Thursday 27 February 2020

SUKA DUKA PASTOR


Tulisan ini kami dapatkan dari beberapa grup WA. Terima kasih kepada seorang penulis yang membagikan gagasan ini kepada kita semua. Semoga berguna bagi umat lingkungan Santa Theresia Bogor Raya Permai. Shalom.

Aku ingin, supaya kamu hidup tanpa kekuatiran. Orang yang tidak beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara Tuhan, bagaimana Tuhan berkenan kepadanya. (1 Korintus, 7:32).

'Hidup Pastor itu enak ya?' Sering kali mendengar pertanyaan demikian. Bagi sebagian orang, hidup pastor terlihat ‘enak’. tidak perlu mikir makan-minum, pakaian, rumah, biaya ini itu, bahkan masa depan. Mau perlu apapun bisa dipenuhi. Mau kemanapun ada sarana dan cara. Lagi pula banyak umat yang berbaik hati dan bersedia membantu. Pastor sepertinya tak punya beban hidup. Dan masih banyak hal ‘enak’ lainnya yang dipikirkan orang.

Tetapi, bukankah pastor juga mengalami hal² yang *‘tidak enak?'* Waktu pastor bukanlah miliknya sendiri. Sebagian besar waktunya didedikasikan untuk banyak orang. Ia harus siap dipanggil siang atau malam. Kadang kesendirian dan kesepian sebagai manusia menderanya. Belum lagi ikatan emosional dengan keluarga dan teman² yang kadang melintas dan tak terbendung.

Dalam karya pelayanan, pastor tidak bisa memilih tempat yang disukai. Ia harus taat diutus kemanapun oleh pimpinan. Kalau sudah nyaman di suatu tempat, ia bisa saja dipindahkan ke tempat lain. Kadang ia ditempatkan di daerah terpencil dengan medan pelayanan yang berat atau kehidupan yang keras dan sulit.

Dalam hidup komunitas, seorang pastor tidak bisa memilih siapa rekannya. Ia harus menerima siapapun. Kadang ia berhadapan dengan rekan yang karakter, hobi atau minatnya bertolak belakang yang bisa memicu adanya konflik. Tidak ada milik pribadi. Semua adalah milik bersama dengan uang saku yang sama. Dalam pergaulan, jika pastor jarang ngobrol dengan umat dibilang jaim, angkuh atau apalah. Tapi kalau akrab dengan umat, dibilang cari perhatian atau malah jadi bahan gosip. Jadi, ada juga hal yang tidak enak jadi pastor menurut standar manusia.

Tapi bagi seorang pastor, hidup ini bukan soal *‘enak atau tidak’* melainkan bahagia atau tidak. Melalui tahbisan imamat, ia diutus untuk memancarkan kebahagiaan dan mewartakan kabar gembira. Kebahagiaan itu bukanlah soal materi atau hal yang nampak dipermukaan, melainkan kebahagiaan yang lahir dari cara hidup dan penghayatan imamat.

Selama imamat membuat bahagia, maka hal yang *‘enak atau tidak’* tetaplah menjadi sarana bukan tujuan. Tujuan imamat bukan soal seberapa banyak sarana yang dimiliki, tetapi seberapa jauh dan dalam kebahagiaan serta sukacita Tuhan menjangkau orang lain.

Apa kekuatannya? Hidup seorang pastor melulu karena rahmat dan kasih Tuhan. Tuhan selalu punya cara untuk menuntun seorang pastor sebagai pelayan-Nya melewati dinamika suka-duka hidup ini.

Bagaimanapun juga pastor adalah manusia yang punya kelemahan. Kehadiran pastor bisa saja menjengkelkan karena pastor terlalu egois, otoriter dan merasa paling berkuasa, yang punya orientasi material lebih besar dari pada spiritual dan sebagainya. Kadang ia jatuh dalam dosa.

Itulah sebabnya pastor harus selalu berdoa, merenung, retret, meditasi dan mengolah diri agar menyadari kelemahan diri dan memperbaikinya.

Apapun kelemahannya, pastor adalah orang biasa yang dipanggil Tuhan untuk melaksanakan hal-hal yang luar biasa. Melalui seorang pastor, Tuhan bisa saja membuat orang yang kehilangan harapan kembali mendapatkan harapan. Orang yang kering hidupnya mengalami kesegaran, orang yang lemah mendapatkan kekuatan, orang yang sedih mendapatkan kegembiraan, dll.

Dalam diri seorang pastor......
Tuhan sedang berkarya demi keselamatan jiwa-jiwa

Wednesday 26 February 2020

PUASA MENURUT ST YOHANES KRISOSTOMUS


PUASA
(oleh St. Yohanes Krisostomus)

Nilai dari puasa
bukan hanya terletak pada persoalan menghindari makanan-makanan tertentu,
tetapi juga berhenti dan
melepaskan diri dari perbuatan-perbuatan dosa.
Seseorang yang membatasi puasa
dengan hanya berpantang daging
sesungguhnya merendahkan arti dari puasa itu sendiri.

Apakah kamu berpuasa?
Buktikanlah dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik.
Jika kamu melihat orang yang membutuhkan,
berbelas kasihlah kepada mereka.
Jika kamu melihat temanmu ditinggikan,
janganlah menjadi iri hati.
Untuk puasa yang sejati,
kamu tidak dapat hanya berpuasa dengan mulutmu.
Kamu harus berpuasa dengan matamu, telingamu, kakimu,
tanganmu dan dengan seluruh anggota tubuhmu.
 
Berpuasalah dengan tanganmu,
dengan menjaganya bersih dari keserakahan dan kekotoran.
Berpuasalah dengan kakimu,
dengan menjaganya tidak pergi ke tempat-tempat
yang dapat membawamu jatuh ke dalam dosa.
Berpuasalah dengan matamu,
dengan tidak membiarkannya melihat hal-hal yang tidak pantas.

Jika kamu menganggap puasa
hanya sebagai serangkaian larangan,
kamu akan semakin ingin melakukan hal-hal yang justru dapat mengancam keselamatan jiwamu.
Tetapi jika kamu dapat menilai puasa
sebagai sesuatu yang menyelamatkan,
puasamu akan semakin berharga.
Karena penilaianmu terhadap puasalah yang akan mempengaruhi perbuatanmu.

Adalah sangat bodoh, bila kamu tidak makan daging
atau makan makanan lain dengan alasan berpuasa,
tetapi anggota tubuhmu yang lain melakukan hal-hal yang tidak benar.

Katamu, kamu tidak makan daging?
Tetapi kamu membiarkan telingamu mendengarkan hal-hal yang tidak benar.
Tahukah kamu, kamu harus berpuasa dengan telingamu juga!
Artinya tidak membiarkannya mendengarkan hal-hal yang cabul,
perkataan-perkataan yang jahat dan tidak benar tentang sesama.
 
Selain berpuasa dengan tidak makan makanan tertentu,
mulutmu juga harus berpuasa dengan tidak membiarkannya
mengeluarkan kata-kata kotor, makian, gosip, juga berbohong.

Apa bagusnya bila kamu tidak makan daging sapi atau daging ayam,
tetapi kamu menggigit dan memangsa sesamamu manusia?

Tuesday 25 February 2020

SELAMAT MEMASUKI MASA PANTANG & PUASA

5 PERTANYAAN TENTANG RABU ABU YANG SERING DI TERIMA UMAT KATOLIK

Esok, umat Katolik di seluruh dunia akan merayakan Hari Rabu Abu. Rabu Abu adalah hari di mana umat Katolik memulai masa pertobatan atau permulaan masa Prapaskah.

Banyak perayaan khas dengan suasana tobat yang akan di jalani umat Katolik selama masa Prapaskah. Mulai dari puasa, aksi puasa pembangunan, pengakuan dosa, hingga Jalan Salib.

Sejumlah ritual itu adalah siklus yang terus terulang tiap tahun. Namun, terkadang ada hal-hal sederhana yang luput dari perhatian. Kita kaget sendiri ketika sesama umat Katolik atau umat dari agama lain bertanya tentang hal-hal sederhana itu.

Berikut ini adalah *5 pertanyaan tentang hari raya Rabu Abu* yang sering diajukan kepada umat Katolik. Ketika kamu bertemu dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu, kamu harus menjawab demikian.

1. Abu yang dioleskan di dahi itu terbuat dari apa?

Orang mungkin saja bertanya, dari mana abu yang dioleskan di dahi dalam Misa Rabu Abu? Atau abu tersebut di buat dari bahan apa?

Ternyata abu yang kita terima dalam bentuk olesan tanda salib di dahi itu dibuat dari debu hasil pembakaran daun palma yang diberkati pada Minggu Palma tahun sebelumnya. Daun palma dalam tradisi umat Katolik mengandung makna kemenangan.

2. Kenapa harus abu?

Dasar jawaban untuk pertanyaan ini adalah kitab Kejadian 2:7. Disana di katakan bahwa Allah menciptakan Adam dari ‘debu’. Dan ada juga kisah tentang Yesus menyembuhkan orang buta dengan mengoleskan tanah kepada mata orang buta itu, dalam kitab Yohanes 9:6.

Dengan abu yang kita terima, kita kembali di tandai untuk menyambut hidup Yesus Kristus yang sanggup memperbarui dan menyempurnakan kita kembali.

3. Kenapa di oleskan di dahi?

Abu di oleskan di dahi untuk membantu kita mengenali kembali area spiritual, tempat dimana kita dapat berkembang dan area kedosaan mana yang harus kita jauhi. Dahi (dan kepala) adalah tempat pikiran dan akal budi bekerja.

Untuk bertobat kita mesti berpaling dari dosa dan mengarah kepada Allah. Kita menggunakan abu sebagai ekspresi bahwa kita perlu memperbarui kembali iman kita.

4. Doa apa yang pas untuk di doakan setelah menerima abu?

Segalam macam doa yang diujarkan dengan penuh penghayatan pasti di dengar oleh Tuhan. Doa yang di maksud bisa dalam bentuk doa spontan atau doa-doa yang sudah disiapkan dalam buku-buku liturgi.

Tapi kalau kamu masih bingung untuk mencari doa yang cocok, kamu bisa memilih dari kitab Mazmur yang mengandung tema pertobatan. Kamu bisa memilih Mazmur 6 atau Mazmur 32. Daraskan salah satu sebagai doa.

5. Masa Prapaskah berlangsung berapa lama?

Terhitung sejak Rabu Abu, umat Katolik akan merayakan masa pertobatan atau masa Prapaskah selama 4O hari, tanpa menghitung hari Minggu. Masa Prapaskah akan selesai atau genap 40 hari pada hari Sabtu sebelum hari Minggu Palma.

Angka empat puluh ini mengingatkan kita akan perjalanan bangsa Israel selama 40 tahun di padang gurun dan puasa Yesus selama 40 hari. Selama empat puluh hari ini umat Katolik melakukan ziarah iman.

Ini sejumlah pertanyaan yang bisa kamu jumpai dalam keseharian. Apalagi, minggu ini kita akan merayakan hari Rabu Abu sehingga 5 pertanyaan ini bisa membantu kamu untuk menghayati perayaan tersebut dengan lebih baik.