Friday 21 November 2008

MEMBIARKAN CINTA DIUNGKAPKAN

Dari Jumat 14 November sampai dengan Senin 17 November yang lalu, teman saya dari Kulon Progo, Yogyakarta, bernama Yustinus Haryanto, berkunjung ke Bogor dan sempat dua malam menginap di rumah saya. Yustinus Haryanto adalah seorang guru kelas III Sekolah Dasar Pangudi Luhur Kalireja di daerah Pagerharjo, Samigaluh – Kulon Progo.

Sekolah ini sudah tidak dikelola oleh Yayasan Pangudi Luhur lagi karena jumlah muridnya sangat sedikit. Umat Katolik di Stasi Kalireja – Paroki Boro berusaha mati-matian mempertahankan sekolah ini. Dengan dana pas-pasan, umat dan pengelola sekolah (yang disebut Dewan Penyantun) berusaha membiayai dan mengelola sekolah kecil ini secara mandiri sejak tahun 1990-an yang lalu. Jumlah murid dalam satu kelas rata-rata hanya 8-14 siswa... sangat sedikit dibandingkan dengan sekolah-sekolah lain di daerah itu yang gratis... dan jumlah siswanya mencapai 30-40 orang per kelas. Saya sendiri pernah mengenyam pendidikan sekolah dasar di situ ketika sekolah masih dikelola Yayasan Pangudi Luhur. Jaman saya sekolah dulu, muridnya juga paling banyak hanya 19 orang... Artinya dari dulu hingga sekolah Sekolah Dasar Pangudi Luhur memang memiliki jumlah murid yang tidak banyak. Tapi jangan dikira tidak punya prestasi loh... sampai sekarang kelulusan selalu 100% dan nilai-nilai UAN atau EBTA atau apa namanya selalu menonjol di tingkat kecamatan dan kabupaten.

Kembali ke cerita tentang rekan saya Yustinus Haryanto. Ia lulusan sebuah sekolah tinggi ilmu kependidikan di Madiun (saya lupa namanya). Ia sempat mengajar di beberapa sekolah sampai suatu ketika ia mendapati bahwa kampung halamannya telah ditinggalkan oleh banyak pemuda yang merantau ke luar daerah (seperti saya salah satunya). Yustinus memutuskan untuk pulang kampung dan mengabdi di kampung halaman.

Ia tidak langsung menjadi guru sekolah dan justru yang ia lakukan pada awalnya adalah melibatkan diri dalam bidang pertanian. Ia mengikuti pelatihan pertanian organik selama beberapa bulan di Yayasan Bina Sarana Bakti di Cisarua- Bogor yang dikelola oleh Pater Agatho Elsener. Untuk mempraktekkan pengetahuannya, ia pernah mengelola sebuah lahan pertanian organik di daerah Cicurug Sukabumi. Ia juga aktif memberikan penyuluhan di bidang pertanian organik kepada para petani di daerah Pacitan Jawa Timur dan Kulon Progo. Dua atau tiga tahun yang lalu ia diminta oleh Sekolah Dasar Pangudi Luhur untuk menjadi guru.

Kecintaanya terhadap dunia pertanian akhirnya ia tularkan kepada guru-guru, staff dan murid-muridnya. Dengan dukungan banyak pihak di kampung halaman, Sekolah Dasar Pangudi Luhur Kalireja sekarang memiliki dua proyek besar yang diharapkan akan dapat membantu kelangsungan sekolah dan membantu para orang tua siswa, dan masyarakat di sekitar sekolah dalam meningkatkan taraf pendidikan. Proyek-proyek ini dimulai 1-2 tahun yang lalu dan sekarang masih dan akan terus berjalan.

Proyek pertama adalah Proyek Kambing Etawa. Dengan dukungan banyak pihak, sekolah bisa membeli 25 ekor kambing betina dan 1 pejantan. Kambing-kambing itu dipelihara oleh partner sekolah dengan sistem “gadhon”. Partner sekolah tidak semuanya Katolik. Program ini tidak hanya untuk umat Katolik. Ingat..., di Pagerharjo, umat Katolik adalah minoritas. Sistem “gadhon” yang diterapkan juga cukup unik dan berbeda dari praktek umum. Menurut sistem sekolah, partner atau penyewa akan diberi 1 ekor kambing untuk dipelihara secara “gadhon” (share). Berdasarkan perjanjian tertulis, partner akan memelihara kambing itu hingga beranak 4 kali. Untuk setiap anak kambing yang dilahirkan, 50% harga kambing adalah milik partner dan 50% milik sekolah. Selama waktu pemeliharaan itu, kambing menjadi milik bersama sekolah dan partner. (Di dalam sistem gadhon umum, kambing selamanya milik pemilik awal, bukan milik penyewa). Sesudah 4 kali beranak, kambing dapat diserahkan kembali ke sekolah tetapi karena kambing itu 50% menjadi milik partner, sekolah akan membayar 50% harganya kepada partner. Kalau partner tetap mau memelihara lagi, perjanjian tertulis dibuat lagi. Untuk dapat membiayai sekolah secara sehat, dibutuhkan 200 kambing etawa... kebutuhan yaang sangat besar.

Proyek kedua adalah Proyek Pertanian Organik. Berangkat dari keprihatinan sekolah bahwa pertanian sudah mulai ditinggalkan oleh anak-anak dan kaum muda, sekolah ingin mengakrabkan para muridnya dengan dunia pertanian yang secara realita ada di sekelilingnya. Kini, dengan bantuan para donatur dan Gereja, sekolah dapat memiliki lahan pertanian sendiri. Untuk tahap awal, sekolah membeli lahan 1000 meter sebagai tempat latihan bagi para siswa, para orang tua, komite sekolah dan masyarakat umum. Untuk tahap selanjutnya, sekolah akan memperluas lahan sehingga proyek ini dapat berproduksi dan memberi manfaat bagi sekolah, para murid, para orang tua dan masyarakat sekitar.

Kembali ke cerita tentang rekan saya Yustinus Haryanto. Sejak Selasa 11 November lalu ia membawa satu orang rekan dari Kalireja yang ia persiapkan untuk menangani pertanian organik di sekolah. Yustinus dan rekannya mengikuti pelatihan selama 4 hari di Cisarua. Kedua orang itu bukan orang baru di bidang pertanian organik; jadi empat hari tidak terlalu singkat. Yustinus berharap bahwa rekannya nanti dapat menjadi pengelola kebun sekolah dan menjadi pendamping pelatihan-pelatihan pertanian organik di sekolah.

Setelah beberapa hari mengikuti pelatihan, Yustinus pergi mengunjungi teman-temannya di Bogor sedangkan temannya langsung pulang ke Kulon Progo. Yustinus juga mengunjungi beberapa orang yang pernah bekerja sama dengan dia di bidang pertanian organik di Sukabumi dan Bogor. Hari Senin, 17 November yang lalu saya antar Yustinus ke agen bus di Warung Jambu Bogor, Pukul 14.10 ia berangkat pulang dengan bus Sumber Alam AC.

Terus terang, saya kagum pada rekan saya Yustinus. Ia orang yang low-profile. Bisa dibilang ia pelit bicara tentang dirinya. Ada banyak gagasan besar di kepalanya dan ia hanya mau mengungkapkannya kepada orang yang ia anggap dapat menangkapnya. Bagi saya, cerita-cerita dan gagasan-gagasannya di bidang pendidikan dan pertanian sungguh dahsyat. Di kampung halaman sekarang, banyak orang mengikuti jejaknya: menanam bibit-bibit tanaman sayuran dan buah-buahan serta bibit tanaman keras. Apa yang ia lakukan sepertinya selalu menjadi inspirasi bagi banyak orang. Dulu ketika ia masih mahasiswa dan sebelum terjun di bidang pertanian, ia adalah juga seorang penulis aktif. Tulisan-tulisannya dulu biasa muncul di beberapa buletin sosial yang terbit di Surabaya, misalnya majalah bulanan BUSOS. Ia memang punya bakat menulis. Kalau kirim surat pada saya, biasanya ia menghabiskan sekitar 4 halaman, itu pun banyak kata sudah ia singkat.

Di bawah ini adalah cerita dari Yustinus yang dia kirimkan lewat 2 buah SMS hari Rabu, 19 November yang lalu. Ia bercerita tentang saat ia tiba di kampung dan bagaimana murid-murid menyambut guru mereka yang telah absen mengajar selama 7 hari. Tentu saja SMS ini sudah saya tulis ulang karena SMSnya penuh dengan singkatan.

“Ada cerita ungkapan cinta anak kepada guru, bukan pertama karena aku guru mereka, melainkan bagaimana anak punya cara sendiri mengungkapkan cinta dan hormat itu bagi yang mereka hormati...

Bermula saat aku pulang, ngojek dari Plono ke rumah. Aku berpapasan dengan seorang muridku. Sampai di rumah aku beres-beres bawaan, mandi dan siap-siap pergi ke sekolah. Ternyata ada 4 anak yang menjemput aku. Mereka bilang sedang membuat kejutan untukku di kelas. Aku berangkat bersama mereka sambil bercerita banyak hal. Saat dekat sekolah, dua anak berlari mendahului aku. Tak lama kemudian datang seluruh isi kelas untuk menjemput aku, menyalami aku dengan riang. Saat aku mau masuk kelas, aku dilarang mereka karena kejutannya belum selesai. Akun tunggu di kantor.

Aku dijaga sampai ada yang memberi tahu bahwa semua sudah selesai. Saat dekat kelas, aku diminta untuk tutup mata. Aku ikuti. Apa yang terjadi? Begitu sampai di kelas aku dilempari potongan-potongan kertas kecil banyak sekali. Papan tulis digambari dan ditulisi ucapan selamat datang. Di meja guru ada banyak kertas selebar buku tulis berisi gambar dan tulisan-tulisan selamat datang. Hari yang menyenangkan!!! Satu potong kertas karya satu anak. Bentuk tulisan dan hiasan yang menyenangkan. Ternyata sebelum mereka melakukan itu semua, mereka telah minta ijin dulu ke guru yang ada untuk membuat acara itu. Ini luar biasa.

Daripada mengajari cinta, ternyata lebih mudah membiarkan cinta diungkapkan.”
(SMS Rabu, 19 November 2008 pk. 6.43)
(PS: Kalau ada warga Santher yang berkeinginan membantu sekolah ini baik secara financial maupun material, silakan menghubungi mereka lewat email sdpl_kalireja@yahoo.com )
Thomas A. Sutadi

No comments: