Informasi tentang kegiatan pertemuan, tugas-tugas lingkungan, koor, BIA dan kegiatan lain di Lingkungan Santa Theresia Bogor Raya Permai, sebuah lingkungan Gereja Katolik yang terletak di komplek perumahan Bogor Raya Permai Kota Bogor - Jawa Barat, Indonesia
Monday 14 December 2009
Santher 12-13 Desember 2009
Malam harinya, Sabtu 12 Desember pk 19.00 sebagian umat berkumpul dalam pertemuan AAP di rumah Bapak Ronny-Ibu Monic.
Minggu, 13 Desember 2009, Koor Santher berlatih di rumah Bapak Hermawan Aswindarto (Pak Toto-Ketua Lingkungan). Meskipun Pak Totok dan Bu Eni sekeluarga tidak sedang berada di rumah... mereka sedang mengantar Hera untuk pentas dalam sebuah acara seni di Jakarta, Pak Totok tetap menyediakan rumahnya untuk latihan koor. Dalam latihan ini, koor Santher berlatih lagu-lagu untuk tugas misa Natal 25 Desember 2009 pk. 7.00. Kita berharap agar tugas koor nanti dapat terselenggara dengan baik... kita juga akan dibantu oleh beberapa teman dari koor Exultate dan mungkin juga dari koor/wilayah/lingkungan lain.
Monday 7 December 2009
Misa di Rumah Bapak Hadi Karyono
Memang, lingkungan Santher merasa kehilangan karena ditinggal Pak Hadi, Bu Ratna, Jerry, Alex dan Katrin... Selama bertahun-tahun ini mereka memberi warna khusus bagi umat Santher. Keramahan dan perhatian mereka terhadap sahabat-sahabat di lingkungan sangat terasa... Karena itu, sekalipun mereka berpindah tempat tinggal, hubungan persaudaraan tetap selalu ada. Kita juga ikut merasa senang bahwa keluarga Bapak Hadi Karyono memiliki rumah yang nyaman bagi mereka. Semoga dengan pemberkatan rumah ini, keluarga Pak Hadi semakin sejahtera, rukun dan menjadi teladan bagi keluarga-keluarga yang lain.
Monday 2 November 2009
ADMINISTRATOR KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG
From: Thomas Aquino Sutadi
Subject: SELAMAT BERTUGAS
Selamat pagi, Sahabat... Saya gembira membaca tulisan teman-teman Canisi83 di milis tentang penugasan baru Rm Riana Prapdi sebagai Administrator Diocesan Keuskupan Agung Semarang. Terbayang dalam pikiran saya betapa makin besar tugas dan tanggung jawab Romo saat ini dan di masa-masa yang akan datang. Tetapi saya yakin bahwa penugasan ini bukan saja sudah dipikirkan matang-matang oleh Bapa Suci, tetapi juga sudah disiapkan oleh Tuhan sendiri. Karena itu, saya percaya bahwa Tuhan akan melengkapi apa yang sekiranya masih kurang dalam diri Romo Riana. Selamat bertugas, Monsignor. Doa saya dan keluarga serta teman-temanmu menyertaimu dalam tugas penggembalaan ini. Proficiat. Thomas A. Sutadi Bogor Raya Permai FD 6 No. 35 Kota Bogor 16113 0251-7540754 081380998494 --- Pada Jum, 30/10/09, riana prapdi Judul: Re: SELAMAT BERTUGAS Mas Sutadi, Saya merasa bersyukur memiliki teman-teman seperjalanan yang penuh kasih, perhatian dan doa yang tak kunjung putus. Kita semua sebenarnya adalah 'administrator' di tempat kita masing-masing; karena administrator berasal dari kata ad dan ministrare, yang berarti menuju kepada pelayanan. Kalau boleh saya tambahkan: menuju kepada pelayanan yang semakin baik. Dalam arti ini, maka kita semua adalah pelayan atau administrator di bidang hidup kita masing-masing. Maka layaklah kita berjuang untuk menjadi pelayan-pelayan yang baik, apalagi pelayan masyarakat dalam bidang kerja kita masing-masing. Tuhan memberkati kita semua. Salam dan doa selalu, Rm. Riana |
TUGAS KOOR SANTHER MINGGU 1 NOVEMBER 2009
Koor Santher, dibantu beberapa rekan Exultate seperti Pak Simon, Mas Gago, Mas Mian, Pak Nicho, dokter Ika, dokter Sisca, dan Bu Heri, menyanyikan lagu-lagu khusus untuk perayaan ini. Iringan organ yang dimainkan Sheila membuat tugas berjalan baik dan lancar.
Tugas berikut bagi Santher adalah Sabtu 12 Desember di Gereja St Ignatius Semplak. Selain itu juga akan ada Misa Lingkungan pada Kamis 26 November di rumah Ibu Sri Wawan dan pada Jumat 27 November di kediaman Bapak Hadi Karyono di Bogor Lake Side.
Monday 19 October 2009
KEGIATAN SANTHER MINGGU KEMARIN
Menurut jadwal, doa Rosario Sabtu 17 Oktober diselenggarakan di rumah Ibu Ida Situmorang. Rupa-rupanya karena ada hujan deras dan listrik mati, kegiatan tidak dapat berjalan dengan baik. Hanya Ibu Mega, Ibu Nainggolan, Frans dan Ibu Ida yang dapat berkumpul untuk berdoa rosario lingkungan...
Minggu 18 Oktober 2009 Pk 19.00-21.00 diadakan latihan koor di rumah Bapak Napitupulu. Latihan berlangsung dengan lancar... semua suara terisi. Latihan ini adalah untuk mempersiapkan tugas tanggal 1 November 2009 di Katedral BMV...
Friday 16 October 2009
TAU - Asal Usul dan Tradisi Simbol Fransiskan
TAU - Asal Usul dan Tradisi Simbol Fransiskan
Dua bulan lalu selesai mengikuti Misa Jumat Pertama di Gereja SanMaRe
(Santa Maria Regina) Bintaro saya menyempatkan diri melihat-lihat ke
kios dan toko buku rohani gereja. Diantara benda-benda rohani dan
pajangan buku, secara tidak sengaja mata saya tertumbuk pada buku yang
tersembunyi di belakang buku lainnya dengan gambar sampul logo T
Fransiskan, penasaran saya ambil buku tersebut dari belakang tumpukan
buku lain, benar saja, ternyata buku terbitan Bina Media itu berjudul
"Tau - Asal Usul dan Tradisi Simbol Fransiskan".
Sungguh, saya senang sekali, semenjak membaca "Kristus dari San
Damiano" terbitan Sekafi, baru kali ini saya mendapatkan buku yang
membahas dengan sangat lengkap dimensi Salib Tau sebagai salah satu
simbol Fransiskan, dan tidak sekedar mengambil kutipan Kitab Suci
Perjanjian Lama yang selalu menjadi rujukan Salib Tau ini.
Buku setebal 104 halaman karangan Enrico Sciamanna ini dibagi menjadi
beberapa bab, yaitu:
* Asal usul Tau
* Sukacita yang ditimbulkan Tau
* Tau dalam abjad dan di antara tafsiran-tafsiran
* Pilihan Fransiskus
* St. Antonius dan Tau?
* Ikonografi lainnya pada masa itu
* Tau dan angka nol
* Takdir salib dan pengikut Catharisme
* Sang Santo dan simbol Kitab Suci
* Santo Fransiskus: Ksatria dan juara di zamannya
* Tau dan godaan: Chartula
* Beberapa pertimbangan tentang ikonografi salib
* Pengakuan terhadap Tau
Dan untuk mengetahui sekilas buku ini, ijinkan saya mengutipkan
kalimat di belakang buku yang menggambarkan isi buku menarik ini:
"Tau merupakan tanda keagungan, tempat yang berhubungan erat dengan
Pencipta. Tau didukung penuh oleh tradisi injil kekristenan yang solid
saat lambang tersebut dianut Santo Fransiskus dalam hidup religiusnya.
Santo Fransiskus menerima lambang itu dengan sungguh-sungguh dan
menyeluruh, hingga akhirnya mentransformasikan dalam dirinya melalui
Stigmata di tubuhnya. Dengan Tau ia sering berkontemplasi, menulis,
dan di atas segalanya ia begitu memujanya. Lebih dari semuanya, Tau
adalah lambang devosi kekristenan yang nyata, sebuah komitmen yang
eksistensinya mengikuti Kristus. Ini berarti bahwa Tau mengingatkan
kita pada aksioma kekristenan yang terutama bahwa segala sesuatunya,
hari demi hari semakin banyak kehidupan manusia diselamatkan dan
ditebus oleh cinta Kristus yang disalib, diubah menjadi kehidupan
baru, kehidupan yang menebarkan kasih. Dengan mengenakan Tau, baik
secara kasat mata ataupun dalam hati, orang-orang yang mengimaninya
mengajak kita untuk turut berharap, sehingga mampu menyatakan diri
sebagai pengikut Santo Fransiskus.
Buku karya Enrico Scimanna ini mengkaji hasil-hasil studi dan
terjemahan sebelumnya, lebih sistematis dari buku lainnya, dan
menyelidiki dengan pendekatan-pendekat an baru, berani dan rasional
dalam rangka menjawab beberapa dari berbagai pertanyaan tentang Tau.
Juga menyelidiki tujuan lambang tersebut selama berabad-abad dan
kemunculannya yang signifikan di berbagai tempat. Membuat orang akan
semakin memahami Tau lengkap dengan asal-usul dan tradisinya".
Begitulah, Santo Fransiskus, doakanlah kami.
Bogor, 6 Oktober 2009
--
F.A. Wisnu
Monday 12 October 2009
MENEMBUSI TANDA DAN LAMBANG
Teks MENEMBUSI TANDA DAN LAMBANG ini saya ambilkan dari tembusan email Bapak F.A. Wisnu
<fransiskus.wisnu@gmail.com > di milis santher@yahoogroups. Saya mengajak umat Santa Theresia untuk merenungkan kembali kehadiran Tuhan dalam Ekaristi dan Sakramen Mahakudus... Mari kita berkaca pada sikap dan tindakan Santo Fransiskus Asisi... mungkin kita tidak sehebat orang kudus ini, namun panggilan untuk menjadi dekat dengan Tuhan Yesus yang hadir dalam Sakramen Mahakudus selalu aktual dan harus kita wujudkan... Mari membuka mata dan telinga hati kita.
Thomas A. Sutadi
Beberapa tahun lalu, di salah satu pulau di Maluku ditemukan seorang serdadu Jepang yang masih bertahan hidup di situ sejak Perang DuniaII. Ia hidup di hutan makan dari hasil hutan dan hasil perburuannya. Ia masih menantikan kembalinya komandannya, karena ia belum tahu bahwa Jepang sudah lama menyerah dan perang sudah lama berakhir.
Yang menjadi masalah untuk tentara Indonesia ialah bagaimana membujuk atau memikat orang itu untuk menyerah. Mereka harus berhati-hati karena samurai si Jepang itu tidak pernah lepas dari badannya.
Akhirnya ada akal yang baik, dua tentara Indonesia menghampiri si Jepang itu, sewaktu serdadu Jepang itu kelihatan mulai mencium kehadiran mereka , salah satu dari mereka menyanyikan lagu “Kimigayo” lagu kebangsaan Jepang, dengan sikap hormat sempurna.
Mendengar lagu kebangsaan negaranya dan melihat bendera tanah airnya, si Jepang itu berdiri tegap memberi hormat kemiliteran. Menjelang berakhirnya lagu Kimigayo, sebelum dia sempat meraih samurainya, seorang serdadu Indonesia yang lain dengan sigap mencengkamnya dari
belakang. Akhirnya mereka berhasil menjinakkannya dan kemudian meyakinkan dia bahwa perang sudah selesai dan Jepang sudah kaya raya, karena itu ia boleh kembali ke negerinya dengan tenang.
Yang menarik dari serdadu Jepang itu ialah kepekaannya yang amat tajam terhadap tanda dan lambang. Sudah puluhan tahun ia berhasil bertahan di hutan, karena itu setiap ada bahaya yang mengancam akan tercium olehnya. Akan tetapi, begitu ia mendengar lagu kebangsaan dan melihat bendera negaranya, ia terserap seluruhnya dalam tanda-tanda itu dan lupa akan semua bahaya yang mengancam.
Lagu “Kimigayo” dan bendera “Matahari Terbit” menggugah rasa kebangsaannya, ia langsung teringat pada Nippon, ia “melihat” Hirohito sang Kaisar. Karena itu, tanpa menimbang lagi ia segera memberi hormat dengan sikap sempurna seorang prajurit Nippon. Bagi dia, lagu
kebangsaan dan bendera itu identik dengan Jepang, ia dengan telinga mendengar lagu dan dengan matanya melihat bendera, akan tetapi dengan hatinya, ia menembusi kedua tanda yang kecil dan terbatas itu dan menemukan kenyataan besar yang ditandakannya, yaitu Jepang, Dai
Nippon, yang untuknya ia bersedia mati, dengan harakiri sekalipun.
Menembusi tanda dan lambang, itulah kiranya yang bisa dikatakan mengenai Fransiskus Asisi, juga dalam sikapnya terhadap Sakramen Ekaristi. Melihat “hosti”, benda kecil yang putih dan tipis, serta “anggur” di altar persembahan, Fransiskus bereaksi dan bergetar. Ia bersujud menyembah, bibirnya bergumam : “Kami menyembah Engkau, Tuhan Yesus Kristus”. Matanya memandang kagum, “O Keagungan, O Keluhuran, O Tuhan semesta alam, Allah dan Putra Allah.” Lalu, ia memejamkan mata, menggigit bibirnya menahan rasa haru dan membiarkan arimatanya mengalir dengan sendirinya sampai ke sudut-sudut bibirnya, ia mendesah penuh haru, “O Kedinaan, O Kerendahan, O Kemiskinan, O Kasih. Allah dan Putra Allah menanggalkan segala Keagungan-Nya dan memberikan diri seutuh-utuhnya kepadaku, Ia sudi merendahkan diri untuk mengangkataku, cacing yang hina ini. O Kasih, O Kasih, Kasih...hanya karena
Kasih, demi Kasih, untuk Kasih.”
Dalam tanda lambang yang sederhana itu Fransiskus melihat Kristus yang menghampakan diri mulai dari Bethlehem sampai Kalvari. Ia merasakan getaran kasih Allah yang mencintai sampai sehabis-habisnya, ia menyaksikan Tuhan yang tidak menahan sesuatupun bagi diri-Nya, tetapi
mengorbankan diri habis-habisan untuk keselamatan manusia. Maka, tanda lambang yang sederhana itupun menggerakkan dia untuk bereaksi dan menentukan sikap.
Di altar ada penghampaan diri, maka tidak ada pilihan lain bagiku selain menanggalkan semua harta milik.
Di altar ada perendahan diri, maka tidak ada jalan lain bagiku selain terus menerus menjadi hina dan dina.
Di altar ada perdamaian dan persekutuan, maka tak ada pilihan bagiku selain berusaha menjadi saudara bagi semua mahluk.
Di altar ada kasih, maka tugasku hanyalah menjadi penyalur kasih bagi setiap insan dan mahluk yang tak berhayat sekalipun.
Di altar Ia memberikan diri seutuh-utuhnya bagiku, maka tidak ada jawaban lebih tepat selain bahwa akupun memberikan diriku seutuh-utuhnya bagi Dia dan bagi semua sudara-Nya yang terkecil di sekitarku.
Bagaimana Fransiskus mempu menembusi tanda dan lambang dan langsung menyentuh kenyataan ILAHI yang tak terhingga itu ? Kuncinya hanya satu, yaitu Roh Tuhan.
Tanpa Roh, orang-orang di sekitar Yesus hanya mengenal Dia sebagai “Orang Nazareth Bin Miryam” dan tidak mengenal Dia sebagai Anak Allah.
Tanpa Roh, orang di sekitar altar hanya melihat hosti dan anggur sebagai benda mati dan bukan Allah dan Putra Allah.
Tanpa memiliki Roh, kita tidak dapat dan tidak pantas menyambut, maka nasihatnya adalah, berusahalah untuk memiliki hanya satu, yaitu ROH TUHAN.
(“Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya.” - Luk 11 : 13)
(Kuntum-Kuntum Kecil, Butir-Butir Permenungan Saudara Kelana)
Diposkan oleh Nicolas
Label: Kuntum-kuntum kecil
Sunday 11 October 2009
TUGAS KOOR SANTHER & LATIHAN MINGGU 11 OKTOBER 2009
Saturday 10 October 2009
MISA LINGKUNGAN OKTOBER 2009
Misa dipersembahkan oleh RD DS. Tukiyo. Bacaan KS diambil dari bacaan harian: Maleakhi 3:13-4:2a dan Luk 11: 5-13. Dalam khotbahnya, Romo Rukiyo menekankan pentingnya berdoa dan berusaha. Orang tidak cukup hanya berdoa, tetapi juga harus berusaha... demikian pula orang harus selalu berusaha, tetapi tidak boleh lupa berdoa. Doa dapat berupa ungkapan syukur, pujian dan permohonan... Di samping itu, jika kita menyampaikan permohonan kepada Tuhan, janganlah kita bersikap memperlakukan doa seperti menggunakan ATM atau hal=hal yang serba otomatis... Tuhan lebih tahu mana dan apa yang kita butuhkan demi kebaikan hidup kita.
Sesudah Perayaan Ekaristi, umat berkumpul sejenak sambil makan kue-kue yang disediakan Ibu Ligaya dan Pak Nobo. Sekitar pukul 21.25 umat beserta Rm Tukiyo berpamitan kepada keluarga Pak Nobo.
Thursday 8 October 2009
GEMPA DI PADANG - LAPORAN USKUP PADANG
Thomas A. Sutadi
Evaluasi Keuskupan Padang tentang Akibat Gempa
Padang , 3 Oktober 2009
Car. Mgr. dan Saudara/i terkasih,
Terimakasih atas perhatian dan dukungan dalam aneka bentuk dan cara kepada
korban gempa tgl. 30 September 2009.
Tgl. 2 Oktober 2009 jam 22.00 saya masuk kota dari bandara, terlambat 4.5
jam dari Medan dan langsung keliling sebelum ke rumah untuk mendapat sedikit gambaran keadaan. Padang praktis gelap gulita, kecuali di rumah atau gedung dimana ada genset.
Sesudah melihat dari amat dekat dan berulang-ulang beberapa tempat, dapat
saya sampaikan sbb.:
1. Ada solidaritas dalam kerpihatinan akibat gempa ini, yang menelan korban manusia dan materi yang amat besar. Setiap kali melihat reruntuhan, yang lama dan yang baru, selalu terasa menyesakkan. Banyak dan besar kerusakan. Di banyak tempat nampak alat berat untuk evakuasi korban dan orang perorangan mengurus reruntuhan rumahnya sambil menyelamatkan miliknya.
Banyak posko dari berbagai kelompok, dari kota Padang sendiri dan dari Jakarta dan kota lain. Bekerjasama dengan organisasi dan kelompok masyarakat setempat.
Dapur-dapur umum dan posko-posko nampaknya berkelimpahan bahan makanan dan minuman dasar.
Di sana banyak pasien dari tempat lain karena operasi selama 2 hari dijalankan di sana karena RS M Jamil, RS Pusat Daerah lumpuh. Banyak bantuan medis, baik personel maupun peralatan dan obat-obat-obatan. Dan masih akan datang.
2. Keuskupan bekerja secara organisatoris dan koordinatif melalui Karina/Caritas. Sudah ada rekan-rekan dari berbagai lembaga internasional dan nasional yang bergabung. Penilaian dan pemetaan sedang dikerjakan, mau fokus di bidang apa dan dimana dan bagaimana pembagian kerja di antaranya bersama dengan relawan yang terus datang, yang pasti adalah untuk karya dan pelayanan kemanusiaan lintas batas apa pun. Koordinasi dengan Basarnas dan Satkorlak juga ada.
3. Kondisi beberapa fasilitas di lingkungan Gereja/Keuskupan:
4.2.Pastoran (dua lantai): rusak berat. Bagian belakang jatuh dan runtuh menimpa beberapa kendaraan. Bagian lain di depan dan secretariat serta ruang-ruang bicara diragukan masih akan dapat dipugar.
4.3.Rumah Retret Puri Dharma (3 lantai): seluruh bagian belakang dari atas ke bawah runtuh dan rebah, termasuk dua genset 1 besar dan 1 kecil. Bagian lain yang sebenarnya baru dipugar sesudah gempa dua tahun lalu dikhawatirkan tidak lagi layak pugar, apalagi layak pakai. Keuskupan: bagian depannya hancur, roboh, sehingga kamar seorang Pastor di lantai 2 berantakan, dia harus mengungsi. Dua kamar di depan rusak dan bocor berat, penghuninya harus pindah. Ruang pertemuan dan kapel di gedung Utama juga banyak retak dan plafonnnya terbongkar parah. Pipa-pipa air patah, sehingga harus menimba air.
Banyak atap yang runtuh dan merusak bangunan tengah, ruangan Uskup dan refter. Dapur rusak, sehingga kami makan di gang. Kami masih bertahan di rumah ini, karena segan pindah.
4.4.1. Gedung SMA Don Bosko 4 lantai
4.4.2. TK Mariana
4.4.3. SD Theresia
4.4.4. SD Agnes
4.4.5. STBA Prayoga 3 lantai hancur total dan menjadi terkenal karena 16an orang terjebak di dalam dan sedikita yang dievakuasi selamat sedangkan yang lain sudah meninggal dunia Baru selesai evakuasi tgl, 3 Oktober malam..
4.5.Sekolah-sekolah yang rusak amat parah, sehingga kemungkinan harus dibongkar sama sekali adalah:
4.5.1. SMP Maria
4.5.2. SMP Frater
4.5.3. Bangunan/Gedung tua/induk SMA Don Bosko
4.6.Sudah jelas akan tidak mudah menampung kegiatan belajar mengajar untuk semua siswa di semua tingkat dalam ruangan yang makin terbatas, pagi-sore, dan perubahan tempat dan jadual. Suatu pekerjaan besar dan rumit. Terasa kebutuhan untuk menambah ruangan belajar di luar ruang-ruang yang ada sekarang dengan tenda atau lodge darurat.
5. Wisma Sukma Indah (gereja lama) dua lantai, yang digunakan untuk berbagai kelompok kategorial dan pertemuan-pertemuan baik local, maupun nasional di kalangan gereja, rusak berat, fasadenya praktis hancur dan sebagian dinding. Masih berdiri tetapi tidak akan dapat digunakan lagi.
6. Kapel dan biara Sr. SCMM rusak amat sangat berat. Patahan alur gempa amat dekat dengan kompleks ini juga. Asrama puteri, RB dan BP di kompleks ini juga sudah menghkawatirkan, kecuali rumah kayu Woloan yang nampak masih kokoh.
Asrama perawat 3 lantai yang berada di belakang RS juga praktis habis.
Martinus D. Situmorang, OFM Cap
Uskup Padang
Wednesday 7 October 2009
MISA LINGKUNGAN DAN DOA ROSARIO
Yth. Bp/Ibu/Sdr/Sdri Jemaat Santher,
Berkat Tuhan,
Kita semua diundang dalam Misa Lingkungan yang akan diadakan pada Kamis, 8 Oktober 2009 pkl 19.30 WIB bertempat di kediaman Bp. M. Padmanaba (FA 8/7, sebelah rumah lama).
Dan dalam rangka menyambut Bulan Maria, kita juga diundang dalam doa rosario yang akan dilaksanakan setiap hari Sabtu pukul 19.00 WIB bertempat di:
10 Okt 09, Kel.Bp. Efraim P. Ladjar, FM 1/4
17 Okt 09, Kel. Ibu Ida Situmorang, FD 7/15
24 Okt 09, Kel. Bp. M. Ichwan Setyarno, FE 7/16
31 Okt 09, Kel. Bp. H. Rony Adrianto, FA 5/7
Salam Damai
Sie Liturgi
PERAJAM
Di bawah ini adalah tulisan Gunawan Mohammad yang ditulis di http://www.tempoint eraktif.com/ hg/caping/ /2009/09/ 28/mbm.20090928. CTP131488.
id.html dengan judul: Perajam, pada hari Senin, 28 September 2009
Kutipan ini saya dapatkan dari milis canisi83 yang diposting oleh Rm Andri Atmoko OMI, Provinsial OMI Provinsi Indonesia. Rm Andri sempat menulis: apakah para anggota DPRD di beberapa tempat seperti di Aceh Nangro Darusalam juga membaca tulisan ini? Buat Anda: selamat merenungkan... Tuhan memberkati Bapak Gunawan Mohammad!
(Thomas A. Sutadi)
INI sebuah cerita yang telah lama beredar, sebuah kisah yang termasyhur dalam Injil, yang dimulai di sebuah pagi di pelataran Baitullah, ketika Yesus duduk mengajar.
Orang-orang mendengarkan. Tiba-tiba guru Taurat dan orang Farisi datang.
Mereka membawa seorang perempuan yang langsung mereka paksa berdiri di tengah orang banyak.
Perempuan itu tertangkap basah berzina, kata mereka. ”Hukum Taurat Musa memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian dengan batu,” kata para pemimpin Yahudi itu pula. Mereka tampak mengetahui hukum itu, tapi toh mereka bertanya: ”Apa yang harus kami lakukan?”
Bagi Yohanes, yang mencatat kejadian ini, guru Taurat dan orang Farisi itu memang berniat ”menjebak” Yesus. Mereka ingin agar sosok yang mereka panggil ”Guru” itu (mungkin dengan cemooh?) mengucapkan sesuatu yang salah.
Saya seorang muslim, bukan penafsir Injil. Saya hanya mengira-ngira latar belakang kejadian ini: para pakar Taurat dan kaum Farisi agaknya curiga, Yesus telah mengajarkan sikap beragama yang keliru. Diduga bahwa ia tak mempedulikan hukum yang tercantum di Kitab Suci; bukankah ia berani melanggar larangan bekerja di ladang di hari Sabbath? Mungkin telah mereka dengar, bagi Yesus iman tak bisa diatur pakar hukum. Beriman adalah menghayati hidup yang terus-menerus diciptakan Tuhan dan dirawat dengan cinta-kasih.
Tapi bagi para pemimpin Yahudi itu sikap meremehkan hukum Taurat tak bisa dibiarkan. Terutama di mata kaum Farisi yang, di antara kelompok penganut Yudaisme lain, paling gigih ingin memurnikan hidup sehari-hari dengan menjaga konsistensi akidah.
Maka pagi itu mereka ingin ”menjebak” Yesus.
Tapi Yesus tak menjawab. Ia hanya membungkuk dan menuliskan sesuatu dengan jari-jarinya di tanah. Dan ketika ”pemimpin Yahudi itu terus-menerus bertanya,” demikian menurut Yohanes, Yesus pun berdiri. Ia berkata, ”Barangsiapa di antara kamu yang tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.” Lalu Yesus membungkuk lagi dan menulis di tanah.
Suasana mendadak senyap. Tak ada yang bertindak. Tak seorang pun siap melemparkan batu, memulai rajam itu. Bahkan ”satu demi satu orang-orang itu pergi, didahului oleh yang tertua.” Akhirnya di sana tinggal Yesus dan perempuan yang dituduh pezina itu, kepada siapa ia berkata: ”Aku pun tak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”
Tak ada rajam. Tak ada hukuman. Kejadian pagi itu kemudian jadi tauladan:
menghukum habis-habisan seorang pendosa tak akan mengubah apa-apa; sebaliknya empati, uluran hati, dan pengampunan adalah laku yang transformatif.
Tapi bagi saya yang lebih menarik adalah momen ketika Yesus membungkuk dan menuliskan sesuatu dengan jarinya ke atas tanah. Apa yang digoreskannya?
Tak ada yang tahu. Saya hanya mengkhayalkan: itu sebuah isyarat. Jika dengan jarinya Yesus menuliskan sejumlah huruf pada pasir, ia hendak menunjukkan bahwa pada tiap konstruksi harfiah niscaya ada elemen yang tak menetap.
Kata-kata—juga dalam hukum Taurat—tak pernah lepas dari bumi, meskipun bukan dibentuk oleh bumi. Kata-kata disusun oleh tubuh (”jari-jari”), meskipun bukan perpanjangan tubuh. Pasir itu akan diinjak para pejalan: di atas permukaan bumi, memang akan selalu melintas makna, tapi ada yang niscaya berubah atau hilang dari makna itu.
Di pelataran Bait itu, Yesus memang tampak tak menampik ketentuan Taurat. Ia tak meniadakan sanksi rajam itu. Tapi secara radikal ia ubah hukum jadi sebuah unsur dalam pengalaman, jadi satu bagian dari hidup orang per orang di sebuah saat di sebuah tempat. Hukum tak lagi dituliskan untuk siapa saja, di mana saja, kapan saja. Ketika Yesus berbicara ”barangsiapa di antara kamu yang tak berdosa”, hukum serta-merta bersentuhan dengan ”siapa”, bukan ”apa”—dengan jiwa, hasrat, ingatan tiap orang yang hadir di pelataran Bait di pagi itu.
Para calon perajam itu bukan lagi mesin pendukung akidah. Mendadak mereka melihat diri masing-masing. Aku sendiri tak sepenuhnya cocok dengan hukum Allah. Aku sebuah situasi kompleks yang terbentuk oleh perkalian yang simpang-siur. Kemarin apa saja yang kulakukan? Nanti apa pula?
Dan di saat itu juga, si tertuduh bukan lagi hanya satu eksemplar dari ”perempuan-perempuan yang demikian”. Ia satu sosok, wajah, dan riwayat yang singular, tak terbandingkan—dan sebab itu tak terumuskan. Ia kisah yang kemarin tak ada, besok tak terulang, dan kini tak sepenuhnya kumengerti.
Siapa gerangan namanya, kenapa ia sampai didakwa?
Perempuan itu, juga tiap orang yang hadir di pelataran itu, adalah nasib yang datang entah dari mana dan entah akan ke mana. Chairil Anwar benar:
”Nasib adalah kesunyian masing-masing”.
Dalam esainya tentang kejadian di pelataran Baitullah itu, René Girard—yang menganggap mimesis begitu penting dalam hidup manusia—menunjukkan satu adegan yang menarik: setelah terhenyak mendengar kata-kata Yesus itu, ”satu demi satu orang-orang itu pergi….” Pada saat itulah, dorongan mimesis—hasrat manusia menirukan yang dilakukan dan diperoleh orang lain—berhenti sebagai faktor yang menguasai perilaku. Dari kancah orang ramai itu muncul individu, orang seorang. ”Teks Injil itu,” kata Girard, ”dapat dibaca hampir secara alegoris tentang munculnya ke-person-an yang sejati dari gerombolan yang primordial.”
Tapi kepada siapakah sebenarnya agama berbicara: kepada tiap person dalam kesunyian masing-masing? Atau kepada ”gerombolan”? Saya tak tahu. Di pelataran itu Yesus membungkuk, membisu, hanya mengguratkan jarinya. Ketika ia berdiri, ia berkata ke arah orang banyak. Tapi sepotong kalimat itu tak berteriak.
*Goenawan Mohamad*
Monday 5 October 2009
LATIHAN KOOR OKTOBER 2009
Untuk tugas koor Minggu 11 Oktober pk 7.00 di Katedral, Koor Santher akan didukung oleh sebagian anggota Koor Exultate. Sedangkan untuk tugas Sabtu 17 Oktober pk 17.00 di Gereja St Ignatius, Koor Santher akan dibantu oleh keluarga Bapak Nurwiyono dari Lingkungan Santo Mikael.
RAPAT SEKSI LITURGI PAROKI KATEDRAL BMV OKTOBER 2009
Pokok-pokok Pembahasan:
1. SEKSI LEKTOR
a. Seksi Lektor hendak ikut serta Parade Paduan Suara Katedral bulan Desember. Sedang diusahakan untuk membuat seragam sendiri karena busana liturgi tidak boleh dikenakan di luar kepentingan liturgi.
2. Pada akhir bulan Oktober akan diadakan acara nonton bareng: untuk belajar dan rekreasi bersama.
3. Aklamasi doa umat untuk cara kedua akan digunakan sampai dengan akhir tahun.
4. Mike di mimbar tidak boleh ditekuk-tekuk secara kasar... harus pelan.
2. SEKSI MISDINAR
a. Diperlukan seorang pastor pendamping atau pembimbing tetap.
b. Perlu ada latihan bersama para prodiakon, khususnya untuk misa-misa hari raya.
c. Perlu ada barang-barang inventaris baru untuk menggantikan yang telah rusak: gong kayu, bel kayu, dll.
d. Perlu komitmen semua anggota untuk melaksanakan tugas.
3. SEKSI BUNGA
a. Tempat sampah sudah disediakan untuk seksi bunga.
b. Dibutuhkan beberapa relawan untuk membantu seksi bunga.
4. SEKSI KEBERSIHAN
a. Masih ada wilayah yang tidak bertugas membersihkan gereja walaupun telah dijadwalkan.
b. Peralatan kebersihan harus disediakan/diganti setidak-tidaknya setahun sekali.
5. SEKSI TTK
a. Petugas seksi liturgi yang betugas saat ini menggunakan pin berwarna kurning bertuliskan LITURGI agar dikenali umat.
b. Juklak (petunjuk pelaksanaan) tugas TTK dapat diperoleh di sekretariat paroki atau dapat diminta kepada Bapak Darma di email dsangku@yahoo.com
c. Kesadaran sebagian petugas TTK terhadap Sakramen Mahakudus masih kurang, khususnya kelihatan pada saat Prodiakon membawa Hosti. Seharusnya para petugas TTK menjadi contoh bagi umat.
d. Para petugas TTK tidak boleh bercanda, apalagi hanya sekedar kumpul-kumpul.
6. SEKSI KOOR
1. Setiap dirigen atau kelompok koor yang bertugas diwajibkan melatih umat beberapa aklamasi yang belum dinyanyikan dengan benar oleh umat. Latihan bersama umat dilakukan sekitar 15 menit sebelum perayaan ekaristi dimulai.
2. Aklamasi cara kedua akan digunakan sampai dengan akhir tahun supaya semua koor, umat dan para imam dapat menguasai semua aklamasi dengan baik.
3. Telah diadakan 2 kali pelatihan bagi para dirigen dan dirigen baru. Pelatihan bulan Oktober akan diadakan Minggu 25 Oktober. Pelatihan ini sebenarnya terbuka bagi siapa pun... hanya saja fokusnya memang bagi para dirigen baru.
7. PROGRAM KERJA DEWAN PASTORAL PAROKI
Sehubungan dengan akan dimulainya masa kerja Dewan Pastoral Paroki Katedral 2010-2012, Paroki akan mengadakan 3 program bersama (di luar program setiap seksi yang rutin) di bidang Rekatekisasi, Pendidikan Nilai dan Pemberdayaan Ekonomi Umat. Kemungkinan besar untuk tahun 2010 akan dimulai dengan Rekatekisasi bidang Sakramen, Pendidikan Habitus Baru untuk Pendidikan Nilai, dan Pemberdayaan Ekonomi Umat lewat Credit Union.
Seksi Liturgi dapat dan harus ambil bagian dalam program kerja Dewan Paroki tersebut lewat kegiatan-kegiatan yang berhubungan dan mendukung program kerja tahunan itu.
8. FESTIVAL/PARADE KOOR
Akan dilaksanakan Desember 2009. Sampai sekarang sudah ada sekitar 20 kelompok koor yang mendaftar. Sebagian kelompok sudah memanfaatkan anggota paguyuban dirigen untuk berlatih.
9. LAIN-LAIN
a. Akan diadakan rekatekisasi bagi para praktisi liturgi setiap kali ada rapat seksi liturgi paroki. Setiap bulan akan ada tema baru yang akan dibahas sehingga para praktisi akan memperoleh banyak pengetahun dan peneguhan.
b. Direncakan untuk diadakan pertemuan khusus bagi para petugas di tingkat paroki untuk kegiatan keakraban... supaya kerja sama dapat lebih erat lagi.
Thursday 1 October 2009
PESTA NAMA LINGKUNGAN SANTA THERESIA
Wednesday 30 September 2009
DAFTAR LAGU TUGAS OKTOBER-NOVEMBER 2009
Friday 11 September 2009
MISA LINGKUNGAN SANTHER 10 SEPTEMBER 2009
Wednesday 2 September 2009
JADWAL LATIHAN KOOR SEPTEMBER 2009
Kutipan email dari Sekretaris Lingkungan (Bp. M. Padmanaba):
Lurs, sodara-sodari Santher yg terkasih…
Kita mendapat tugas koor di Gereja BMV Katedral pada Minggu 20 September 2009. Oleh karenanya, kita akan berlatih setiap Minggu jam 19.00 dan berikut informasi waktu dan tempatnya:
Tgl | Tempat | Alamat |
6-Sep-09 | Kel. Bp. Herry Djoko | FA 4 / 20 |
13-Sep-09 | Kel. Bp. Eddy Bambang | FA 6 / 24 |
Mari berpartisipasi dalam bermadah dan melambungkan pujian bagi kemuliaan nama-Nya Yang Kudus. Mohon bantuannya untuk menyebarluaskan undangan ini.
SADAM
(Salam Damai)
Friday 21 August 2009
TUGAS KOOR SANTHER 16 AGUSTUS 2009
Koor Santher juga mendapatkan bantuan dari beberapa anggota koor Exultate dalam tugas ini karena jumlah umat yang ikut dalam tugas terlalu sedikit. Terima kasih kepada Mas Thomas Hargono, Pak Simon (yang juga menyanyikan Mazmur Tanggapan dan Bait Pengantar Injil), Pak Handoko (koor paroki), Ibu Evie, Ibu Heri, dan lain-lain). Semoga Koor Santher dapat belajar dari semangat Bapak dan Ibu di Exultate.
Koor Santher mengucapkan ikut berduka cita yang mendalam kepada Sheila atas wafat omanya. Semoga Oma diterima di dalam kebahagiaan abadi di Surga.
Friday 14 August 2009
TUGAS KOOR SANTHER MINGGU 16 AGUSTUS
MISA LINGKUNGAN SANTHER 13 AGUSTUS 2009
Saturday 1 August 2009
PAK HERRY & BU ARI MANTU
Rumah Pak Herry penuh dengan umat dan para saudara dari lingkungan/wilayah lain. Karena itu, sebelumnya telah dipasang tenda di depan rumah.
Dalam perayaan Ekaristi ini, Koor Santher menyanyikan lagu-lagu misa. Sayang sekali bahwa tidak semua anggota, khususnya suara tenor dan bass, dapat hadir karena kesibukan atau tugas mereka. Karena itu, tidak mengherankan bahwa kedua suara itu belum siap... Namun demikian, secara umum koor sudah dapat menjalankan tugasnya dengan cukup baik. Apalagi, lagu-lagunya liturgis.
Romo Tri Harsono menekankan beberapa alasan logis dan alkitabiah mengapa orang menikah, mengapa sakramen pernikahan itu penting dan mengapa orang yang menikah pun sama derajadnya dengan panggilan khusus sebagai imam atau biarawan/biarawati. Secara umum dapat dikatakan bahwa menikah itu baik dan bahwa membangun keluarga juga merupakan panggilan hidup yang memerlukan pengorbanan, yang ditandai oleh kebahagiaan, kesetiaan dan cinta.
Sesudah Perayaan Ekaristi, acara dilanjutkan dengan santap malam.
Monday 20 July 2009
St. Maria Goretti
----- Forwarded by A. Wisnu Saputro/JKT/ BankPermata/ ID on 07/17/2009 09:37AM from “Itte Missa Est <ittemissaest@ gmail.co To: Milis Diskusi Katolik <diskusi@gerejakatol ik.net> m> cc: Subject: [pdkktheresia] Lbh baik mati drpd...
"Para remaja terkasih, yang dicintai secara istimewa oleh Yesus dan oleh kami semua, katakanlah, maukah kalian bertekad -dengan bantuan rahmat Ilahi- untuk dengan tegas menolak segala macam godaan yang dapat menodai kekudusan kalian?" (Homili Paus Pius XII pada upacara Kanonisasi St. Maria Goretti, 24 Juni 1950)
MARIA GORETTI
Berbagai macam pikiran dan perasaan berkecambuk menjadi satu dalam diri Assunta Goretti, ibunda St. Maria Goretti, ketika ia mendengarkan homili yang disampaikan oleh Paus Pius XII pada upacara kanonisasi puterinya. Lamunannya membawa Assunta kembali ke masa-masa yang silam..
Maria Goreti dilahirkan pada tanggal 16 Oktober 1890 di Corinaldo, Italia. Luigi Goretti, ayahnya, seorang petani miskin. Pada tahun 1899, pasangan Luigi dan Assunta Goretti beserta keempat anak mereka yang masih kecil: Angelo, Maria, Marino dan bayi Allesandro, meninggalkan Corinaldo dalam usahanya mencari penghidupan yang lebih baik. Di tengah perjalanan mereka mendengar kabar tentang tanah pertanian milik Count Mazzoleni di Ferriere yang hendak disewakan. Mereka menuju ke sana dan Luigi Goretti diterima bekerja sebagai petani bagi hasil di pertanian. Tanah pertanian itu telah lama dibiarkan terbengkalai, maka Luigi harus bekerja keras untuk membangunnya kembali. Kerja keras tanpa henti menyebabkan Luigi akhirnya jatuh sakit dan tidak dapat bekerja sama sekali. Saat panen tiba dan Count Mazzoleni datang meninjau, tanahnya baru sebagian saja yang telah dikerjakan. Mazzoleni amat marah dan tanpa mau mendengarkan penjelasan apa pun, ia mengirim Giovanni Serenelli dan Alessandro, putera bungsunya yang berumur sembilan belas tahun, untuk menyelesaikan pekerjaannya. Keluarga Serenelli tinggal bersama dalam rumah keluarga Goretti.
Giovanni ternyata seorang pemabuk. Ia cepat naik darah dan suka memaksakan kehendaknya. Alessandro berperangai buruk, suka bertengkar dan selalu cemberut. Ia biasa menghabiskan waktu di kamarnya yang terkunci dengan melihat-lihat majalah porno. Dinding kamarnya dipenuhi dengan gambar-gambar gadis berpakaian tidak sopan. Sementara itu penyakit malaria yang diderita Luigi bertambah parah. Setiap malam isteri beserta anak-anaknya berlutut di sekeliling tempat tidurnya dan berdoa. Luigi menyesali kepindahannya ke Ferriere. Ia membisikkan pesannya yang terakhir kepada Assunta: "Kembalilah ke Corinaldo." Akhir bulan April 1902 Luigi Goretti meninggal dunia. Sejak itu setiap malam Maria akan mendaraskan Rosario bagi keselamatan jiwa ayahnya. Dengan meninggalnya Luigi Goretti, hak atas rumah berpindah kepada Giovanni Serenelli. Giovanni mengijinkan Assunta beserta anak-anaknya tetap tinggal dan bekerja untuknya. Assunta ingin segera kembali pulang ke Corinaldo. Tetapi tidak terbayangkan olehnya seorang wanita dengan tujuh anak yang masih kecil-kecil dan tanpa bekal uang menempuh perjalanan balik sepanjang 200 mil. Oleh karena itu mereka tetap tinggal. Giovanni memerintahkan Maria, yang sekarang berumur sebelas tahun untuk mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga sementara Assunta harus bekerja di ladang. Beban berat yang ditanggung Maria menjadikannya lebih cepat dewasa dan matang dibandingkan dengan anak lain seusianya. Ia telah tumbuh menjadi seorang gadis cantik yang beriman dan saleh, serta tekun berdoa. Devosinya kepada Yesus serta ketaatannya kepada ibunya sungguh luar biasa. Nasehat ibunya terpateri kuat di dalam hatinya. "Kamu tidak boleh berbuat dosa, apa pun alasannya."
Meskipun tidak dapat membaca dan menulis, Maria ikut pelajaran Katekumen dan beberapa bulan sebelumnya, yaitu pada tanggal 16 Juni 1901, ia telah menerima Komuni Kudusnya yang Pertama. Saat-saat menerima Komuni Kudus di gereja terdekat yang jaraknya dua jam perjalanan kaki itu sungguh amat membahagiakan hatinya. Bulan Juli 1902. Assunta memperhatikan adanya perubahan pada perilaku puterinya. Sifat kanak-kanaknya sudah tidak tersisa lagi. Sinar matanya memancarkan kesedihan. Waktu doanya semakin panjang. Tubuhnya yang kecil bergetar dan air matanya mengalir.
Telah beberapa waktu Alessandro Serenelli mengamatinya, mengganggunya serta mengejarnya dengan niat buruk. Ancaman Alessandro masih terngiang-ngiang di telinganya, "Jika kamu memberitahu ibumu, aku akan membunuh kalian berdua!" Hanya dari doalah Maria memperoleh kekuatan dan kelegaan.
Hari Sabtu, tanggal 5 Juli 1902 kira-kira pukul setengah empat sore. Alessandro memanggilnya, "Marietta (demikian para tetangga memanggil Maria), kemejaku robek dan perlu dijahit. Aku mau memakainya untuk pergi ke gereja besok. Aku letakkan di tempat tidurku."
Kemudian pemuda itu keluar untuk mengurus sapi-sapinya. Tidak berapa lama, Alessandro meminta Assunta untuk menggantikannya. "Saputanganku ketinggalan, " katanya, "Aku akan segera kembali." Sementara itu Maria duduk di lantai atas menjaga adik bayinya, Teresa, sambil menjahit baju Alessandro.
Dari dapur Alessandro berteriak, "Marietta, datanglah kemari!" Maria tidak mau. Maka Allesandro datang, mencengkeram lengan Maria, menyeretnya ke dapur, menekankan sebilah pisau belati ke lehernya dan mengunci pintu. Maria berteriak minta tolong, tetapi suaranya lenyap di telan mesin pengirik gandum. Alessandro mengancam Maria untuk menuruti kehendaknya. Maria meronta sekuat tenaga dan berteriak, "Tidak! Tidak Alessandro! Itu dosa. Tuhan melarangnya. Kamu akan masuk neraka, Alessandro. Kamu akan masuk neraka jika kamu melakukannya! "
Karena Maria berontak, Alessandro menjadi kalap. Ia menikamkan belatinya ke tubuh Maria, sekali, dua kali, tiga kali dan terus berulang kali tanpa ampun. Melihat tubuh kecil itu kemudian rebah dengan wajah pucat pasi, Alessandro sangat ketakutan. Ia melemparkan pisaunya, masuk ke kamarnya serta mengunci pintunya. Assunta kemudian mendapati Maria terkapar di lantai dapur bermandikan darah. Jeritan pilu yang nyaring segera terdengar.
Dengan berurai air mata Assunta bertanya kepada putrinya, "Siapa yang melakukan ini padamu?" "Alessandro, Mama.." "Tetapi, mengapa nak?", Assunta terisak. "Sebab ia ingin aku melakukan dosa yang mengerikan dan aku tidak mau."
Dengan kereta ambulans, Maria dilarikan ke rumah sakit di Nettuno. Para dokter mendapatkan empat belas luka tikaman serta banyak luka memar di tubuh yang kecil itu. Karena mereka mengoperasinya tanpa obat bius, Maria menderita kesakitan yang luar biasa hingga akhirnya tidak sadarkan diri. Dalam keadaan tidak sadar ia berulang kali berteriak, "Alessandro, lepaskan! Tidak, tidak, kamu akan masuk ke neraka! Mama, tolong!"
Keesokan harinya seorang imam datang untuk memberikan Sakramen Terakhir. Pastor mengingatkan Maria bagaimana Yesus telah mengampuni mereka yang menyalibkan Dia dan ia bertanya apakah Maria juga mau mengampuni Alessandro. Maria mengarahkan pandangannya pada Salib yang tergantung di dinding dan dengan tenang mengatakan, "Saya juga memaafkan dia. Saya juga berharap agar kelak ia datang dan menyusul saya di surga." Setelah mengakukan semua dosanya, Pastor memberinya Komuni Kudus, dan air mata kebahagiaan memenuhi pelupuk matanya. Maria memandang patung Bunda Maria yang diletakkan di kaki tempat tidurnya dan saat itulah Yesus datang menjemput gadis kecilnya untuk masuk dalam perlindungan- Nya yang abadi.
Maria Goretti meninggal dalam usia 11 tahun pada tanggal 6 Juli 1902, pada pesta Tubuh dan Darah Kristus. Empat puluh lima tahun kemudian, pada tanggal 27 April 1947, Maria Goretti dibeatifikasi oleh Gereja Katolik. Selanjutnya, pada tanggal 24 Juni 1950 bertempat di Basilika St Petrus, Bapa Suci Paus Pius XII memimpin upacara kanonisasi St. Maria Goretti dengan dihadiri lebih dari 250.000 umat.
Dalam homilinya Paus Pius XII menekankan bahwa keutamaan St. Maria Goretti bukan hanya pada kemurnian jiwa dan raga, tetapi juga keutamaan-keutamaan nya dalam "mengutamakan kepentingan rohani di atas kepentingan duniawi, kasih dan ketaatannya kepada orangtuanya, kerelaannya untuk berkorkan dalam kesulitan, pekerjaan sehari-hari, menerima kemiskinan, kecintaannya dan doanya yang mendalam kepada Yesus dalam Ekaristi, kemurahan hatinya dalam mengampuni (pembunuhnya) .
Segera setelah upacara kanonisasi berakhir, dengan segala kerendahan hati Assunta menyatakan: "Ya Tuhan, aku tidak layak Engkau memberiku seorang kudus!" Assunta, yang saat itu telah berumur 82 tahun, hadir dalam upacara kanonisasi dengan ditemani kedua anaknya serta pembunuh puterinya. P
Pesta St. Maria Goretti dirayakan setiap tanggal 6 Juli. St. Maria Goreti, pelindung para remaja khususnya remaja putri, masih berdoa bagi kita sekarang, bukan hanya bagi kaum muda, tetapi bagi semua orang dari segala usia dan segala bangsa di segenap penjuru dunia. Pilihan cinta yang sangat berani ternyata sederhana saja: Pilihlah Tuhan dan bukannya dosa; pilihlah kebahagiaan abadi dan bukannya kebinasaan abadi. Pilihlah hidup! Jadilah seorang kudus.
ALESSANDRO & MIMPINYA
Banyak mukjizat terjadi berkat bantuan doa St. Maria Goretti. Namun demikian, yang paling besar di antaranya adalah pertobatan Alessandro Serenelli, pembunuh Maria. Segera setelah perbuatannya yang keji terhadap Maria Goretti, Alessandro ditangkap dan dimasukkan ke dalam tahanan di Nettuno, kemudian ia dipindahkan ke penjara di Roma untuk diadili.
Alessandro sama sekali tidak menyesali pebuatannya. Ia berusaha mati-matian mengingkari perbuatannya, tetapi karena tidak berhasil, akhirnya ia menyerah. Alessandro dijatuhi hukuman penjara selama tiga puluh tahun.
Seorang imam datang untuk memberikan bimbingan kepadanya. Alessandro marah sejadi-jadinya lalu menangis seperti orang gila, dan kemudian menyerang imam. "Sebentar lagi, Alessandro, kamu akan memerlukan aku," kata imam, "Marietta akan memastikannya. " "Tidak pernah," teriak Alessandro ,"Aku tidak akan pernah membutuhkan seorang imam!"
Hari-hari selanjutnya terasa mengerikan bagi Alessandro. Selera makannya hilang dan ia merasa gelisah. Delapan tahun dalam penjara membuatnya putus harapan.
Pada suatu hari di tahun 1910, Alessandro berjumpa dengan Maria dalam sebuah mimpi. Mimpinya itu demikian hidup sehingga sukar baginya untuk membedakannya dari kenyataan. Jeruji dan dinding penjara lenyap, Alessandro berada di sebuah taman yang hangat oleh sinar matahari dan penuh dengan bunga-bunga yang bermekaran. Bau harum semerbak memenuhi sekitarnya. Kemudian datang kepadanya seorang gadis yang amat cantik bergaun putih bersih. Alessandro berkata kepada dirinya sendiri: `Bagaimana ini? Bukankah gadis-gadis petani biasa berpakaian warna gelap?' Tetapi dilihatnya bahwa yang datang itu Marietta. Ia berjalan di antara bunga-bunga dan tersenyum. Alessandro ingin melarikan diri darinya karena ia sangat ketakutan, tetapi tidak bisa.
