Thursday 12 February 2009

4. SEJARAH MISTISISME KRISTIANI ...


(Di-copy-paste dari email Bapak Wisnu di milis Santher. Teks bersumber dari: Encyclopaedia Britannica, 1994, jilid 16: "Christianity, Christian Mysticism", halaman 330-335)

KRISTIANITAS KATOLIK BARAT.

Pendiri mistisisme Kristiani Latin (Katolik) adalah Agustinus, uskup Hippo (354 - 430 M). Dalam karya otobiografinya, "Confessions" , Agustinus menyebutkan dua pengalamannya "menyentuh" atau "mencapai" Tuhan. Belakangan, dalam karyanya, "Literal Commentary on Genesis", ia memperkenalkan konsep visiun yang bertahap tiga--jasmaniah, spiritual (yakni imajinatif) dan intelektual- -yang berpengaruh terhadap para ahli mistik selama berabad-abad kemudian. Sekalipun ia terpengaruh oleh para filsuf Neoplatonis seperti Plotinus, Agustinus tidak bicara tentang penyatuan pribadi dengan Tuhan dalam hidup ini. Ajarannya, seperti ajaran para Bapa Gereja Timur, menekankan konteks gerejawi (eklesial) dari mistisisme Kristiani serta peran Kristus sebagai perantara dalam mencapai pengilahian (deifikasi), atau pengukuhan kembali citra Trinitas di lubuk jiwa. Unsur-unsur dasar dari ajaran Agustinus tentang visiun Tuhan, hubungan antara kehidupan aktif dan kontemplatif, dan dimensi sakramental dari mistisisme Kristiani diringkaskan oleh Paus Gregorius I Agung pada abad ke-6 dan disampaikan kepada masyarakat Barat di zaman pertengahan melalui berbagai rahib penulis.

Ada dua faktor penting dalam perkembangan bentuk Agustinus klasik dari mistisisme Barat ini. Pertama, penerjemahan tulisan-tulisan Pseudo-Dionysius Areopagite dan para ahli mistik Timur lainnya oleh pemikir Yohanes Skotus Erigena pada abad ke-9. Di dalam perpaduan tradisi mistikal Timur dan Barat, Erigena menciptakan versi paling awal dari mistisisme negatif yang amat spekulatif, yang belakangan sering dihidupkan kembali.

Perkembangan baru yang lain mulai pada abad ke-12 ketika bentuk-bentuk baru kehidupan religius mencuat ke permukaan, terutama di kalangan para rahib dan pendeta yang berupaya hidup seperti rahib (para kanon). Aliran-aliran utama dari mistisisme abad ke-12 diilhami oleh kecenderungan baru dalam kesalehan kehidupan membiara, terutama yang diperkenalkan oleh Anselm dari Canterbury, namun kemudian dikembangkan secara sistematik, yang belum pernah terjadi sebelumnya. Tokoh-tokoh besar dari zaman ini, terutama Bernard dari Clairvaux di kalangan kaum Cistercian, dan Richard dari Saint-Victor di kalangan para kanon, merupakan guru-guru tertinggi dari teologi mistikal dalam Kristianitas Katolik, bersama dengan para ahli mistik Spanyol dari abad ke-16.Yang disumbangkan oleh para penulis Cistercian dan Victorian bagi perkembangan mistisisme Katolik adalah, pertama, suatu kajian terperinci tentang tahap-tahap kenaikan jiwa menuju Tuhan berdasarkan pemahaman mendalam tentang manusia sebagai gambar dan kemiripan dengan Tuhan (Kejadian 1:26) dan, kedua, suatu tekanan baru pada peranan cinta sebagai kekuatan yang menyatukan jiwa dengan Tuhan. Dengan mengembangkan Origenes dan Agustinus lebih lanjut, Bernard dan orang-orang sezamannya membuat persatuan afektif, atau persatuan seperti perkawinan, dengan Tuhan dalam satu semangat [union with God in oneness of spirit] (1 Korintus 6:17) menjadi tema pokok dalam mistisisme Barat, sekalipun bersama Gregorius Agung mereka menekankan bahwa "cinta itu sendiri adalah suatu bentuk mengetahui," artinya suatu visiun atau kontemplasi terhadap Tuhan.

Para ahli mistik abad ke-12 menyumbang kepada penyebarluasan yang penting dalam abad berikutnya. Untuk pertama kali mistisisme keluar dari batas-batas kehidupan membiara, penulis laki-laki, dan bahasa Latin. Pergeseran penting ini terlihat bukan saja dalam kehidupan Frasiskus dari Asisi, yang menekankan hidup mengikuti Yesus secara praktis, sehingga teridentifikasi dengan dia dalam suatu wujud mistisisme-Kristus yang baru, yang termanifestasi dengan munculnya 'stigmata' atau luka-luka yang diderita Kristus di kayu salib, dan juga dalam peningkatan mengagumkan dari bentuk-bentuk baru kehidupan religius dan tulisan-tulisan mistikal dalam bahasa sehari-hari oleh para penulis perempuan. Sekalipun para ahli mistik perempuan seperti Hildegrand von Bingen tidak dikenal dalam abad ke-12, abad ke-13 memperlihatkan berkembangnya minat terhadap mistisisme di kalangan perempuan, yang tampak pada tokoh Flemish Hadewijch of Brabant, tokoh Jerman Mechthild von Magdeburg, tokoh Prancis Marguerite Porete, dan tokoh Italia Clare dari Asisi dan Angela da Foligno.

Di antara tema-tema penting dari mistisisme baru pada abad ke-13 terdapat:(1) sejenis teologi Dionysius yang di situ tahap kegelapan ilahi yang mengatasi segala pemahaman mendapat tekanan afektif kuat, di samping (2) munculnya pemahaman tentang penyatuan dengan Tuhan yang menekankan penyatuan tanpa pembedaan jelas [union of indistinction] , yang di situ Tuhan dan jiwa menjadi satu tanpa perantara [medium] apa pun. Kecenderungan yang pertama tampak dalam tulisan-tulisan Bonaventura, guru terbesar dari mistisisme Fransiskan; kecenderungan yang kedua tampak pada beberapa ahli mistik perempuan, tetapi paling ditekankan dalam tulisan-tulisan rahib Dominikan Meister Eckhart, yang dikutuk sebagai murtad oleh Gereja pada tahun 1329.Eckhart mengajarkan bahwa "landasan Tuhan dan landasan jiwa adalah satu landasan [ground]," dan jalan menuju realisasi kesatuan jiwa dan Tuhan tidak banyak terletak pada praktik kehidupan keagamaan yang biasa, melainkan pada suatu keadaan sadar [awareness] baru yang dicapai melalui pelepasan radikal dari segala sesuatu yang tercipta, dan terobosan menuju Tuhan di atas Tuhan.

Sekalipun pemikiran Eckhart tetap bersifat Kristologis dalam penekanannya terhadap perlunya "kelahiran Putra di dalam jiwa," ungkapannya tentang kesamaan [identity] antara jiwa yang telah mengalami kebangunan ini dengan Putra Allah bagi banyak orang terkesan seperti kemurtadan. Tanpa mengingkari pentingnya struktur-struktur dasar agama Kristen, dan sambil menekankan bahwa khotbah-khotbahnya yang radikal kepada umat awam tetap dapat ditafsirkan secara ortodoks, Eckhart bersama para ahli mistik baru pada abad ke-13 ini merupakan tantangan nyata bagi ide-ide Barat tentang mistisisme. Ajaran mereka tampaknya menyiratkan suatu autoteisme, yang di situ jiwa identik dengan Tuhan, dan banyak orang khawatir ini akan mendorong orang tidak lagi menghargai struktur-struktur dan sakramen-sakramen gereja sebagai cara mencapai keselamatan, dan bahkan mendorong kepada antinomianisme, yang menganggap kaum mistik sebagai tak terikat pada hukum moral.

Konsili Wina pada tahun 1311 mengutuk kesalahan seperti itu, tidak lama setelah Marguerite Porete dibakar sebagai pemurtad oleh karena terus menyebarluaskan bukunya, "The Mirror of Simple Souls". Konsili menghubungkan pandangan-pandangan ini dengan kaum Beguine, yakni kelompok-kelompok perempuan religius yang tidak hidup di biara atau mengikuti aturan hidup yang diakui. Pada abad-abad selanjutnya, beberapa ahli mistik ini dikutuk dan yang lain dihukum mati atas dasar ini, sekalipun tidak ada bukti adanya "pemurtadan mistikal" yang meluas. Di lain pihak, para penulis mistikal besar pada Zaman Pertengahan akhir, bersusah payah membuktikan keortodoksan mereka. Para pengikut Eckhart di kalangan para ahli mistik di Rhineland, terutama Heinrich Suso dan Johann Tauler, membela kenangan kepadanya, tetapi mengubah bahasanya yang berani. Buku-buku seperti "Theologia Germanica" dari abad ke-14, yang mencerminkan ide-ide dari kelompok-kelompok mistik longgar yang menamakan diri "Sahabat-Sahabat Tuhan", meneruskan mistisisme Jerman ini kepada kaum Pembaharu di kemudian hari. Di Belanda dan sekitarnya, literatur mistikal yang kaya mencapai puncaknya dalam tulisan-tulisan Jan van Ruysbroeck (1293- 1381). Di Italia, dua perempuan terkemuka, Katerina dari Siena pada abad ke-14 dan Katerina dari Genoa pada abad ke-15, memberikan sumbangan penting pada teori dan praktik mistisisme. Pada abad ke-14 juga tampak "Zaman Keemasan" dari mistisisme Inggris, yang disampaikan dalam tulisan-tulisan pertapa Richard Rolle; kanon Walter Hilton yang menulis "The Scale of Perfection"; penulis anonimus dari buku "The Cloud of Unkowing"; dan tokoh sezamannya, pertapa Mother Julian of Norwich, yang bukunya "Revelations of Divine Love" tidak tertandingi dalam literatur mistisisme Inggris. Renungan-renungan Julian terhadap makna batiniah dari ilham-ilhamnya tentang Yesus yang tersalibkan mengungkapkan solidaritas mistikal dari segenap umat manusia di dalam Sang Penebus, yang dilihat sebagai ibu yangmenyusui.


[dari: Encyclopaedia Britannica, 1994, jilid 16: "Christianity, Christian Mysticism", halaman 330-335]

No comments: