Wednesday 14 January 2009

SELAMAT JALAN PAK SITUMORANG


SABTU, 10 JANUARI 2009
Sabtu pagi, sekitar pk. 9.30, saya, Panda dan Maxi hendak berangkat ke rumah Bapak & Ibu Floor Sutrisno di Cimanggu karena mereka sedang merayakan 40 tahun perkawinan. Baru saja saya masuk mobil, Ibu Ida bergegas menuju mobil kami dan memberi tahu bahwa Bapak Situmorang berada dalam keadaan kritis di rumah sakit Mitra Internasional Jatinegara...

Kami berdua kaget karena selama beberapa waktu ini memang tidak ada kabar yang kami terima tentang Bapak Situmorang. Setiap kali saya lewat di depan rumahnya, tidak ada orang di dalam. Saya hanya berpikir bahwa keluarga Bapak Situmorang, terutama Olga dan adik-adiknya, sedang berlibur di Jakarta.

Saya melihat wajah serius Ibu Ida... dan dengan mata berkaca-kaca beliau meminta doa-doa kita umat Santa Theresia bagi Bapak Situmorang. Segera setelah kami berangkat, Maxi pun segera mengirim beberapa SMS ke rekan-rekan Santher: Pak Jack, Pak Hadi, Bu Ratna, Pak Eddy Bambang, Ibu Basuki, Ibu Adjeng, dll. Tetapi karena kami harus mengikuti misa di Cimanggu tersebut dan melanjutkan pekerjaan kami, kami tidak bisa memantau perkembangan berikutnya. Menurut cerita yang saya dengar dari Ibu Erma, tetangga kami yang rumahnya di seberang Pak Situ, Ibu Ida sempat memberi tahu Ibu Fransiskus Ferry tentang keadaan Bapak Situmorang...

Saya memimpin latihan koor Exultate di Katedral hingga sektiar pk. 21.30 dan tiba di rumah sekitar pk. 22.00. Ternyata ketika saya berada di Katedral sebelumnya, beberapa sahabat Santher di bawah koordinasi Pak Totok telah berinisiatif untuk menghadapi hal-hal yang tidak diharapkan... Pak Totok, Pak Nobo, Pak Ronny dan Pak Jack berangkat ke RSMI dalam dua mobil berbeda untuk menemani Ibu Ida dan keluarga, sementara Pak Hadi dan Pak Fendy berjaga-jaga di Bogor Raya Permai.

Sekitar jam 22.10 saya menerima SMS dari Pak Hadi yang memberi tahu bahwa kondisi Bapak Situmorang sangat kritis dan umat Santher dihimbau untuk berdoa bersama kendati dilakukan di rumah masing-masing. Saya dan Maxi juga mendapat SMS dari Pak Totok tentang keadaan Pak Situ. Pada pukul 23.40 saya menerima SMS dari Pak Totok yang berisi pemberitahuan bahwa Pak Situ sudah tiada... Siapa pun pasti terhenyak... tidak percaya...

Kontak dengan rekan-rekan Santher lewat telepon dan SMS sangat intens... malam itu dan dalam hitungan menit... sebagian besar kepala keluarga Santher telah hadir di rumah Bapak Situmorang... Pak Fendy, Pak Hadi Karyono dan Pak Hendra Tanamas dengan cekatan mengarahkan kita semua untuk bergerak: membersihkan lingkungan dalam rumah, meminjam tenda dan kursi di masjid Baitussalam, mencari bambu, memasang kursi dan tenda, dan mengatur berbagai hal. Ibu-ibu Santher pun ... Bu Ari, Maxi, Bu Ispranta dan lain-lain tidak ketinggalan untuk terlibat: membereskan ruangan, membersihkan ruang utama, menyingkirkan jemuran-jemuran dll....

MINGGU, 11 JANUARI 2009
Sekitar pukul 01.30 tenda dan kursi telah diatur dengan rapi... Saya terkagum-kagum dengan gerak cepat rekan-rekan Santa Theresia.... dan ketika semua telah siap... sejauh yang bisa kita siapkan, kita pun menunggu kedatangan keluarga dan jenazah. Adik, sepupu dan saudara-saudara Pak Situ pun satu persatu mulai berdatangan....

Sekitar pukul 2.30, Ibu Ida beserta anak-anak dan ibunda Bapak Situmorang tiba di rumah... suasananya sangat mengharukan... Ibu Ida terlihat tegar... sementara ibunda Bapak Situmorang menangis... kita dapat memahami dan merasakan kesedihan mereka semua.

Sekitar pukul 3.30 jenazah Bapak Situmorang tiba. Suasana haru sangat terasa. Kita benar-benar sedih melihat sahabat kita dibaringkan di rumahnya.
Satu setengah bulan yang lalu kita masih bisa mendengar canda tawanya... Waktu itu kita masih bisa menyaksikan semangatnya untuk bernyanyi... kini ia terbujur kaku di situ.

Sekitar pukul 4.00 Pak Hendra Tanamas atas nama lingkungan Santa Theresia menyambut jenazah Bapak Situmorang (Ketua Lingkungan Santa Theresia) dan memimpin doa bersama untuk almarhum dan keluarganya. Sesudah itu, kita serahkan segala persiapan lain kepada keluarga besar Bapak Situmorang... mengingat akan ada pertemuan-pertemuan keluarga seturut kebiasaan dan adat mereka (Batak). Kita pun pulang ke rumah masing-masing.

Karena saya tidak tidur, saya dapat menyaksikan betapa banyak orang yang datang untuk menyampaikan bela sungkawa... dari pagi jumlahnya tidak terhitung... Melihat hal itu saya sudah yakin bahwa Pak Situ memang bukan orang biasa...

Selanjutnya saya tidak tahu persis apa yang terjadi karena pada jam 7 pagi saya harus memimpin tugas koor Exultate di Katedral. Jam 10-an saya dan Maxi harus ke Jakarta karena ikut serta dalam acara keluarga (kondangan). Dan ketika pulang... ada kabar bahwa kakak ipar saya masuk rumah sakit... kena DB... Jadi, saya tidak bisa segera pulang.

Tetapi yang jelas, sesuai rencara, pukul 8 pagi diadakan Ibadat Sabda. Umat Santa Theresia sekali lagi berkumpul untuk berdoa... Sebagian dari kita yang malam sebelumnya tidak dapat hadir... pagi ini hadir untuk memberikan hormat dan doa bagi Pak Situ dan keluarga.

Ketika saya pulang sore hari, jalan-jalan di sekitar rumah Pak Situ penuh dengan kendaraan... saya pun harus memarkir mobil di depan rumah Pak Basuki... dan harus berjalan kaki ke rumah... Orang-orang hilir mudik, datang dan pergi, dari dan ke rumah Bapak Situ... Melihat hal seperti ini, saya hanya punya satu kalimat: Pak Situ adalah orang yang sangat dikenal dan dicintai banyak orang. Selama ini kita yang ada di Santher barangkali hanya mengenal beliau sebagai ketua lingkungan... kita memang tahu beliau sangat aktif di kegiatan-kegiatan partai politik dan organisasi-organisasi lainnya, namun kita tidak tahu secara lebih terperinci tentang aktivitas beliau... Tetapi melihat kenyataan begitu banyaknya orang yang melawat jenazahnya, kita tidak dapat memungkiri bahwa beliau adalah orang yang sangat hebat namun “low profile”... rendah hati...

Minggu malam sekitar pukul 19.15 diadakan doa rosario bersama yang dipimpin oleh Bapak Hadi Karyono. Ruangan bagian dalam dipenuhi oleh umat Santher... dan rupanya banyak dari umat yang terpaksa tidak dapat masuk... Ibunda Bapak Situmorang sempat meminta kita untuk menyanyikan sekali lagi lagu PS. 715 “Jikalau Gandum”. Seingat saya, Bapak Situ sangat menyukai lagu itu... mungkin juga karena lagu tersebut dibuat dalam lokakarya komposisi PML di Keuskupan Agung Medan... dan ada gaya khas Batak di dalamnya... Kita sendiri menyukai lagu itu... Pak Heri yang sudah lama tidak terlibat di Koor Santher karena kesibukan tugas-tugasnya pun masih ingat betul lagu itu... Sementara itu, di luar rumah, diadakan pertemuan adat... kedua kegiatan itu berlangsung lancar... Di akhir doa bersama, salah satu wakil keluarga menyampaikan ucapan terima kasih dan memberi tahu kita tentang aktivitas Bapak Situ dalam partai politik, PMKRI di Sumatera Utara dan PMKRI Pusat serta kedekatan Pak Situ dengan para uskup, terutama di Sumatra Utara. Ibu Ida juga memohonkan maaf atas kesalahan-kesalahan Bapak Situ selama memimpin Lingkungan Santa Theresia.

Malam makin larut... rumah Pak Situ masih dikunjungi banyak pelayat dan keluarga...

SENIN, 12 JANUARI 2009
Pagi hari, Bapak Kaston Situmorang –adik Pak Situ—menemui saya untuk minta tolong mencarikan informasi tentang video shooting. Ya... keluarga memerlukannya untuk mengabadikan acara adat yang akan diselenggarakan sekitar pk. 10.00-13.00. Saya dan Maxi menelpon beberapa orang dan beberapa tempat yang biasa melayani permintaan video shooting... namun kami tidak berhasil. Untunglah akhirnya Pak Kaston mengirim SMS bahwa keluarga telah berhasil mendapatkannya.

Saya dan sebagian besar umat Santher tidak mengikuti acara adat ini. Kebanyakan dari kita berangkat kerja supaya pada siang-sorenya kita bisa mendapatkan izin dari kantor untuk dapat mengikuti Misa Requiem bagi Pak Situ. Namun saya tahu pasti... Pak Totok, Pak Hadi, Pak Jack, Pak Nobo dan lain-lain saling berkoordinasi agar pelaksanaan misa requiem nantinya dapat berjalan baik.

Pukul 14.00 diadakan Misa Requiem di Gereja Santo Ignatius Loyola di Wilayah Santo Petrus Semplak. Hujan dan gerimis tidak menyurutkan kemauan banyak orang untuk mengikuti misa tersebut. Gereja penuh. Bangku koor penuh juga dengan warga Santher... semua ingin terlibat. Misa dipersembahkan oleh Romo Agustinus Adi Indiantono dari Wisma Keuskupan Bogor. Putri Pak Situ, yaitu Olga, menjadi lektris... Ini pengalaman luar biasa baginya karena Olga memang sedang belajar menjadi lektris dan ia pernah mengutarakan keinginannya kepada salah seorang pengurus lingkungan bahwa suatu saat ia ingin menjadi lektor di hadapan ayahnya. Walaupun dalam suasana kesedihan, keinginan Olga terwujud... Kita sangat terharu akan hal ini.

Dalam khotbahnya, Romo Adi menggarisbawahi soal iman akan Tuhan... kita percaya bahwa kematian adalah pintu menuju kepada persatuan dengan Allah secara kekal dan bahagia... Kita percaya bahwa Pak Situ akan dipersatukan dengan Yesus yang selama ini dicintai dan dibelanya... dengan jiwa raganya.

Sekitar pukul 15.20, jenazah Bapak Parulian Fransiskus Situmorang dibawa dengan mobil amulance, didahului oleh mobil polisi dan diikuti puluhan kendaraan para pelayat dan keluarga menuju Pemakaman Gunung Gadung, Cipaku, Bogor.

Upacara pemakaman dipimpin oleh Bapak Hendra Tanamas, prodiakon lingkungan Santa Theresia.

SELAMAT JALAN
Bapak Parulian Fransiskus Situmorang,
Bapak sudah meninggalkan banyak jasa bagi kami.
Bapak sudah meninggalkan banyak kenangan bagi kami:
Sikap rendah hati, low profile, spontan, apa adanya, jujur, blak-blakan, rela berkorban... semua menjadi teladan bagi kami.
Selamat jalan... Requiescat in pace.
Dan ketika Bapak sudah mencapat Firdaus abadi..., jangan lupa untuk mendoakan kami yang masih ada di dunia fana ini...

Tuhan meneguhkan dan menghibur Ibu Ida, Olga, Tasya, Christian dan Ibunda Pak Situ serta adik-adik dan sanak saudaranya.

(Thomas A. Sutadi)

No comments: