008

HALLO SANTHER

Yang terkasih saudara-saudariku warga Santa Theresia,

Blog LINGKUNGAN SANTA THERESIA BOGOR RAYA PERMAI ini kita hadirkan sebagai sarana komunikasi di antara kita. Blog ini bukan blog atau website resmi lingkungan kita karena belum memperoleh izin dari ketua lingkungan maupun vikaris jendral lingkungan. Meskipun demikian, kita berharap bahwa blog ini akan berguna bagi kita semua. Siapa pun boleh berpartisipasi dengan mengirimkan artikel melalui email ke santher.admin@gmail.com atau dengan menuliskan komentar di akhir setiap posting. Semoga blog ini berguna bagi semua warga Santa Theresia BRP.

Salam dan berkat Tuhan.

DAFTAR LAGU TUGAS KOOR SANTHER NOVEMBER 2008

MINGGU 16 NOVEMBER 2008 Pk. 11.00 di Katedral BMV
Minggu Biasa XXXIII/A
(Tugas bersama Koor EXULTATE Paroki Katedral BMV)
Kita mengenakan pakaian batik-bebas)

1. Pembuka: PS. 721 Tuhan Yesus, Juru 'Slamat
2. Kyrie: PS. 353 Tuhan, Kasihanilah Kami (Misa kita IV)
3. Gloria: PS. 354 Kemuliaan (Misa Kita IV)
4. Mazmur Tanggapan: PS. 841 Berbahagialah
5. Bait Pengantar Injil :PS. 955 Alleluya
6. Persembahan : PS. 382B Ambillah, Tuhan
7. Sanctus: PS. 393 Kudus (Misa Kita IV)
8. Anamnesis: TPE
9. Pater noster; TPE
10. Pemecahan Roti: PS. 414 Anakdomba Allah (Misa Kita IV)
11. Komuni 1: PS. 430 Tuhan Yesus, Kau Hadir Kini (Arr.MB 1151)
12. Komuni 2: PS. 434 Santapan Peziarah
13. Madah Syukur: PS. 650 Siapa Yang Berpegang
14. Penutup: PS. 720 Datanglah, ya Yesus


MINGGU ADVEN I / TAHUN B
Minggu, 30 November 2008 Pk. 9.00

di Gereja St Ignatius - Semplak

1. Pembuka :PS. 437 Kiranya Langit Terbelah
2. Kyrie: PS. 339 Kyrie (gregorian masa adven)
3. Gloria: (tidak dinyanyikan)
4. Mazmur Tanggapan: PS. 865 Tuhan, Dikaulah Penyelematku
5. Bait Pengantar Injil: PS. 951 Alleluya
6. Persembahan: teks Nubuat Nabi
7. Sanctus: PS. 385 Sanctus (gregorian masa adven)
8. Anamnesis: TPE Marilah Menyatakan ( Anamnesis 1B)
9. Pater Noster: TPE Bapa Kami
10. Pemecahan Roti: PS. 406 Agnus Dei (gregorian masa adven)
11. Komuni 1: PS. 438 Hai Langit, Turunkan Embun
12. Komuni 2 :PS. 445 Hai Angkatlah Kepalamu
13. Madah Syukur: PS. 434 Santapan Peziarah
14. Penutup: PS. 720 Datanglah, ya Yesus

KISAH HIDUP SANTA THERESIA LISIEUX


Theresia Martin dilahirkan di kota Alençon, Perancis, pada tanggal 2 Januari 1873. Ayahnya bernama Louis Martin dan ibunya Zelie Guerin. Pasangan tersebut dikarunia sembilan orang anak, tetapi hanya lima yang bertahan hidup hinga dewasa. Kelima bersaudara itu semuanya puteri dan semuanya menjadi biarawati!

Ketika Theresia masih kanak-kanak, ibunya terserang penyakit kanker. Pada masa itu, mereka belum memiliki obat-obatan dan perawatan khusus seperti sekarang. Para dokter mengusahakan yang terbaik untuk menyembuhkannya, tetapi penyakit Nyonya Martin bertambah parah. Ia meninggal dunia ketika Theresia baru berusia empat tahun.
Sepeninggal isterinya, ayah Theresia memutuskan untuk pindah ke kota Lisieux, di mana kerabat mereka tinggal. Di dekat sana ada sebuah biara Karmel di mana para suster berdoa secara khusus untuk kepentingan seluruh dunia.
Ketika Theresia berumur sepuluh tahun, seorang kakaknya, Pauline, masuk biara Karmel di Lisieux. Hal itu amat berat bagi Theresia. Pauline telah menjadi “ibunya yang kedua”, merawatnya dan mengajarinya, serta melakukan semua hal seperti yang dilakukan ibumu untuk kamu. Theresia sangat kehilangan Pauline hingga ia sakit parah. Meskipun sudah satu bulan Theresia sakit, tak satu pun dokter yang dapat menemukan penyakitnya. Ayah Theresia dan keempat saudarinya berdoa memohon bantuan Tuhan. Hingga, suatu hari patung Bunda Maria di kamar Theresia tersenyum padanya dan ia sembuh sama sekali dari penyakitnya!
Suatu ketika, Theresia mendengar berita tentang seorang penjahat yang telah melakukan tiga kali pembunuhan dan sama sekali tidak merasa menyesal. Theresia mulai berdoa dan melakukan silih bagi penjahat itu (seperti menghindari hal-hal yang ia sukai dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang kurang ia sukai). Ia memohon pada Tuhan untuk mengubah hati penjahat itu. Sesaat sebelum kematiannya, penjahat itu meminta salib dan mencium Tubuh Yesus yang tergantung di kayu salib. Theresia sangat bahagia! Ia tahu bahwa penjahat itu telah menyesali dosanya di hadapan Tuhan.

Theresia sangat mencintai Yesus. Ia ingin mempersembahkan seluruh hidupnya bagi-Nya. Ia ingin masuk biara Karmel agar ia dapat menghabiskan seluruh harinya dengan bekerja dan berdoa bagi orang-orang yang belum mengenal dan mengasihi Tuhan. Tetapi masalahnya, ia terlalu muda. Jadi, ia berdoa dan menunggu dan menunggu dan berdoa. Hingga akhirnya, ketika umurnya lima belas tahun, atas ijin khusus dari Paus, ia diijinkan masuk biara Karmelit di Liseux.

Apa yang dilakukan Theresia di biara? Tidak ada yang istimewa. Tetapi, ia mempunyai suatu rahasia: CINTA. Suatu ketika Theresia mengatakan, “Tuhan tidak menginginkan kita untuk melakukan ini atau pun itu, Ia ingin kita mencintai-Nya.” Jadi, Theresia berusaha untuk selalu mencintai. Ia berusaha untuk senantiasa lemah lembut dan sabar, walaupun itu bukan hal yang selalu mudah. Para suster biasa mencuci baju-baju mereka dengan tangan. Seorang suster tanpa sengaja selalu mencipratkan air kotor ke wajah Theresia. Tetapi Theresia tidak pernah menegur atau pun marah kepadanya. Theresia juga menawarkan diri untuk melayani suster tua yang selalu bersungut-sungut dan banyak kali mengeluh karena sakitnya. Theresia berusaha melayani dia seolah-olah ia melayani Yesus. Ia percaya bahwa jika kita mengasihi sesama, kita juga mengasihi Yesus. Mencintai adalah pekerjaan yang membuat Theresia sangat bahagia.

Hanya sembilan tahun lamanya Theresia menjadi biarawati. Ia terserang penyakit tuberculosis (TBC) yang membuatnya sangat menderita. Kala itu belum ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit TBC. Dokter hanya bisa sedikit menolong.
Ketika ajal menjelang, Theresia memandang salib dan berbisik, “O, aku cinta pada-Nya, Tuhanku, aku cinta pada-Mu!” Pada tanggal 30 September 1897, Theresia meninggal dunia ketika usianya masih duapuluh empat tahun. Sebelum wafat, Theresia berjanji untuk tidak menyerah pada rahasianya. Ia berjanji untuk tetap mencintai dan menolong sesama dari surga.
Sebelum meninggal Thresesia mengatakan, “Dari surga aku akan berbuat kebaikan bagi dunia.” Dan ia menepati janjinya! Semua orang dari seluruh dunia yang memohon bantuan St. Theresia untuk mendoakan mereka kepada Tuhan telah memperoleh jawaban atas doa-doa mereka.

SETELAH THERESIA WAFAT
Setelah wafat, Theresia menjadi terkenal karena buku yang ditulisnya “Kisah Suatu Jiwa,” yang diterbitkan satu tahun setelah wafatnya (di Indonesia diterjemahkan dengan judul: ‘Aku Percaya akan Cinta Kasih Allah’). Theresia dikanonisasi pada tahun 1925 oleh Paus Pius X. Ia dikenal dengan sebutan Santa Theresia dari Kanak-kanak Yesus atau Santa Theresia si Bunga Kecil. St. Theresia bersama-sama dengan St. Jeanne d’Arc diberi gelar Pelindung Perancis. Selain itu St. Theresia bersama-sama dengan St. Fransiskus Xaverius diberi gelar Pelindung Misionaris. Baru-baru ini, tanggal 19 Oktober 1997, Theresia juga menjadi wanita ke-3 yang diberi gelar Doktor Gereja. Kalian dapat mohon bantuannya mengenai apa saja. Ia pernah berjanji akan melimpahi kita dengan bunga-bunga mawar dari surga dan memang, sejak kematiannya banyak mukjizat yang terjadi berkat bantuan doanya. Pestanya dirayakan setiap tanggal 1 Oktober.

RAHASIA THERESIA : JALAN KECIL, JALAN KANAK-KANAK ROHANI
Theresia seorang gadis yang sederhana dengan `jalan kecilnya’ yang istimewa. Ia menunjukkan bahwa kekudusan dapat dicapai oleh siapa saja betapa pun rendah, hina dan biasanya orang itu. Caranya ialah dengan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan kecil dan tugas sehari-hari dengan penuh cinta kasih murni kepada Tuhan. Kamu pun dapat menjadi kudus dengan cara-cara sederhana seperti yang dilakukan oleh St. Theresia dengan jalan kecilnya.

diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.