Wednesday 25 February 2009

LATIHAN KOOR UNTUK TUGAS-TUGAS BARU

Minggu 22 Februari... Koor Santher mulai berlatih lagi untuk persiapan tugas-tugas baru, yaitu tanggal 8 Maret di Katedral, 22 Maret di Semplak dan 10 April di Semplak. Latihan diadakan di rumah Bapak Ronny & Ibu Monik... dihadiri sekitar 15 orang anggota koor... anak-anak juga hadir... Panda, Jasmine, Joy dan Dayu. Kita berlatih lagu-lagu seperti Largo, In Nomine Iesu, Ya Yesus Tak Pantaslah, dll. Seperti biasa, suasana latihan tetap "ger-geran" meskipun tokoh-tokoh yang biasanya membuat heboh tidak hadir, yaitu Pak Nobo dan Pak Totok... Coba kalau ada mereka... pasti lebih heboh lagi. Untuk latihan tgl 1 Maret, Ibu Ispranta menyediakan rumahnya sebagai tempat latihan. Terima kasih Pak Ronny & Bu Monik; terima kasih Pak dan Bu Ispranta. God bless you all.

Monday 16 February 2009

RAPAT PENGURUS LINGKUNGAN: FEBRUARI 2009

Minggu, 15 Februari 2009
di Rumah Bapak Ronny & Ibu Moniq

Pengurus Lingkungan (tidak lengkap nih... beberapa yang tidak hadir sih sudah minta ijin...) berkumpul untuk membahas berbagai persoalan dan rencana kerja satu semester. Pak Totok (Kaling baru) mengajak para pengurus untuk membahas beberapa hal seperti: Jadwal dan Tempat pertemuan-pertemuan (Misa Lingkungan, Latihan Koor, APP, Rosario, BKSN, AAP), Petugas Penyelenggara Misa di Gereja Semplak, Iuran Lingkungan & Wilayah, Kardiwilasa, Pembinaan Koor dan Lain-lain.

Untuk tempat-tempat pertemuan dan penyelenggara Misa, Pengurus telah membuat jadwal hingga awal Mei 2009.... dan pada bulan April nanti akan diadakan sosialisasi secara "massal" tentang beberapa hal seperti kardiwilasa, iuran lingkungan, dll.

Untuk pembinaan koor dan organis, kita akan mulai memberi perhatian pada anak-anak yang sekarang telah mulai belajar piano... agar suatu saat mereka dapat juga menjadi pengiring organ di Gereja. Beberapa anggota lingkungan yang memiliki kemampuan di bidang piano dan organ akan dilibatkan... ini langkah untuk jangka panjang...

Hal-hal yang lain akan dibahasa dalam pertemuan pengurus di waktu yang lain. Diharapkan partisipasi para Ketua Blok agar kepengurusan lingkungan dapat berjalan dengan lancar.

TUGAS KOOR SANTHER KE-3 DI KATEDRAL BOGOR

Minggu, 15 Februari 2009

Setelah 2 kali bertugas di Katedral tahun 2008 yang lalu, Minggu kemarin Koor Santher bertugas di Katedral Bogor untuk kali ketiga... Dalam tugas ini Koor Santher masih mendapat bantuan dari Sheila Gunawan yang memainkan organ karena Santher belum punya organis... Kita juga mendapat bantuan beberapa rekan dari Exultate seperti Pak Simon, Mbak Rina, Bu drg Cisca dan Pak Nicho (urusan nomor-nomor lagu nich). Tugas berjalan lancar... untuk ukuran koor lingkungan, cukup baguslah... yang memimpin perayaan ekaristi adalah Rm Adi Indiantono. Rupa-rupanya Romo tidak siap dengan aklamasi-aklamasi yang telah diberlakukan di Katedral... akhirnya kita menyanyikan aklamasi-aklamasi yang sudah umum saja.
Tugas-tugas di Katedral dan Wilayah yang dijadwalkan secara rutin membuat Koor Santher harus lebih banyak berlatih dan meningkatkan kemampuan dirinya. Tugas-tugas selanjutnya sudah menanti: 8 Maret 2009 pk 17.00 di Katedral dan 22 Maret pk 9.00 di Semplak... Untuk Jumat Agung kita juga sudah diplot di Semplak 10 April... tugas rutin yang sudah dijalankan beberapa kali (3 kali ya?)... Semoga kita dapat menjalankan tugas dengan baik.

Friday 13 February 2009

MISA LINGKUNGAN FEBUARI 2009

Kamis, 12 Februari 2009

Misa lingkungan bulan ini diselenggarakan di rumah Ibu Ida Situmorang. Ujud misa adalah untuk mendoakan jiwa Bapak Parulian Fransiscus Situmorang yang telah dipanggil Tuhan beberapa waktu yang lalu serta untuk mendoakan umat Santa Theresia yang berulang tahun di bulan Februari ini.

Misa dipersembahkan oleh Romo Frans Mulyadi. Bapak Hermawan (Pak Totok-Kaling) menjadi lektor dan Bapak M. Padmanaba (Pak Nobo) menjadi dirigen umat. Dalam khotbahnya, Romo Frans menekankan perlunya membina hubungan akrab dengan Tuhan Yesus dalam Ekaristi. Beliau mengatakan bahwa Yesus adalah Jalan, Kebenaran dan Kehidupan... karena itu melalui Yesus kita bisa selamat masuk Surga. Perayaan Ekaristi yang kita adakan menjadi sarana pertemuan kita dengan Tuhan karena dalam Perayaan Ekaristi kita menerima Tubuh Tuhan sendiri... Kalau kita selalu bersatu dengan Tuhan dalam Ekaristi dan dalam hidup kita, kita mempersiapkan diri kita untuk persatuan abadi dengan Tuhan dalam kebahagiaan abadi. Manusia diciptakan untuk kekekalan... karenanya kita harus menyiapkan diri untuk bersatu dengan Tuhan dalam hidup kekal. Kita percaya bahwa Bapak Parulian Situmorang telah diterima Tuhan dalam kebahagiaan abadi di Surga.

(Thomas A. Sutadi)

A MESSAGE BY GEORGE CARLIN



Isn't it amazing that George Carlin - comedian of the 70's and 80's - could write something so very eloquent...and so very appropriate?

A Message by George Carlin

The paradox of our time in history is that we have taller buildings but shorter tempers, wider Freeways, but narrower viewpoints. We spend more, but have less, we buy more, but enjoy less. We have bigger houses and smaller families, more conveniences, but less time. We have more degrees but less sense, more knowledge, but less judgment, more experts, yet more problems, more medicine, but less wellness.

We drink too much, smoke too much, spend too recklessly, laugh too little, drive too fast, get too angry, stay up too late, get up too tired, read too little, watch TV too much, and pray too seldom.
We have multiplied our possessions, but reduced our values. We talk too much, love too seldom, and hate too often.

We've learned how to make a living, but not a life. We've added years to life not life to years. We've been all the way to the moon and back, but have trouble crossing the street to meet a new neighbour. We conquered outer space but not inner space. We've done largerthings, but not better things.

We've cleaned up the air, but polluted the soul. We've conquered the atom, but not our prejudice. We write more, but learn less. We plan more, but accomplish less. We've learned to rush, but not to wait. We build more computers to hold more information, to produce more copies than ever, but we communicate less and less.

These are the times of fast foods and slow digestion, big men and small character, steep profits and shallow relationships. These are the days of two incomes but more divorce, fancier houses, but broken homes. These are days of quick trips, disposable diapers, throwaway morality, one night stands, overweight bodies, and pills that do everything from cheer, to quiet, to kill. It is a time when there is much in the showroom window and nothing in the stockroom. A time when technology can bring this letter to you, and a time when you can choose either to share this insight, or to just hit delete...

Remember, spend some time with your loved ones, because they are not going to be around forever.

Remember, say a kind word to someone who looks up to you in awe, because that little person soon will grow up and leave your side.

Remember, to give a warm hug to the one next to you, because that is the only treasure you can give with your heart and it doesn't cost a cent.

Remember, to say, 'I love you' to your partner and your loved ones, but most of all mean it. A kiss and an embrace will mend hurt when it comes from deep inside of you.

Remember to hold hands and cherish the moment for someday that person will not be there again.

Give time to love, give time to speak! And give time to share the precious thoughts in your mind.

AND ALWAYS REMEMBER:
Life is not measured by the number of breaths we take, but by the moments that take our breath away.

George Carlin

Gratitude is absolutely the way to bring more into your life

*teks ini kiriman Bapak Ign Herry Djoko lewat milis... Semoga berguna untuk semua.
Terima kasih, Pak Herry...
(Thomas A. Sutadi)

Thursday 12 February 2009

Tapaking Kuntul Anglayang


Ini email Pak Herry di milis Santher tanggal 21 Januari 2009, dan kita post-kan di blog kita supaya bisa dibaca lebih banyak orang... Matur nuwun, Pak Herry.

Lurs,
Hanya ingin berbagi saja. Ini ada tulisan Rm Sindunata, saya coba menterjemahkannya;
mohon maaf kalau terjemahannya masih grothal-grathul. Saya ini, ngakunya saja "wong yogyo" tapi gak bisa "boso Jowo". Oleh karena itu, kalau ada yang salah mohon dibetulkan.
Mudah-mudahan bermanfaat.
Matur nuwun & Berkah Dalem

herry

catatan :
Tulisan ini dulu saya dapat dari teman yg tidak bisa bhs Jawa, meminta tolong saya untuk menterjemahkannya. Saya tidak minta ijin Penulisnya untuk menterjemahkannya,
mudah-mudahan tidak menjadi masalah.

Tapaking Kuntul Anglayang]
(Tapak kaki burung kuntul yang sedang terbang/melayang)

Dening/Oleh : Sindunata

GOLEKANA tapake kuntul anglayang! Ngendi ana? Lan sapa wonge sing bisa
CARILAH tapak kaki burung kuntul yang sedang terbang/melayang! Mana ada? Siapa orangnya yang bisa

nggoleki? Mbok mubenga nganti muser-muser, kuntule dhewe, yen lagi
mencari? Meskipun berputar-putar sampai ”pusing”, burung kuntul-nya sendiri kalau sedang

nglayang ing awang-awang, ya ora bakal bisa nggoleki tapake. Apa maneh manungsa.
terbang/melayang di angkasa (di awang-awang), ya tidak akan bisa mencari tapak kakinya. Apalagi manusia !

Diperese nganti asat keringete, diputera nganti mumet akale, langka
Meskipun diperas keringatnya sampai kering, meskipun akalnya diputar sampai pusing, jarang

manungsa bisa meruhi tapaking kuntul anglayang mau.
manusia bisa melihat tapak kaki burung kuntul yang sedang terbang/melayang

Pancen tetembungan mau ora bakal tinemu ing nalar. Tetembungan mau klebu
Memang perkataan tersebut tidak akan mungkin masuk di akal. Perkataan tersebut termasuk

kawruhing kasampurnan, sing isbate mung bisa dionceki srana tirakat lan
pengetahuan tentang kesempurnaan, yang intinya hanya dapat dikupas dengan jalan tirakat dan

laku. Mula yen arep nggayuh kawruh tapaking kuntul anglayang mau, manungsa
laku. Oleh karena itu, kalau mau menggapai pengetahuan tentang tapak kaki burung kuntul yang sedang terbang/melayang tersebut, manusia

kudu nyuwungake kekarepan lan nalare. Lire, aja dheweke gondhelan ing
mengosongkan kemauan dan nalarnya (pikiran/akalnya). Dengan demikian, janganlah dia berpegang pada

sakabehing gegondhelan sing saiki digondheli. Padha sawangen kuntul sing
semua pegangan yang sekarang dipegangi. Coba lihatlah burung kuntul yang

mabur dhuwur ing awang-awang! Kuntul mau ora tau nyawang tilas tapake.
terbang tinggi di angkasa ! Burung kuntul tersebut tidak pernah melihat tapak kakinya.

