Monday 19 October 2009

KEGIATAN SANTHER MINGGU KEMARIN

Sabtu 17 Oktober 2009 Pk 17.00 Koor Santher bertugas di Gereja St Ignatius Semplak. Jumlah anggota yang hadir tidak sebanyak jumlah pada waktu latihan tanggal 11 Oktober yang lalu karena ada beberapa yang berhalangan... Dalam tugas ini Kristantiono mengiringi koor kita, sementara itu Pak Nurwiyono dan Ibu Nurwiyono yang biasa membantu koor Santher tidak dapat hadir karena ada kegiatan lain yang lebih penting. Misa dipersembahkan oleh Rm Yustinus Monang Damanik. Tugas ini berlangsung dengan lancar... Begitu keluar dari gereja, hujan turun dengan deras... sangat deras...

Menurut jadwal, doa Rosario Sabtu 17 Oktober diselenggarakan di rumah Ibu Ida Situmorang. Rupa-rupanya karena ada hujan deras dan listrik mati, kegiatan tidak dapat berjalan dengan baik. Hanya Ibu Mega, Ibu Nainggolan, Frans dan Ibu Ida yang dapat berkumpul untuk berdoa rosario lingkungan...

Minggu 18 Oktober 2009 Pk 19.00-21.00 diadakan latihan koor di rumah Bapak Napitupulu. Latihan berlangsung dengan lancar... semua suara terisi. Latihan ini adalah untuk mempersiapkan tugas tanggal 1 November 2009 di Katedral BMV...

Friday 16 October 2009

TAU - Asal Usul dan Tradisi Simbol Fransiskan

Kamis, Oktober 15, 2009

TAU - Asal Usul dan Tradisi Simbol Fransiskan

Dua bulan lalu selesai mengikuti Misa Jumat Pertama di Gereja SanMaRe
(Santa Maria Regina) Bintaro saya menyempatkan diri melihat-lihat ke
kios dan toko buku rohani gereja. Diantara benda-benda rohani dan
pajangan buku, secara tidak sengaja mata saya tertumbuk pada buku yang
tersembunyi di belakang buku lainnya dengan gambar sampul logo T
Fransiskan, penasaran saya ambil buku tersebut dari belakang tumpukan
buku lain, benar saja, ternyata buku terbitan Bina Media itu berjudul
"Tau - Asal Usul dan Tradisi Simbol Fransiskan".

Sungguh, saya senang sekali, semenjak membaca "Kristus dari San
Damiano" terbitan Sekafi, baru kali ini saya mendapatkan buku yang
membahas dengan sangat lengkap dimensi Salib Tau sebagai salah satu
simbol Fransiskan, dan tidak sekedar mengambil kutipan Kitab Suci
Perjanjian Lama yang selalu menjadi rujukan Salib Tau ini.

Buku setebal 104 halaman karangan Enrico Sciamanna ini dibagi menjadi
beberapa bab, yaitu:

* Asal usul Tau
* Sukacita yang ditimbulkan Tau
* Tau dalam abjad dan di antara tafsiran-tafsiran
* Pilihan Fransiskus
* St. Antonius dan Tau?
* Ikonografi lainnya pada masa itu
* Tau dan angka nol
* Takdir salib dan pengikut Catharisme
* Sang Santo dan simbol Kitab Suci
* Santo Fransiskus: Ksatria dan juara di zamannya
* Tau dan godaan: Chartula
* Beberapa pertimbangan tentang ikonografi salib
* Pengakuan terhadap Tau

Dan untuk mengetahui sekilas buku ini, ijinkan saya mengutipkan
kalimat di belakang buku yang menggambarkan isi buku menarik ini:

"Tau merupakan tanda keagungan, tempat yang berhubungan erat dengan
Pencipta. Tau didukung penuh oleh tradisi injil kekristenan yang solid
saat lambang tersebut dianut Santo Fransiskus dalam hidup religiusnya.
Santo Fransiskus menerima lambang itu dengan sungguh-sungguh dan
menyeluruh, hingga akhirnya mentransformasikan dalam dirinya melalui
Stigmata di tubuhnya. Dengan Tau ia sering berkontemplasi, menulis,
dan di atas segalanya ia begitu memujanya. Lebih dari semuanya, Tau
adalah lambang devosi kekristenan yang nyata, sebuah komitmen yang
eksistensinya mengikuti Kristus. Ini berarti bahwa Tau mengingatkan
kita pada aksioma kekristenan yang terutama bahwa segala sesuatunya,
hari demi hari semakin banyak kehidupan manusia diselamatkan dan
ditebus oleh cinta Kristus yang disalib, diubah menjadi kehidupan
baru, kehidupan yang menebarkan kasih. Dengan mengenakan Tau, baik
secara kasat mata ataupun dalam hati, orang-orang yang mengimaninya
mengajak kita untuk turut berharap, sehingga mampu menyatakan diri
sebagai pengikut Santo Fransiskus.

Buku karya Enrico Scimanna ini mengkaji hasil-hasil studi dan
terjemahan sebelumnya, lebih sistematis dari buku lainnya, dan
menyelidiki dengan pendekatan-pendekat an baru, berani dan rasional
dalam rangka menjawab beberapa dari berbagai pertanyaan tentang Tau.
Juga menyelidiki tujuan lambang tersebut selama berabad-abad dan
kemunculannya yang signifikan di berbagai tempat. Membuat orang akan
semakin memahami Tau lengkap dengan asal-usul dan tradisinya".

Begitulah, Santo Fransiskus, doakanlah kami.

Bogor, 6 Oktober 2009

--
F.A. Wisnu

Monday 12 October 2009

MENEMBUSI TANDA DAN LAMBANG

Teks MENEMBUSI TANDA DAN LAMBANG ini saya ambilkan dari tembusan email Bapak F.A. Wisnu
<fransiskus.wisnu@gmail.com
> di milis santher@yahoogroups. Saya mengajak umat Santa Theresia untuk merenungkan kembali kehadiran Tuhan dalam Ekaristi dan Sakramen Mahakudus... Mari kita berkaca pada sikap dan tindakan Santo Fransiskus Asisi... mungkin kita tidak sehebat orang kudus ini, namun panggilan untuk menjadi dekat dengan Tuhan Yesus yang hadir dalam Sakramen Mahakudus selalu aktual dan harus kita wujudkan... Mari membuka mata dan telinga hati kita.

Thomas A. Sutadi


Beberapa tahun lalu, di salah satu pulau di Maluku ditemukan seorang serdadu Jepang yang masih bertahan hidup di situ sejak Perang DuniaII. Ia hidup di hutan makan dari hasil hutan dan hasil perburuannya. Ia masih menantikan kembalinya komandannya, karena ia belum tahu bahwa Jepang sudah lama menyerah dan perang sudah lama berakhir.

Yang menjadi masalah untuk tentara Indonesia ialah bagaimana membujuk atau memikat orang itu untuk menyerah. Mereka harus berhati-hati karena samurai si Jepang itu tidak pernah lepas dari badannya.

Akhirnya ada akal yang baik, dua tentara Indonesia menghampiri si Jepang itu, sewaktu serdadu Jepang itu kelihatan mulai mencium kehadiran mereka , salah satu dari mereka menyanyikan lagu “Kimigayo” lagu kebangsaan Jepang, dengan sikap hormat sempurna.

Mendengar lagu kebangsaan negaranya dan melihat bendera tanah airnya, si Jepang itu berdiri tegap memberi hormat kemiliteran. Menjelang berakhirnya lagu Kimigayo, sebelum dia sempat meraih samurainya, seorang serdadu Indonesia yang lain dengan sigap mencengkamnya dari
belakang. Akhirnya mereka berhasil menjinakkannya dan kemudian meyakinkan dia bahwa perang sudah selesai dan Jepang sudah kaya raya, karena itu ia boleh kembali ke negerinya dengan tenang.

Yang menarik dari serdadu Jepang itu ialah kepekaannya yang amat tajam terhadap tanda dan lambang. Sudah puluhan tahun ia berhasil bertahan di hutan, karena itu setiap ada bahaya yang mengancam akan tercium olehnya. Akan tetapi, begitu ia mendengar lagu kebangsaan dan melihat bendera negaranya, ia terserap seluruhnya dalam tanda-tanda itu dan lupa akan semua bahaya yang mengancam.

Lagu “Kimigayo” dan bendera “Matahari Terbit” menggugah rasa kebangsaannya, ia langsung teringat pada Nippon, ia “melihat” Hirohito sang Kaisar. Karena itu, tanpa menimbang lagi ia segera memberi hormat dengan sikap sempurna seorang prajurit Nippon. Bagi dia, lagu
kebangsaan dan bendera itu identik dengan Jepang, ia dengan telinga mendengar lagu dan dengan matanya melihat bendera, akan tetapi dengan hatinya, ia menembusi kedua tanda yang kecil dan terbatas itu dan menemukan kenyataan besar yang ditandakannya, yaitu Jepang, Dai
Nippon, yang untuknya ia bersedia mati, dengan harakiri sekalipun.

Menembusi tanda dan lambang, itulah kiranya yang bisa dikatakan mengenai Fransiskus Asisi, juga dalam sikapnya terhadap Sakramen Ekaristi. Melihat “hosti”, benda kecil yang putih dan tipis, serta “anggur” di altar persembahan, Fransiskus bereaksi dan bergetar. Ia bersujud menyembah, bibirnya bergumam : “Kami menyembah Engkau, Tuhan Yesus Kristus”. Matanya memandang kagum, “O Keagungan, O Keluhuran, O Tuhan semesta alam, Allah dan Putra Allah.” Lalu, ia memejamkan mata, menggigit bibirnya menahan rasa haru dan membiarkan arimatanya mengalir dengan sendirinya sampai ke sudut-sudut bibirnya, ia mendesah penuh haru, “O Kedinaan, O Kerendahan, O Kemiskinan, O Kasih. Allah dan Putra Allah menanggalkan segala Keagungan-Nya dan memberikan diri seutuh-utuhnya kepadaku, Ia sudi merendahkan diri untuk mengangkataku, cacing yang hina ini. O Kasih, O Kasih, Kasih...hanya karena
Kasih, demi Kasih, untuk Kasih.”

Dalam tanda lambang yang sederhana itu Fransiskus melihat Kristus yang menghampakan diri mulai dari Bethlehem sampai Kalvari. Ia merasakan getaran kasih Allah yang mencintai sampai sehabis-habisnya, ia menyaksikan Tuhan yang tidak menahan sesuatupun bagi diri-Nya, tetapi
mengorbankan diri habis-habisan untuk keselamatan manusia. Maka, tanda lambang yang sederhana itupun menggerakkan dia untuk bereaksi dan menentukan sikap.

Di altar ada penghampaan diri, maka tidak ada pilihan lain bagiku selain menanggalkan semua harta milik.

Di altar ada perendahan diri, maka tidak ada jalan lain bagiku selain terus menerus menjadi hina dan dina.

Di altar ada perdamaian dan persekutuan, maka tak ada pilihan bagiku selain berusaha menjadi saudara bagi semua mahluk.

Di altar ada kasih, maka tugasku hanyalah menjadi penyalur kasih bagi setiap insan dan mahluk yang tak berhayat sekalipun.

Di altar Ia memberikan diri seutuh-utuhnya bagiku, maka tidak ada jawaban lebih tepat selain bahwa akupun memberikan diriku seutuh-utuhnya bagi Dia dan bagi semua sudara-Nya yang terkecil di sekitarku.

Bagaimana Fransiskus mempu menembusi tanda dan lambang dan langsung menyentuh kenyataan ILAHI yang tak terhingga itu ? Kuncinya hanya satu, yaitu Roh Tuhan.

Tanpa Roh, orang-orang di sekitar Yesus hanya mengenal Dia sebagai “Orang Nazareth Bin Miryam” dan tidak mengenal Dia sebagai Anak Allah.

Tanpa Roh, orang di sekitar altar hanya melihat hosti dan anggur sebagai benda mati dan bukan Allah dan Putra Allah.

Tanpa memiliki Roh, kita tidak dapat dan tidak pantas menyambut, maka nasihatnya adalah, berusahalah untuk memiliki hanya satu, yaitu ROH TUHAN.

(“Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya.” - Luk 11 : 13)

(Kuntum-Kuntum Kecil, Butir-Butir Permenungan Saudara Kelana)

Diposkan oleh Nicolas
Label: Kuntum-kuntum kecil


Sunday 11 October 2009

TUGAS KOOR SANTHER & LATIHAN MINGGU 11 OKTOBER 2009

Hari ini, Minggu 11 Oktober 2009, Koor Santher menjalankan tugas di Katedral BMV Bogor dibantu oleh rekan-rekan koor Exultate. Tugas terlaksana dengan cukup baik... Perayaan Ekaristi dipersembahkan oleh RD Nikasius Jatmika, yang baru saja pulang dari tugas studi di Roma dan sekarang berkarya di Seminari Stela Maris menggantikan RD Paulus Haruna. Mazmur Tanggapan dan Bait Pengantar Injil dinyanyikan oleh Bu Dani, sedangkan Sheila tetap setia mengiringi Santher dengan permainan organnya... Terima kasih kepada semua yang terlibat dalam pelaksanaan tugas ini. Tuhan memberkati.

Malam hari ini Koor Santher berlatih di rumah Bapak-Ibu Ispranta. Ada sekitar 18 orang yang hadir dengan pembagian suara yang cukup merata sehingga suara terdengar selaras, kompak dan kuat... Ibu Doktor Ligaya, yang selama ini sangat sibuk dengan tugas-tugas di kampus dan penelitian-penelitiannya, malam ini dapat hadir... Begitu juga dengan Bapak Napitupulu yang beberapa bulan ini absen karena kesibukan tugas-tugasnya... malam ini dapat hadir. Pak Ichwan yang beberapa waktu terakhir ini mengalami gangguan pada saluran pernafasan tetap aktif... Juga Ibu Bidan Lily... meskipun sibuk dengan tugas-tugas pekerjaannya tetap selalu menyempatkan diri untuk berlatih bersama rekan-rekannya... Ibu Tarsis juga sudah kembali ikut berlatih... Sementara itu beberapa orang berhalangan hadir karena kesibukan dan tugas-tugas lain yang tidak dapat ditinggalkan... Kita semua maklum akan hal itu. Pendek kata, semua orang terlibat... semua berusaha memberikan yang terbaik... Terima kasih kepada Bapak-Ibu Ispranta yang selalu mendukung latihan-latihan dan tugas-tugas Koor Santher. Semoga semua usaha mereka (termasuk usaha kantin di Kolam Renang Taman Sari Persada) dapat berkembang pesat...

Untuk semua yang kita lakukan... semoga semua menjadi pujian bagi kemuliaan Allah... AMDG.

Saturday 10 October 2009

MISA LINGKUNGAN OKTOBER 2009

Misa Lingkungan Santher bulan ini diadakan Kamis 8 Oktober pk 19.30 di rumah Bapak M. Padmanaba. Seperti biasa, tidak banyak umat yang dapat hadir karena selain sebagian umat bepergian, sebagian lagi masih belum sampai di rumah dari tempat mereka bekerja... dan tentu saja sebagian lagi masih harus menemani anak-anak mereka yang belajar... sebagian lagi tentu saja masa bodoh terhadap Perayaan Ekaristi di lingkungan, atau tidak menyadari bahwa ada misa lingkungan.

Misa dipersembahkan oleh RD DS. Tukiyo. Bacaan KS diambil dari bacaan harian: Maleakhi 3:13-4:2a dan Luk 11: 5-13. Dalam khotbahnya, Romo Rukiyo menekankan pentingnya berdoa dan berusaha. Orang tidak cukup hanya berdoa, tetapi juga harus berusaha... demikian pula orang harus selalu berusaha, tetapi tidak boleh lupa berdoa. Doa dapat berupa ungkapan syukur, pujian dan permohonan... Di samping itu, jika kita menyampaikan permohonan kepada Tuhan, janganlah kita bersikap memperlakukan doa seperti menggunakan ATM atau hal=hal yang serba otomatis... Tuhan lebih tahu mana dan apa yang kita butuhkan demi kebaikan hidup kita.

Sesudah Perayaan Ekaristi, umat berkumpul sejenak sambil makan kue-kue yang disediakan Ibu Ligaya dan Pak Nobo. Sekitar pukul 21.25 umat beserta Rm Tukiyo berpamitan kepada keluarga Pak Nobo.

Thursday 8 October 2009

GEMPA DI PADANG - LAPORAN USKUP PADANG

Berikut ini kutipan dari surat Bapa Uskup Padang. Tulisan ini saya ambil dari email Pak Wisnu dalam milis lingkungan santher. Selamat membaca.
Thomas A. Sutadi


Evaluasi Keuskupan Padang tentang Akibat Gempa

Padang , 3 Oktober 2009
Car. Mgr. dan Saudara/i terkasih,

Terimakasih atas perhatian dan dukungan dalam aneka bentuk dan cara kepada
korban gempa tgl. 30 September 2009.

Tgl. 2 Oktober 2009 jam 22.00 saya masuk kota dari bandara, terlambat 4.5
jam dari Medan dan langsung keliling sebelum ke rumah untuk mendapat sedikit gambaran keadaan. Padang praktis gelap gulita, kecuali di rumah atau gedung dimana ada genset.

Sesudah melihat dari amat dekat dan berulang-ulang beberapa tempat, dapat
saya sampaikan sbb.:

1. Ada solidaritas dalam kerpihatinan akibat gempa ini, yang menelan korban manusia dan materi yang amat besar. Setiap kali melihat reruntuhan, yang lama dan yang baru, selalu terasa menyesakkan. Banyak dan besar kerusakan. Di banyak tempat nampak alat berat untuk evakuasi korban dan orang perorangan mengurus reruntuhan rumahnya sambil menyelamatkan miliknya.

Banyak posko, tidak sedikit dapur umum tetapi tidak nampak ada “kemelaratan” dan penderitaan, tidak banyak tenda-tenda darurat di Padang, Orang rupanya cepat diakomodasi di rumah keluarga atau kenalan.

Banyak posko dari berbagai kelompok, dari kota Padang sendiri dan dari Jakarta dan kota lain. Bekerjasama dengan organisasi dan kelompok masyarakat setempat.

Dapur-dapur umum dan posko-posko nampaknya berkelimpahan bahan makanan dan minuman dasar.
1. Di lingkungan umat Katolik ada data sementara pemakaman “masal” 20 jenazah dan kemudian 10 dan 10 pada tgl 2 dan 3 Oktober. Ada kesibukan luar biasa. Yang luka dan butuh perawatan dirawat di RS Yos Sudarso atau lainnya.

Di sana banyak pasien dari tempat lain karena operasi selama 2 hari dijalankan di sana karena RS M Jamil, RS Pusat Daerah lumpuh. Banyak bantuan medis, baik personel maupun peralatan dan obat-obat-obatan. Dan masih akan datang.

2. Keuskupan bekerja secara organisatoris dan koordinatif melalui Karina/Caritas. Sudah ada rekan-rekan dari berbagai lembaga internasional dan nasional yang bergabung. Penilaian dan pemetaan sedang dikerjakan, mau fokus di bidang apa dan dimana dan bagaimana pembagian kerja di antaranya bersama dengan relawan yang terus datang, yang pasti adalah untuk karya dan pelayanan kemanusiaan lintas batas apa pun. Koordinasi dengan Basarnas dan Satkorlak juga ada.

3. Kondisi beberapa fasilitas di lingkungan Gereja/Keuskupan:

4.1.Gereja Katedral: roboh dinding pengimaman dan runtuh bagian di atas altar, sehingga sekarang terbuka. Misa Minggu, 3-4 Oktober sudah harus dilaksanakan di halaman samping, di ruang terbuka. Sedang dinilai apakah masih dapat direhab atau secara konstruksi sudah tidak layak lagi.

4.2.Pastoran (dua lantai): rusak berat. Bagian belakang jatuh dan runtuh menimpa beberapa kendaraan. Bagian lain di depan dan secretariat serta ruang-ruang bicara diragukan masih akan dapat dipugar.

4.3.Rumah Retret Puri Dharma (3 lantai): seluruh bagian belakang dari atas ke bawah runtuh dan rebah, termasuk dua genset 1 besar dan 1 kecil. Bagian lain yang sebenarnya baru dipugar sesudah gempa dua tahun lalu dikhawatirkan tidak lagi layak pugar, apalagi layak pakai. Keuskupan: bagian depannya hancur, roboh, sehingga kamar seorang Pastor di lantai 2 berantakan, dia harus mengungsi. Dua kamar di depan rusak dan bocor berat, penghuninya harus pindah. Ruang pertemuan dan kapel di gedung Utama juga banyak retak dan plafonnnya terbongkar parah. Pipa-pipa air patah, sehingga harus menimba air.

Banyak atap yang runtuh dan merusak bangunan tengah, ruangan Uskup dan refter. Dapur rusak, sehingga kami makan di gang. Kami masih bertahan di rumah ini, karena segan pindah.

4.4.Sekolah-sekolah yang hancur atau rusak total dan tidak dapat lagi digunakan:

4.4.1. Gedung SMA Don Bosko 4 lantai
4.4.2. TK Mariana
4.4.3. SD Theresia
4.4.4. SD Agnes
4.4.5. STBA Prayoga 3 lantai hancur total dan menjadi terkenal karena 16an orang terjebak di dalam dan sedikita yang dievakuasi selamat sedangkan yang lain sudah meninggal dunia Baru selesai evakuasi tgl, 3 Oktober malam..

4.5.Sekolah-sekolah yang rusak amat parah, sehingga kemungkinan harus dibongkar sama sekali adalah:
4.5.1. SMP Maria
4.5.2. SMP Frater
4.5.3. Bangunan/Gedung tua/induk SMA Don Bosko

4.6.Sudah jelas akan tidak mudah menampung kegiatan belajar mengajar untuk semua siswa di semua tingkat dalam ruangan yang makin terbatas, pagi-sore, dan perubahan tempat dan jadual. Suatu pekerjaan besar dan rumit. Terasa kebutuhan untuk menambah ruangan belajar di luar ruang-ruang yang ada sekarang dengan tenda atau lodge darurat.

5. Wisma Sukma Indah (gereja lama) dua lantai, yang digunakan untuk berbagai kelompok kategorial dan pertemuan-pertemuan baik local, maupun nasional di kalangan gereja, rusak berat, fasadenya praktis hancur dan sebagian dinding. Masih berdiri tetapi tidak akan dapat digunakan lagi.

6. Kapel dan biara Sr. SCMM rusak amat sangat berat. Patahan alur gempa amat dekat dengan kompleks ini juga. Asrama puteri, RB dan BP di kompleks ini juga sudah menghkawatirkan, kecuali rumah kayu Woloan yang nampak masih kokoh.

7. RS Yos Sudarso: bagian depan, lantai 2 dan 3 rusak amat berat dan tidak dapat digunakan, Lantai dasar dipakai karena terpaksa. Seluruh bagian lama RS ini, klinik, labor, ruangan-ruangan inap segala kelas, praktis ditinggalkan dan dialihkan ke tembok-tembok dan gang-gang rumah sakit, ke kamar makan dan tenda-tenda. Yang masih agak kokoh adalah Kamar Operasi dan Paviliun Edelweis, khusus untuk .maternitas. Bertahan juga biara Suster dan Rumah Untuk Orangtua di kompleks itu.

Asrama perawat 3 lantai yang berada di belakang RS juga praktis habis.

8. Keuskupan: lantai dua bagian depan ambruk dan merongrong pendopo dan kamar di bawahnya, dua kamar di lantai dua dan satu jadi amat terpengaruh. Bagian belakang secara simetris terjadi yang sama, hanya belum runtuh. Kamar-kamar kebanyakan tidak dapat dipakai karena bocor, atap luruh. Dinding-dinding banyak retak dan ter”kelupas”. Dengan sedikit rasa aman kami masih menghuninya, tetapi pindah-pindah kamar.

9. Amat dibutuhkan penilaian berdasarkan ilmu dan pengalaman tentang keadaan gedung-gedung, apa dan sejauh mana layak huni, layak rehabilitasi/renovasi atau sama sekali harus dimasukkan daftar tak terpakai secara menyeluruh dan menetap untuk selamanya.

Demikian sepintas. Untuk emergency tetap diperlukan bantuan, tetapi kami sudah langsung menatap ke depan dengan beban-beban yang amat lumayan.

Salam dan hormat!

Martinus D. Situmorang, OFM Cap
Uskup Padang

Wednesday 7 October 2009

MISA LINGKUNGAN DAN DOA ROSARIO

Kepada
Yth. Bp/Ibu/Sdr/Sdri Jemaat Santher,

Berkat Tuhan,
Kita semua diundang dalam Misa Lingkungan yang akan diadakan pada Kamis, 8 Oktober 2009 pkl 19.30 WIB bertempat di kediaman Bp. M. Padmanaba (FA 8/7, sebelah rumah lama).
Dan dalam rangka menyambut Bulan Maria, kita juga diundang dalam doa rosario yang akan dilaksanakan setiap hari Sabtu pukul 19.00 WIB bertempat di:

10 Okt 09, Kel.Bp. Efraim P. Ladjar, FM 1/4
17 Okt 09, Kel. Ibu Ida Situmorang, FD 7/15
24 Okt 09, Kel. Bp. M. Ichwan Setyarno, FE 7/16
31 Okt 09, Kel. Bp. H. Rony Adrianto, FA 5/7

Salam Damai
Sie Liturgi

PERAJAM

Catatan:
Di bawah ini adalah tulisan Gunawan Mohammad yang ditulis di http://www.tempoint eraktif.com/ hg/caping/ /2009/09/ 28/mbm.20090928. CTP131488.
id.html dengan judul: Perajam, pada hari Senin, 28 September 2009
Kutipan ini saya dapatkan dari milis canisi83 yang diposting oleh Rm Andri Atmoko OMI, Provinsial OMI Provinsi Indonesia. Rm Andri sempat menulis: apakah para anggota DPRD di beberapa tempat seperti di Aceh Nangro Darusalam juga membaca tulisan ini? Buat Anda: selamat merenungkan... Tuhan memberkati Bapak Gunawan Mohammad!
(Thomas A. Sutadi)


INI sebuah cerita yang telah lama beredar, sebuah kisah yang termasyhur dalam Injil, yang dimulai di sebuah pagi di pelataran Baitullah, ketika Yesus duduk mengajar.

Orang-orang mendengarkan. Tiba-tiba guru Taurat dan orang Farisi datang.
Mereka membawa seorang perempuan yang langsung mereka paksa berdiri di tengah orang banyak.

Perempuan itu tertangkap basah berzina, kata mereka. ”Hukum Taurat Musa memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian dengan batu,” kata para pemimpin Yahudi itu pula. Mereka tampak mengetahui hukum itu, tapi toh mereka bertanya: ”Apa yang harus kami lakukan?”

Bagi Yohanes, yang mencatat kejadian ini, guru Taurat dan orang Farisi itu memang berniat ”menjebak” Yesus. Mereka ingin agar sosok yang mereka panggil ”Guru” itu (mungkin dengan cemooh?) mengucapkan sesuatu yang salah.

Saya seorang muslim, bukan penafsir Injil. Saya hanya mengira-ngira latar belakang kejadian ini: para pakar Taurat dan kaum Farisi agaknya curiga, Yesus telah mengajarkan sikap beragama yang keliru. Diduga bahwa ia tak mempedulikan hukum yang tercantum di Kitab Suci; bukankah ia berani melanggar larangan bekerja di ladang di hari Sabbath? Mungkin telah mereka dengar, bagi Yesus iman tak bisa diatur pakar hukum. Beriman adalah menghayati hidup yang terus-menerus diciptakan Tuhan dan dirawat dengan cinta-kasih.

Tapi bagi para pemimpin Yahudi itu sikap meremehkan hukum Taurat tak bisa dibiarkan. Terutama di mata kaum Farisi yang, di antara kelompok penganut Yudaisme lain, paling gigih ingin memurnikan hidup sehari-hari dengan menjaga konsistensi akidah.

Maka pagi itu mereka ingin ”menjebak” Yesus.

Tapi Yesus tak menjawab. Ia hanya membungkuk dan menuliskan sesuatu dengan jari-jarinya di tanah. Dan ketika ”pemimpin Yahudi itu terus-menerus bertanya,” demikian menurut Yohanes, Yesus pun berdiri. Ia berkata, ”Barangsiapa di antara kamu yang tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.” Lalu Yesus membungkuk lagi dan menulis di tanah.

Suasana mendadak senyap. Tak ada yang bertindak. Tak seorang pun siap melemparkan batu, memulai rajam itu. Bahkan ”satu demi satu orang-orang itu pergi, didahului oleh yang tertua.” Akhirnya di sana tinggal Yesus dan perempuan yang dituduh pezina itu, kepada siapa ia berkata: ”Aku pun tak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”

Tak ada rajam. Tak ada hukuman. Kejadian pagi itu kemudian jadi tauladan:
menghukum habis-habisan seorang pendosa tak akan mengubah apa-apa; sebaliknya empati, uluran hati, dan pengampunan adalah laku yang transformatif.

Tapi bagi saya yang lebih menarik adalah momen ketika Yesus membungkuk dan menuliskan sesuatu dengan jarinya ke atas tanah. Apa yang digoreskannya?

Tak ada yang tahu. Saya hanya mengkhayalkan: itu sebuah isyarat. Jika dengan jarinya Yesus menuliskan sejumlah huruf pada pasir, ia hendak menunjukkan bahwa pada tiap konstruksi harfiah niscaya ada elemen yang tak menetap.
Kata-kata—juga dalam hukum Taurat—tak pernah lepas dari bumi, meskipun bukan dibentuk oleh bumi. Kata-kata disusun oleh tubuh (”jari-jari”), meskipun bukan perpanjangan tubuh. Pasir itu akan diinjak para pejalan: di atas permukaan bumi, memang akan selalu melintas makna, tapi ada yang niscaya berubah atau hilang dari makna itu.

Di pelataran Bait itu, Yesus memang tampak tak menampik ketentuan Taurat. Ia tak meniadakan sanksi rajam itu. Tapi secara radikal ia ubah hukum jadi sebuah unsur dalam pengalaman, jadi satu bagian dari hidup orang per orang di sebuah saat di sebuah tempat. Hukum tak lagi dituliskan untuk siapa saja, di mana saja, kapan saja. Ketika Yesus berbicara ”barangsiapa di antara kamu yang tak berdosa”, hukum serta-merta bersentuhan dengan ”siapa”, bukan ”apa”—dengan jiwa, hasrat, ingatan tiap orang yang hadir di pelataran Bait di pagi itu.

Para calon perajam itu bukan lagi mesin pendukung akidah. Mendadak mereka melihat diri masing-masing. Aku sendiri tak sepenuhnya cocok dengan hukum Allah. Aku sebuah situasi kompleks yang terbentuk oleh perkalian yang simpang-siur. Kemarin apa saja yang kulakukan? Nanti apa pula?

Dan di saat itu juga, si tertuduh bukan lagi hanya satu eksemplar dari ”perempuan-perempuan yang demikian”. Ia satu sosok, wajah, dan riwayat yang singular, tak terbandingkan—dan sebab itu tak terumuskan. Ia kisah yang kemarin tak ada, besok tak terulang, dan kini tak sepenuhnya kumengerti.
Siapa gerangan namanya, kenapa ia sampai didakwa?

Perempuan itu, juga tiap orang yang hadir di pelataran itu, adalah nasib yang datang entah dari mana dan entah akan ke mana. Chairil Anwar benar:
”Nasib adalah kesunyian masing-masing”.

Dalam esainya tentang kejadian di pelataran Baitullah itu, René Girard—yang menganggap mimesis begitu penting dalam hidup manusia—menunjukkan satu adegan yang menarik: setelah terhenyak mendengar kata-kata Yesus itu, ”satu demi satu orang-orang itu pergi….” Pada saat itulah, dorongan mimesis—hasrat manusia menirukan yang dilakukan dan diperoleh orang lain—berhenti sebagai faktor yang menguasai perilaku. Dari kancah orang ramai itu muncul individu, orang seorang. ”Teks Injil itu,” kata Girard, ”dapat dibaca hampir secara alegoris tentang munculnya ke-person-an yang sejati dari gerombolan yang primordial.”

Tapi kepada siapakah sebenarnya agama berbicara: kepada tiap person dalam kesunyian masing-masing? Atau kepada ”gerombolan”? Saya tak tahu. Di pelataran itu Yesus membungkuk, membisu, hanya mengguratkan jarinya. Ketika ia berdiri, ia berkata ke arah orang banyak. Tapi sepotong kalimat itu tak berteriak.

*Goenawan Mohamad*

Monday 5 October 2009

LATIHAN KOOR OKTOBER 2009

Sehubungan dengan tugas-tugas Koor di Katedral dan Gereja St Ignatius Semplak, Koor Santher mengadakan latihan koor pada Minggu 4 Oktober pk 19.00 di rumah Ibu Sri Wawan, dan pada Minggu 11 Oktober pk. 19.00 di rumah Bapak Ispranto. Jadwal latihan yang lain akan diberitahukan kemudian oleh pengurus lingkungan.

Untuk tugas koor Minggu 11 Oktober pk 7.00 di Katedral, Koor Santher akan didukung oleh sebagian anggota Koor Exultate. Sedangkan untuk tugas Sabtu 17 Oktober pk 17.00 di Gereja St Ignatius, Koor Santher akan dibantu oleh keluarga Bapak Nurwiyono dari Lingkungan Santo Mikael.

RAPAT SEKSI LITURGI PAROKI KATEDRAL BMV OKTOBER 2009

NOTULEN
Rapat Seksi Liturgi Paroki Katedral
Hari & Tanggal : Minggu 4 Oktober 2009 Pk 11.00 - 13.00
Pimpinan Rapat : Ketua Seksi Liturgi

Pokok-pokok Pembahasan:
1. SEKSI LEKTOR
a. Seksi Lektor hendak ikut serta Parade Paduan Suara Katedral bulan Desember. Sedang diusahakan untuk membuat seragam sendiri karena busana liturgi tidak boleh dikenakan di luar kepentingan liturgi.
2. Pada akhir bulan Oktober akan diadakan acara nonton bareng: untuk belajar dan rekreasi bersama.
3. Aklamasi doa umat untuk cara kedua akan digunakan sampai dengan akhir tahun.
4. Mike di mimbar tidak boleh ditekuk-tekuk secara kasar... harus pelan.

2. SEKSI MISDINAR
a. Diperlukan seorang pastor pendamping atau pembimbing tetap.
b. Perlu ada latihan bersama para prodiakon, khususnya untuk misa-misa hari raya.
c. Perlu ada barang-barang inventaris baru untuk menggantikan yang telah rusak: gong kayu, bel kayu, dll.
d. Perlu komitmen semua anggota untuk melaksanakan tugas.

3. SEKSI BUNGA
a. Tempat sampah sudah disediakan untuk seksi bunga.
b. Dibutuhkan beberapa relawan untuk membantu seksi bunga.

4. SEKSI KEBERSIHAN
a. Masih ada wilayah yang tidak bertugas membersihkan gereja walaupun telah dijadwalkan.
b. Peralatan kebersihan harus disediakan/diganti setidak-tidaknya setahun sekali.

5. SEKSI TTK
a. Petugas seksi liturgi yang betugas saat ini menggunakan pin berwarna kurning bertuliskan LITURGI agar dikenali umat.
b. Juklak (petunjuk pelaksanaan) tugas TTK dapat diperoleh di sekretariat paroki atau dapat diminta kepada Bapak Darma di email dsangku@yahoo.com
c. Kesadaran sebagian petugas TTK terhadap Sakramen Mahakudus masih kurang, khususnya kelihatan pada saat Prodiakon membawa Hosti. Seharusnya para petugas TTK menjadi contoh bagi umat.
d. Para petugas TTK tidak boleh bercanda, apalagi hanya sekedar kumpul-kumpul.

6. SEKSI KOOR
1. Setiap dirigen atau kelompok koor yang bertugas diwajibkan melatih umat beberapa aklamasi yang belum dinyanyikan dengan benar oleh umat. Latihan bersama umat dilakukan sekitar 15 menit sebelum perayaan ekaristi dimulai.
2. Aklamasi cara kedua akan digunakan sampai dengan akhir tahun supaya semua koor, umat dan para imam dapat menguasai semua aklamasi dengan baik.
3. Telah diadakan 2 kali pelatihan bagi para dirigen dan dirigen baru. Pelatihan bulan Oktober akan diadakan Minggu 25 Oktober. Pelatihan ini sebenarnya terbuka bagi siapa pun... hanya saja fokusnya memang bagi para dirigen baru.

7. PROGRAM KERJA DEWAN PASTORAL PAROKI
Sehubungan dengan akan dimulainya masa kerja Dewan Pastoral Paroki Katedral 2010-2012, Paroki akan mengadakan 3 program bersama (di luar program setiap seksi yang rutin) di bidang Rekatekisasi, Pendidikan Nilai dan Pemberdayaan Ekonomi Umat. Kemungkinan besar untuk tahun 2010 akan dimulai dengan Rekatekisasi bidang Sakramen, Pendidikan Habitus Baru untuk Pendidikan Nilai, dan Pemberdayaan Ekonomi Umat lewat Credit Union.
Seksi Liturgi dapat dan harus ambil bagian dalam program kerja Dewan Paroki tersebut lewat kegiatan-kegiatan yang berhubungan dan mendukung program kerja tahunan itu.

8. FESTIVAL/PARADE KOOR
Akan dilaksanakan Desember 2009. Sampai sekarang sudah ada sekitar 20 kelompok koor yang mendaftar. Sebagian kelompok sudah memanfaatkan anggota paguyuban dirigen untuk berlatih.

9. LAIN-LAIN
a. Akan diadakan rekatekisasi bagi para praktisi liturgi setiap kali ada rapat seksi liturgi paroki. Setiap bulan akan ada tema baru yang akan dibahas sehingga para praktisi akan memperoleh banyak pengetahun dan peneguhan.
b. Direncakan untuk diadakan pertemuan khusus bagi para petugas di tingkat paroki untuk kegiatan keakraban... supaya kerja sama dapat lebih erat lagi.

Thursday 1 October 2009

PESTA NAMA LINGKUNGAN SANTA THERESIA

Hari ini, Kamis 1 Oktober 2009, Lingkungan Santa Theresia merayakan pesta nama santa pelindung lingkungan, yaitu Santa Theresia Lisieux atau juga dikenal sebagai Santa Theresia dari Kanak-kanak Yesus.

Administrator blog Lingkungan Santher Bogor Raya Permai mengucapkan selamat pesta nama kepada seluruh umat lingkungan. Semoga semangat kerendahan hati dalam pelayanan dan hidup sehari-hari menjadi semangat seluruh umat dan pengurus.

Santa Theresia, doakanlah kami.

Tuhan memberkati.
Admin Santher