Maria memetik bunga-bunga bakung putih (bunga bakung putih lambang emurnian), menyerahkannya kepada Alessandro seraya berkata, `Alessandro, terimalah ini!' Alessandro menerima bunga-bunga bakung itu satu per satu, semuanya berjumlah empat belas. Tetapi sesuatu yang ajaib terjadi. Begitu ia menerima bunga itu dari Maria, bunga-bunga bakung itu berubah menjadi api-api yang menyala. Satu bunga bakung berubah menjadi nyala api untuk menghapuskan satu tikaman yang dihujamkan Alessandro kepadanya di hari yang naas itu di Ferriere. Maria berkata sambil tersenyum, `Alessandro, seperti janjiku, jiwamu kelak akan menemuiku di surga.' Rasa damai dan tenang segera memenuhi hati Alessandro. Penglihatan yang indah itu lenyap.
Ketika Alessandro bangun dari tidurnya, ia merasa bahwa perasaan benci dan marah yang kuat dan dahsyat yang menguasainya selama ini telah hilang dari padanya. "Aku melihatnya," teriak Alessandro, "panggilkan pastor!" Penjaga penjara tertawa mengejeknya dan berkata dengan kasar, "Jika kamu memang ingin bicara, tulis saja surat kepada pastor."
Alessandro menuliskan pengakuannya dalam sebuah surat dan memohon ampun serta belas kasih Allah. Sejak saat itu ia terdorong untuk memperbaiki hidupnya. Kelak di kemudian hari Alessandro menyadari bahwa harum semerbak bunga adalah suatu tanda baginya bahwa berkat doa-doa Maria ia beroleh rahmat untuk membuka pintu hatinya dan menerima terang serta Belas Kasih Ilahi dan dengan demikian menolak dosa yang membawanya pada kebinasaan abadi.
Setelah dipenjarakan selama 27 tahun, Alessandro dibebaskan. Ia mendapat keringanan 3 tahun karena sikapnya yang patut dijadikan teladan bagi para tahanan lain. Alessandro bekerja sebagai buruh tani selama beberapa waktu dan akhirnya memutuskan untuk tinggal di Biara Capuchin di Macareta seumur hidupnya sebagai tukang kebun.
Para biarawan Capuchin menyapanya sebagai "saudara" dan Alessandro diterima sebagai anggota ordo ketiga. Di kapel biara ia mengikuti perayaan Misa setiap hari guna menemukan kedamaian dan ketenangan batin.
Alssandro mengunjungi Assunta Goretti, yang terakhir kali dijumpainya 31 tahun silam dalam sidang pengadilan. Ia memohon pengampunan dari Assunta. Assunta menumpangkan tangannya di atas kepala Alessandro, mengusap wajahnya dan dengan lembut berkata, "Alessandro, Marietta sudah memaafkanmu, Kristus sudah memaafkanmu, dan mengapa aku tidak memaafkanmu. Tentu saja aku memaafkanmu, anakku! Mengapa aku tidak bertemu denganmu lebih awal? Kejahatanmu adalah masa lalu, dan bagiku, engkau seorang anak yang telah lama menderita." Keesokan harinya masyarakat desa Corinaldo menyaksikan Assunta Goretti dengan kepala tegak dan air mata mengalir di pipinya, menggandeng tangan Alessandro Serenelli seperti seorang ibu menggandeng anaknya, serta membimbingnya ke perayaan Misa.
Di depan altar Assunta dan pembunuh puterinya berdampingan menerima Tubuh dan Darah Kristus. Sejak saat itu Alessandro diterima dalam keluarga Goretti yang saleh sebagai "Paman Alessandro".
Dalam proses beatifikasi Maria Goretti, Alessandro menjadi satu-satunya saksi yang dapat menceritakan secara jelas apa yang sebenarnya telah terjadi dalam pembunuhan keji tersebut. Alessandro Serenelli meninggal pada tanggal 6 Mei 1969 di Biara Capuchin di Macerata dalam usia 87 tahun.
Sumber: 1. "A Saint to Emulate" - by Margaret Breiling. Originally published in "Catholic Family's Magnificat", October 1994-January 1995; 2. ">From Saint Maria Goretti - an inspiration for today's children" by Fr. John M. Martin, M.M.
SURAT WASIAT ALESSANDRO
Sebelum meninggal, Alessandro Serenelli meninggalkan sepucuk surat: ia enasehatkan agar kita tidak membaca majalah-majalah yang tidak baik, melihat gambar-gambar atau pun menonton film-film yang tidak sopan. Tertanggal 5 Mei 1961
"Usia saya hampir 80 tahun. Sebentar lagi saya akan pergi.
Menengok kembali ke masa lalu, saya dapat melihat bahwa di masa muda saya telah memilih jalan yang salah yang menghantar saya kepada kehancuran hidup saya. Perilaku saya banyak dipengaruhi oleh bacaan, media cetak serta tingkah laku buruk yang dianut sebagian besar kaum muda tanpa pikir. Saya juga melakukannya dan saya tidak merasa khawatir. Ada banyak orang yang saleh dan murah hati di sekeliling saya, tetapi saya tidak peduli kepada mereka karena kekuatan jahat telah membutakan saya dan mendorong saya masuk ke dalam cara hidup yang salah. Ketika umur saya 20 tahun, saya melakukan kejahatan karena nafsu.
Sekarang kenangan akan hal itu mengingatkan saya akan sesuatu yang amat mengerikan bagi saya. Maria Goretti, sekarang seorang santa, adalah malaikatku yang baik. Karena kuasa Penyelenggaraan Ilahi, ia dikirim untuk membimbing dan menyelamatkan saya. Masih tetap tertanam kuat dalam lubuk hati saya kata-kata nasehat dan engampunannya. Ia berdoa bagi saya, ia berdoa bagi pembunuhnya. Tiga puluh tahun masa penjara menyusul. Jika saja saya dapat kembali ke masa lalu, saya akan memilih untuk tetap tinggal di penjara seumur hidup saya. Saya pantas dikutuk sebab semua yang terjadi memang salah saya." "Marietta adalah sungguh terang hidupku, pelindungku, dengan bantuannya saya bisa berperilaku baik selama masa 27 tahun di penjara dan berusaha hidup tulus ketika saya diterima kembali dalam anggota masyarakat. Imam-imam St Fransiskus, Capuchin dari Marche menerima saya dengan kemurahan hati para kudus dalam biara mereka sebagai seorang saudara, bukan sebagai pelayan. Saya telah tinggal selama 24 tahun dalam komunitas mereka, dan sekarang saya dengan sabar menunggu saatnya untuk memandang Tuhan, untuk sekali lagi memeluk dia yang aku kasihi, dan berada di samping Malaikat Pelindungku dan ibunya yang terkasih, Assunta.
Saya berharap agar surat yang saya tulis ini dapat menjadi pelajaran yang berguna bagi orang lain untuk menjauhi yang jahat dan senantiasa berjalan di jalan yang benar, seperti seorang anak kecil. Saya merasakan bahwa agama dengan ajaran-ajarannya bukanlah sesuatu yang memungkinkan kita untuk hidup tanpanya, tetapi agama adalah sumber penghiburan yang sesungguhnya, sumber kekuatan hidup yang sesungguhnya dan satu-satunya jalan keselamatan dalam segala situasi, bahkan dalam situasi yang paling menyengsarakan sekalipun dalam kehidupan seseorang."
Tertanda, Alessandro Serenelli
"Tidak semua dari kita diharapkan untuk wafat sebagai martir, tetapi kita semua dipanggil untuk mencari serta mendapatkan kebenaran Kristiani."
(dari homili Venerabilis Paus Pius XII)
Sumber : "St. Maria Goretti and her Murderer, Alessandro" by James Likoudis; Friends of St Maria Goretti; www.mariagoretti. org