Merga pancen ing awang-awang mau tapake ya ora ana. Kuntul mau bisane
Karena memang di angkasa tersebut, tapak kakinya tidak ada. Burung kuntul tersebut bisanya

mung miber. Lan bisane miber, merga awake kesangga, sanadyan ora ana sing nyangga.
cuma terbang. Dan dia bisa terbang karena tubuhnya tersangga, meskipun tidak ada yang menyangga.

Kesangga ning rasane ora ana sing nyangga, ya kuwi karep sing winengku dening
Tersangga tetapi rasanya tidak ada yang menyangga, yaitu kemauan yang dimiliki

isbating ”golekana tapake kuntul anglayang! Lan sepisan oleh
isbatnya ”carilah tapak burung kuntul yang sedang melayang”. Dan sekali

maneh, ngrasaake kesangga sanadyan ora ana sing nyangga bisa kelakon, yen
lagi merasakan tersangga meskipun tidak ada yang menyangga dapat terjadi, apabila

manungsa bisa nyuwungake dhiri saka sakabehing gondhelaning uripe. Aja maneh
manusia dapat mengosongkan diri dari semua pegangan hidupnya. Jangankan hanya

mung raja brana, drajat lan pangkat, cekelan lan gamaning urip wae kudu
harta benda, drajat dan pangkat; pegangan dan senjatanya hidup juga harus

diculake, yen manungsa pancen arep ngalami dhirine iki sejatine
dilepaskan, kalau manusia memang mau mengalami dirinya ini, sebenarnya

kesangga sanadyan ora ana sing nyangga.
tersangga meskipun tidak ada yang menyangga.

Kawruh kasampurnan iki bisa diulur luwih dawa. Kaya dene aku bisa
Pengetahuan tentang kesempurnaan ini bisa diulur lebih panjang. Seperti kalau aku bisa

ngrasakake kesangga sanadyan ora ana sing nyangga merga aku suwung saka
merasakan tersangga meskipun tidak ada yang menyangga karena aku kosong dari

sakabehing kekarepanku, aku uga bisa ngraksakake menawa aku iku duweni
semua kemauanku, aku juga bisa merasakan kalau aku ini memiliki

sakabehing yen aku iki ora duwe apa-apa. Utawa meruhi sakabehe, merga
segalanya apabila aku tidak punya apa-apa. Atau aku dapat melihat semuanya, karena

aku ora weruh apa-apa. Apa dene, aku iki ngrasake menawa aku ini temen ana,
aku tidak melihat apa-apa. Demikian juga, aku merasakan kalau aku ini benar-benar ada

merga aku rila menawa aku ora ana.
karena aku rela kalau aku tidak ada.

Yen kawruh mau wis winengku, sejatine aku wis lumebu ing dating
Apabila pengetahuan tadi sudah dapat dimiliki/dijangkau, maka/sejatinya aku sudah masuk dalam sifat/zat

Pangeran sing murbeng jagad raya iki. Ya dating Pangeran mau sing akarya nganti
Tuhan yang Pencipta Alam Raya ini. Tuhanlah yang berkarya sampai

Aku kesangga sanadyan ora ana sing nyangga. Ya dat mau sing murugake aku
aku tersangga meskipun tidak ada yang menyangga. Tuhanlah yang menyebabkan aku

Duweni sakabehe sanadyan aku ora duwe apa-apa. Lan ya dat mau sing anyipta aku
memiliki semuanya meskipun aku tidak punya apa-apa. Dan Tuhanlah yang menciptakan aku
ana sanadyan aku ora ana.
ada meskipun aku tidak ada

Aku, manungsa sing kebak ing kasekengan lan kajiret ing
Aku, manusia yang penuh dengan kelemahan dan terjerat oleh

bandha-bandhuning kadonyan, tangeh bisa ngrasuk ing dating Pangeran mau kanthi
harta benda duniawi, tidak mungkin bisa masuk ke dalam sifat/zat Tuhan dengan

sampurna.
sempurna

Bisane mung icip-icip. Mula mangkene ature Suluk Sujinah:
Bisanya hanya ”mencicipi”. Maka demikianlah (seperti inilah) bunyi Suluk Sujinah :

” ''Dene mangan sapulukan tegesipun, mung Allah kacipta, kalawan nyandang sasuwir, pujinira kawayang sajroning driya.” '' Peribasane, sanadyan mung sapulukan anggonku mangan, aku wis krasa tuwuk,

”Peribahasanya, meskipun aku hanya makan satu suap, aku sudah merasa kenyang, anggere Pangeran tansah cinipta ing batinku. Lan sanadyan mung sasuwir anggonku
asalkan Tuhan selalu tercipta (ada) dalam batinku. Dan meskipun aku hanya memakai selembar pakaian


nyandang, aku wis jangkep bebusanan, anggere Pangeran tansah pinuji ing batinku.
aku sudah merasa berpakaian lengkap, asal Tuhan senantiasa terpuji dalam batinku.

Icip-icip sapulukan, nyandhang penganggo sasuwir, iku mau wis turah-turah tumraping uripku,
Mencicipi satu suap, memakai pakaian satu lembar, itu sudah berlebihan untuk hidupku,

anggere dating Pangeran sing dakicipi, lan busanane dat mau sing
asalkan Tuhan yang aku ”cicipi” dan sifat Tuhan tadi yang menjadi pakaianku

daksandang”.
sandanganku

Mula wewadining ''tapaking kuntul anglayang'' lan ''kesangga ora
Oleh karena itu, rahasia ”tapaking kuntul anglayang” (”tapak kaki burung kuntul yang sedang melayang”) dan ”kesangga ora sinangga” (”tersangga meskipun tidak disangga”)

sinangga'' iku sejatine ya pasrah ing Pangeran. Nanging aku iki manungsa sing urip
itu sebenarnya/sejatinya ya ... pasrah (menyerahkan diri) kepada Tuhan. Akan tetapi aku ini manusia yang hidup

ing donya. Mula pasrah ing Pangeran ora liya tegese kejaba menehake awakku
di dunia. Oleh karena itu, pasrah/menyerahkan diri kepada Tuhan tidak lain berarti menyerahkan ragaku/badanku/tubuhku

kanggo pepadaku. Dating Pangeran kang murugake aku bisa kaya kuntul
untuk sesamaku. Sifat Tuhan yang menyebabkan saya bisa seperti kuntul

anglayang tanpa mikirake piye tapak lan tilase nembe bisa dakrasakake,
melayang tanpa harus memikirkan bagaimana tapak/jejak kaki serta bekasnya baru bisa aku rasakan.

yen aku wani muluk bareng karo pepadaku, supaya pepadhaku sing kurang
Apabila aku berani makan bersama sesamaku, agar supaya sesamaku yang kurang

mangan bisa mangan, lan aku wani nyandhang sasuwir amrih pepadhaku sing kurang
makan juga bisa makan, dan aku juga berani memakai pakaian selembar, agar supaya sesamaku yang kurang

sandhang uga bisa nyandhang.
sandang juga bisa berpakaian.

Kawistara, kawruh ''tapaking kuntul anglayang'' sejatine dudu kawruh
Jelas bahwa pengetahuan ”tapaking kuntul anglayang” sebenarnya bukan pengetahuan

kang dakik-dakik, mencit tan bisa ginayuh. Ora, kawruh iku kawruhe urip
yang ”njlimet”/sulit, sangat tinggi yang tidak dapat dicapai. Tidak, pengetahuan tersebut adalah pengetahuan hidup

padinan, kepriye anggonku wani suwung ing saben dinane. Yaiku urip sing wani
sehari-hari, bagaimana aku berani ”kosong” (”mengosongkan diri”) setiap harinya. Yaitu hidup yang berani

bagi binagi, sanadyan kayane ora ana sing dibagi. Wani mangan sapulukan
berbagi, meskipun terasa sepertinya sudah tidak ada yang dibagi lagi. Berani makan satu suap

bareng sing luwe. Wani nyandhang sasuwir bareng sing kecingkrangan. Ya ana ing
bersama-sama yang lapar. Berani memakai pakaian selembar bersama-sama yang serba kekurangan. Ya ada pada

pepadhaku sing luwe lan kecingkrangan bakal tinemu tapaking welas
sesamaku yang lapar dan serba kekurangan-lah akan dijumpai tapaknya/jejaknya belas

asihku.
kasihku

Lan bungah pepujining pepadhaku merga welas asihku mau sing bakal
Dan, kegembiraan hati serta pujian sesamaku karena belas kasihku yang akan

ngumbulake aku kaya kuntul ing awang-awang sing ora nggagas arep
mengangkat diriku seperti burung kuntul di angkasa yang tidak memikirkan akan

nggoleki tapake maneh. Linuwaran saka sakabehing jejiretan, mardika mabur ning
mencari tapak/jejak kakinya lagi. Dibebaskan dari segala jerat, merdeka terbang di

awang-awang iku kepenak lan entenge tan kena kinaya ngapa. Ya gene aku
angkasa itu sangat enak, dan ringannya tidak dapat dibayangkan seperti apa. Mengapa aku

isih ribut nggoleki tapak tilase uripku maneh?
masih ribut mencari jejak bekas hidupku lagi

6. TINGKAT-TINGKAT DALAM MISTISISME KRISTIANI


(Di-copy-paste dari email Bapak Wisnu di milis Santher. Teks bersumber dari: Encyclopaedia Britannica, 1994, jilid 16: "Christianity, Christian Mysticism", halaman 330-335)

Para mistikus Kristen menguraikan tingkat-tingkat kembalinya roh kepadaTuhan dengan berbagai cara. Menurut Yesuit Belgia Joseph Marechal, dapat dikemukakan bahwa mistisisme Kristiani mencakup tiga tingkat yangdirumuskan secara luas:

(1) integrasi ego secara berangsur-angsur di bawahpimpinan ide tentang Tuhan berpribadi dan dilakukan menurut suatu programdoa dan asketisisme;

(2) suatu pewahyuan transenden dari Tuhan kepada roh(transcendent revelation of God to the soul), yang dialami sebagai kontakatau penyatuan penuh ekstase, sering kali disertai berhentinya daya-dayajiwa;

dan (3) "semacam penyesuaian kembali dari daya-daya jiwa" yang dengan itu ia berkontak kembali dengan makhluk-makhluk "di bawah pengaruh Tuhansecara langsung dan terasa, yang berada dan bertindak di dalam jiwa"(Marechal, "Studies in the Psychology of the Mystics"). Tingkat terakhir inilah, yang ditekankan oleh hampir semua mistikus Kristen terbesar, yangmembuktikan kekeliruan klaim bahwa mistisisme adalah suatu pelarian yang mementingkan diri sendiri dari dunia dan penghindaran tanggung jawab moral.

(1) Mati terhadap diri

Kaum mistikus setuju perlunya mati terhadap diri palsu yang didominasi oleh kelupaan terhadap Tuhan. Untuk mencapai tujuan itu, perlu diikuti jalanpenyucian: roh harus dimurnikan dari semua perasaan, keinginan, dan sikapyang memisahkannya dari Tuhan. Mati terhadap diri ini menyiratkan "malamgelap gulita jiwa" ("the dark night of the soul"), yang di situ Tuhansecara berangsur-angsur dan kadang-kadang secara menyakitkan memurnikan rohuntuk menyiapkannya bagi manifestasi Tuhan.

Kaum mistikus Kristen selalu mengambil Kristus, terutama Kristus yangtersalibkan, sebagai teladan dari proses ini. Menurut kitab "TheologiaGermanica", "sifat manusiawi Kristus sama sekali bebas dari diri, danterpisah dari semua makhluk, yang tidak pernah terdapat pada manusia manapun, dan tidak ada apa-apanya kecuali sebagai 'rumah dan tempat tinggalTuhan' " (bab 15). Mengikuti Kristus berarti mati terhadap diri, penyerahandiri sepenuhnya kepada Tuhan, sehingga orang dapat dipenuhi Cinta ilahi.

Pelepasan dan penyucian seperti itu sering kali diwujudkan secara ekstrem,yang menyiratkan dilepaskannya semua ikatan manusiawi. Secara paradoksal,mereka yang menekankan pelepasan paling mutlak juga menekankan bahwa pemurnian diri lebih merupakan masalah sikap batiniah daripada pelarian dari dunia dan tindakan penebusan secara lahiriah. Menurut William Law:"Cara yang benar satu-satunya untuk mati terhadap diri tidak membutuhkan sel pertapaan, biara atau ziarah. Itulah jalan kesabaran, kerendahan hati, dan penyerahan diri kepada Tuhan" ("The Spirit of Love", Bagian 1).Praktek meditasi dan doa kontemplatif, yang membawa pada keadaan ekstase,adalah khas bagi mistisisme Kristiani dan bentuk-bentuk lain darimistisisme teistik. Ini biasanya menyangkut proses introversi, yang di situsemua citra dan ingatan dari hal-hal lahiriah harus dikesampingkan sehinggamata visiun batiniah dapat terbuka dan siap bagi penampakan Tuhan.

Introversi membawa pada ekstase, yang di situ "jiwa tenggelam dalamkenikmatan jurang Cahaya ilahi" (Richard of Saint Victor, "The Four Gradesof Violent Love"). Pencerahan dapat terwujud sebagai cahaya cemerlang yangaktual. Symeon si Ahli Teologi Baru bercerita tentang dirinya sebagaipemuda yang melihat "Kecemerlangan ilahi yang terang benderang" memenuhi ruangan.

Di jalan penyatuan, banyak di antara para mistikus Kristen mengalamiberbagai fenomena psikis yang aneh dan luar biasa: visiun, "karunia lidah",dan keadaan kesadaran berubah lainnya. Kebanyakan kaum mistikus menekankanbahwa fenomena seperti itu hanya sekunder terhadap esensi mistisisme yang sejati dan malah dapat berbahaya. "Kita tidak boleh bergantung padanya atau menerimanya, " tutur Yohanes Salib dalam bukunya "The Ascent of MountCarmel", 2.11.

(2) Penyatuan dengan Tuhan

Kaum mistikus Kristen mengklaim bahwa roh dapat diangkat kepada penyatuan(union) dengan Tuhan begitu dekat dan begitu sempurna sehingga dapatdikatakan lebur dalam keberadaan Tuhan (merged in the being of God) dankehilangan rasa eksistensi terpisah apa pun (loses the sense of anyseparate existence). Jan van Ruysbroeck menulis, bahwa dalam pengalamanpersatuan "kita tidak bisa lagi menemukan pembedaan antara diri kita denganTuhan" ("The Sparkling Stone", bab 10); dan Eckhart berbicara tentanglahirnya Putra di dalam roh, yang di situ Tuhan "menjadikan saya Putra tunggalnya tanpa suatu perbedaan" (the birth of the Son in the soul inwhich God "makes me his only-begotten Son without any difference") (German"Sermons", 6).

Berbagai ekspresi kuat dari kesatuan tanpa pembedaan (unity ofindistinction) ini tampak berbahaya bagi banyak orang, namun Eckhart danRuysbroeck menekankan bahwa apabila dipahami secara benar, hal-hal itutetap sesuai ajaran. Bernard dari Clairvaux, yang menekankan bahwa dalammenjadi satu roh dengan Tuhan, "substansi manusiawi tetap berada di bawahwujud lain" ("On Loving God", bab 10), dan Yohanes dari Salib, yangmenulis, "roh tampak sebagai Tuhan dan bukan sebagai roh, dan memang Tuhanberkat partisipasi" ("The Ascent of Mount Carmel", ii, 5:7), mengungkapkanpandangan yang lebih tradisional tentang penyatuan dari cinta.

(3) Penyesuaian kembali

Tujuan kaum mistikus bukan sekadar ekstase yang berlalu, melainkan suatu keberadaan permanen, yang di situ sifat-sifat pribadi mengalami transformasi dan terilahikan (deified). Keadaan ini sering kali disebutperkawinan spiritual yang menyatukan Tuhan dan roh.

Kehidupan dalam kesatuan ini mempunyai dua aspek. Pertama, sementarakesadaran akan diri dan dunia sekitar tetap ada, kesadaran itu didampingioleh rasa kesatuan dengan Tuhan terus-menerus, seperti ditunjukkan denganjelas oleh Teresa dari Avila ketika membahas "rumah ketujuh" dalam "TheInterior Castle". Saudara Lawrence menulis, bahwa sementara ia bekerja didapurnya, ia terasuki Tuhan "di dalam keheningan mendalam seolah-olah sayatengah berlutut pada Sakramen Suci" ("The Practice of the Presence of God,bab 4). Kedua, perkawinan spiritual itu merupakan keadaan teofatik: rohdirasakan sebagai sepenuhnya merupakan organ atau alat Tuhan. Di dalamkehidupan menyatu Mme Guyon berkata, bahwa roh "tidak lagi hidup ataubekerja dari dirinya sendiri, melainkan Tuhan hidup, bertindak dan bekerjadi dalam dia." Dalam keadaan ini si mistikus mampu melakukan banyakkegiatan tanpa kehilangan rahmat penyatuan. Menurut penuturan Ignatius dariLoyola, si mistikus adalah "seorang kontemplatif yang bertindak."


[dari: Encyclopaedia Britannica, 1994, jilid 16: "Christianity, ChristianMysticism", halaman 330-335]

5. SEJARAH MISTISISME KRISTIANI ...


(Diambil dari email Pak Wisnu di milis Santher)

Pada abad ke-16 pusat mistisisme Katolik Roma bergeser ke Spanyol, yang merupakan kekuasaan Katolik Roma besar pada zaman Reformasi. Para mistikuspenting muncul dari kalangan tarekat-tarekat religius tradisional, sepertiFrancis de Osuna dari kalangan Fransiskan, Luis de Leon dari kalanganAgustinian, dan Luis de Grenada dari kalangan Dominikan, dan juga darikalangan tarekat-tarekat baru, seperti Ignatius dari Loyola, pendiri tarekat Jesuit. Namun, dua tiang utama dari mistisisme Spanyol adalahTeresa dari Avila (1515 - 82) dan sahabatnya Yohanes dari Salib (1542 -91), keduanya anggota tarekat Karmelit yang telah diperbarui.

Karya Teresa, "Life", adalah salah satu kisah paling kaya dan palingmeyakinkan tentang pengalaman visiuner dan penyatuan dalam kepustakaan mistikal Kristiani; karyanya berikutnya, "The Interior Castle", yangmemadukan ketujuh tingkatan dalam perjalanan mistikal, digunakan sebagaibuku pegangan dasar selama berabad-abad.

Yohanes dari Salib mungkin adalah yang paling dalam dan paling sistematikdi antara semua pemikir mistikal Katolik Roma. Keempat karya utamanya, "TheDark Night of the Soul", "The Ascent of Mount Carmel", "The SpiritualCanticle", dan "The Living Flame of Love", membentuk kajian teologis yanglengkap tentang penyucian indrawi dan rohani yang aktif dan pasif, peranpencerahan, dan penyatuan roh dengan Tuhan dalam perkawinan spiritual.

Pada abad ke-17 Prancis memimpin dengan tokoh-tokoh seperti Francis de Sales, Pierre de Berulle, Bruder Lawrence (penulis "The Practice of the Presence of God"), dan Marie Guyard. Pada masa ini, penekanan padapengalaman pribadi para mistikus sebagai sumber "teologi mistikal" (yangberbeda dari iman alkitabiah dan kehidupan sakramental dari gereja)menghasilkan terbentuknya 'mistisisme' sebagai satu kategori, serta'mistikus' (mystics) sebagai istilah bagi para pelakunya.

Dalam abad ini juga terjadi konflik baru tentang mistisisme denganmunculnya kontroversi Quietist. Seorang penduduk Roma berkebangsaanSpanyol, Miguel de Molinos, penulis buku "Spiritual Guide" yang populer,dikutuk gereja karena ajarannya tentang "One Act", yang mengajarkan bahwakehendak (will), sekali terpaku pada Tuhan dalam doa kontemplatif, tidakmungkin kehilangan kesatuannya dengan yang ilahi. Di Prancis, Madame Guyonbersama bapa penasehatnya, Francois Fenelon, Uskup Agung Cambrai, juga dikutuk karena kecenderungan Quietist, dengan menekankan peran cinta murni,dan merugikan praktek-praktek gerejawi. Perdebatan-perdebat an ini mencorengperan mistisisme dalam Katolisisme Roma hingga ke abad ke-20, sekalipunpara mistikus penting terus bermunculan.

KRISTIANITAS PROTESTAN

Tokoh-tokoh yang mewakili mistisisme Protestan adalah apa yang disebut para"Spirituals" di daratan Eropa, di antaranya terdapat Sebastian Franck (k.l.1499 - k.l. 1542), Valentin Weigel (1533 - 88), dan Jakob Boehme (1575 -1624) yang patut dicatat. Di antara penganut Lutheran tradisional, JohannArndt (1555 - 1621) dalam karyanya "Four Books on True Christianity"membahas banyak tema dari mistisisme Zaman Pertengahan dalam konteksteologi Reformasi, serta menyiapkan lahan bagi kebangkitan spiritualkembali yang dinamakan Pietism, yang di situ para mistikus seperti Countvon Zinzendorf berkembang.

Di England, para tokoh religius Anglikan yang dikenal sebagai 'theCambridge Platonists', para "Quakers" di bawah pimpinan George Fox (1624 -91) dan William Law (1686 - 1761), adalah penting. Di Holland, sekelompokmistikus yang dikenal sebagai "Collegiants" , mirip dengan kaum Quakers,memisahkan diri dari gereja Remonstran (Calvinist). Kelompok-kelompokmistikal lainnya adalah "Schwenckfeldians" , didirikan oleh KasparSchwenckfeld, dan "Keluarga Cinta", didirikan di Holland oleh HendrikNiclaes pada awal abad ke-16 sebelum ia pindah ke Inggris pada sekitartahun 1550. Agama yang dipraktikkan oleh kaum "Ranters" dan kaum Puritan radikal lainnya di England pada abad ke-17 mempunyai aspek-aspek mistikal.

Ciri utama dari mistisisme Protestan adalah tekanannya pada unsur ilahi didalam umat manusia yang dikenal dengan berbagai istilah: "percikan api"atau "landasan" jiwa, "citra ilahi" atau "diri suci", "Cahaya di Dalam",atau "Kristus di dalam". Ini merupakan salah satu unsur esensial darimistisisme Rhineland, dan memperlihatkan hubungan antara mistisisme zamanpertengahan dengan mistisisme Reformasi.

Bagi Jakob Boehme dan para "Spiritual", realitas esensial terletak di alamideal, yang oleh Boehme dinamakan "Surga yang tak terciptakan" . Boehmemengambil alih kepercayaan Gnostik bahwa alam fisikal muncul dari kejatuhanawal, yang diperbarui dengan Kejatuhan Adam. Ajarannya memberikan pengaruhformatif utama terhadap sudut pandang yang berkembang pada William Law danWilliam Blake (1757 - 1827).

Bagi para mistikus Protestan maupun Katolik Roma, dosa pada dasarnyaadalah penonjolan diri dalam keterpisahannya dari Tuhan. Kehidupan ilahiterwujud dalam "diri suci sejati yang terkandung di dalam yang lain", "thetrue holy self that lies within the other" (Boehme, "First Epistle"). Biladiri itu bermanifestasi, maka Tuhan (atau Kristus) pun lahir di dalam jiwa.

Para mistikus Protestan menolak doktrin Lutheran dan Calvinist tentangkerusakan total jiwa manusia. William Law berkata, "Sabda Tuhan yang abaditersembunyi di dalam Anda, sebagai percikan api hakikat ilahi" ("The Spiritof Prayer", 1.2.). "Sabda Tuhan yang abadi" adalah Kristus di dalam, yangmenjelma (berinkarnasi) bilamana manusia naik menuju penyatuan denganTuhan. Oleh kaum "Spiritual", Kristus dipandang sebagai kemanusiaan idealyang lahir di dalam Tuhan dari sepanjang zaman. Konsep ini mendapatpenekanan paling besar pada Kaspar Schwenckfeld yang, berbeda dari paramistikus Protestan pada umumnya, mengajarkan bahwa manusia sebagai makhluktercipta adalah rusak secara total; keselamatan berarti pembebasan darisifat ciptaan dan penyatuan dengan Kristus ilahi.

Para mistikus Protestan secara eksplisit mengakui bahwa Cahaya atau Percikan ilahi adalah prinsip universal. Hans Denck pada awal abad ke-16bicara kesaksian Roh di dalam "orang kafir dan Yahudi". Sebastian Franck,seperti kaum "Cambridge Platonist", menemukan wahyu ilahi di dalam karyapara pujangga Yunani dan Romawi. George Fox mengacu pada hati nurani bangsaIndian Amerika sebagai bukti keuniversalan Cahaya di Dalam. William Lawmenyebut para orang suci non-Kristen sebagai "rasul Kristus di dalam". Paramistikus Protestan menyatakan secara gamblang, bahwa bagi para mistikus, otoritas tertinggi mau tidak mau terletak, bukan di dalam kata-kata yangtertulis di kitab suci, melainkan di dalam Sabda Tuhan di dalam diri. Fox berkata, "Saya melihat di dalam Cahaya dan Roh itu, yang telah ada sebelum Kitab Suci diberikan" ("Journal", bab 2). Terutama mengenai pokok inilah para mistikus berkonflik dengan gereja yang mapan, entah Protestan entah Katolik Roma.

Kaum "Ranter" merupakan contoh baik dari konflik antara mistisisme dengan agama mapan. Mereka berpendapat, bersama Fox dan Hendrik Niclaes, bahwa kesempurnaan mungkin tercapai dalam hidup ini. Para pemimpin Puritan dibawah pemerintahan Commonwealth (Inggris di bawah Cromwell) mengutuk mereka untuk apa yang dinamakan "pandangan yang menghujat dan amat buruk", dan tidak diragukan lagi terdapat kecenderungan antinomian di kalangan orang yang menolak prinsip hukum moral. Beberapa di antara mereka menolak pengertian dosa itu sendiri, dan percaya bahwa secara universal semua hal akan kembali kepada Tuhan.


[dari: Encyclopaedia Britannica, 1994, jilid 16: "Christianity, Christian Mysticism", halaman 330-335]

4. SEJARAH MISTISISME KRISTIANI ...


(Di-copy-paste dari email Bapak Wisnu di milis Santher. Teks bersumber dari: Encyclopaedia Britannica, 1994, jilid 16: "Christianity, Christian Mysticism", halaman 330-335)

KRISTIANITAS KATOLIK BARAT.

Pendiri mistisisme Kristiani Latin (Katolik) adalah Agustinus, uskup Hippo (354 - 430 M). Dalam karya otobiografinya, "Confessions" , Agustinus menyebutkan dua pengalamannya "menyentuh" atau "mencapai" Tuhan. Belakangan, dalam karyanya, "Literal Commentary on Genesis", ia memperkenalkan konsep visiun yang bertahap tiga--jasmaniah, spiritual (yakni imajinatif) dan intelektual- -yang berpengaruh terhadap para ahli mistik selama berabad-abad kemudian. Sekalipun ia terpengaruh oleh para filsuf Neoplatonis seperti Plotinus, Agustinus tidak bicara tentang penyatuan pribadi dengan Tuhan dalam hidup ini. Ajarannya, seperti ajaran para Bapa Gereja Timur, menekankan konteks gerejawi (eklesial) dari mistisisme Kristiani serta peran Kristus sebagai perantara dalam mencapai pengilahian (deifikasi), atau pengukuhan kembali citra Trinitas di lubuk jiwa. Unsur-unsur dasar dari ajaran Agustinus tentang visiun Tuhan, hubungan antara kehidupan aktif dan kontemplatif, dan dimensi sakramental dari mistisisme Kristiani diringkaskan oleh Paus Gregorius I Agung pada abad ke-6 dan disampaikan kepada masyarakat Barat di zaman pertengahan melalui berbagai rahib penulis.

Ada dua faktor penting dalam perkembangan bentuk Agustinus klasik dari mistisisme Barat ini. Pertama, penerjemahan tulisan-tulisan Pseudo-Dionysius Areopagite dan para ahli mistik Timur lainnya oleh pemikir Yohanes Skotus Erigena pada abad ke-9. Di dalam perpaduan tradisi mistikal Timur dan Barat, Erigena menciptakan versi paling awal dari mistisisme negatif yang amat spekulatif, yang belakangan sering dihidupkan kembali.

Perkembangan baru yang lain mulai pada abad ke-12 ketika bentuk-bentuk baru kehidupan religius mencuat ke permukaan, terutama di kalangan para rahib dan pendeta yang berupaya hidup seperti rahib (para kanon). Aliran-aliran utama dari mistisisme abad ke-12 diilhami oleh kecenderungan baru dalam kesalehan kehidupan membiara, terutama yang diperkenalkan oleh Anselm dari Canterbury, namun kemudian dikembangkan secara sistematik, yang belum pernah terjadi sebelumnya. Tokoh-tokoh besar dari zaman ini, terutama Bernard dari Clairvaux di kalangan kaum Cistercian, dan Richard dari Saint-Victor di kalangan para kanon, merupakan guru-guru tertinggi dari teologi mistikal dalam Kristianitas Katolik, bersama dengan para ahli mistik Spanyol dari abad ke-16.Yang disumbangkan oleh para penulis Cistercian dan Victorian bagi perkembangan mistisisme Katolik adalah, pertama, suatu kajian terperinci tentang tahap-tahap kenaikan jiwa menuju Tuhan berdasarkan pemahaman mendalam tentang manusia sebagai gambar dan kemiripan dengan Tuhan (Kejadian 1:26) dan, kedua, suatu tekanan baru pada peranan cinta sebagai kekuatan yang menyatukan jiwa dengan Tuhan. Dengan mengembangkan Origenes dan Agustinus lebih lanjut, Bernard dan orang-orang sezamannya membuat persatuan afektif, atau persatuan seperti perkawinan, dengan Tuhan dalam satu semangat [union with God in oneness of spirit] (1 Korintus 6:17) menjadi tema pokok dalam mistisisme Barat, sekalipun bersama Gregorius Agung mereka menekankan bahwa "cinta itu sendiri adalah suatu bentuk mengetahui," artinya suatu visiun atau kontemplasi terhadap Tuhan.

Para ahli mistik abad ke-12 menyumbang kepada penyebarluasan yang penting dalam abad berikutnya. Untuk pertama kali mistisisme keluar dari batas-batas kehidupan membiara, penulis laki-laki, dan bahasa Latin. Pergeseran penting ini terlihat bukan saja dalam kehidupan Frasiskus dari Asisi, yang menekankan hidup mengikuti Yesus secara praktis, sehingga teridentifikasi dengan dia dalam suatu wujud mistisisme-Kristus yang baru, yang termanifestasi dengan munculnya 'stigmata' atau luka-luka yang diderita Kristus di kayu salib, dan juga dalam peningkatan mengagumkan dari bentuk-bentuk baru kehidupan religius dan tulisan-tulisan mistikal dalam bahasa sehari-hari oleh para penulis perempuan. Sekalipun para ahli mistik perempuan seperti Hildegrand von Bingen tidak dikenal dalam abad ke-12, abad ke-13 memperlihatkan berkembangnya minat terhadap mistisisme di kalangan perempuan, yang tampak pada tokoh Flemish Hadewijch of Brabant, tokoh Jerman Mechthild von Magdeburg, tokoh Prancis Marguerite Porete, dan tokoh Italia Clare dari Asisi dan Angela da Foligno.

Di antara tema-tema penting dari mistisisme baru pada abad ke-13 terdapat:(1) sejenis teologi Dionysius yang di situ tahap kegelapan ilahi yang mengatasi segala pemahaman mendapat tekanan afektif kuat, di samping (2) munculnya pemahaman tentang penyatuan dengan Tuhan yang menekankan penyatuan tanpa pembedaan jelas [union of indistinction] , yang di situ Tuhan dan jiwa menjadi satu tanpa perantara [medium] apa pun. Kecenderungan yang pertama tampak dalam tulisan-tulisan Bonaventura, guru terbesar dari mistisisme Fransiskan; kecenderungan yang kedua tampak pada beberapa ahli mistik perempuan, tetapi paling ditekankan dalam tulisan-tulisan rahib Dominikan Meister Eckhart, yang dikutuk sebagai murtad oleh Gereja pada tahun 1329.Eckhart mengajarkan bahwa "landasan Tuhan dan landasan jiwa adalah satu landasan [ground]," dan jalan menuju realisasi kesatuan jiwa dan Tuhan tidak banyak terletak pada praktik kehidupan keagamaan yang biasa, melainkan pada suatu keadaan sadar [awareness] baru yang dicapai melalui pelepasan radikal dari segala sesuatu yang tercipta, dan terobosan menuju Tuhan di atas Tuhan.

Sekalipun pemikiran Eckhart tetap bersifat Kristologis dalam penekanannya terhadap perlunya "kelahiran Putra di dalam jiwa," ungkapannya tentang kesamaan [identity] antara jiwa yang telah mengalami kebangunan ini dengan Putra Allah bagi banyak orang terkesan seperti kemurtadan. Tanpa mengingkari pentingnya struktur-struktur dasar agama Kristen, dan sambil menekankan bahwa khotbah-khotbahnya yang radikal kepada umat awam tetap dapat ditafsirkan secara ortodoks, Eckhart bersama para ahli mistik baru pada abad ke-13 ini merupakan tantangan nyata bagi ide-ide Barat tentang mistisisme. Ajaran mereka tampaknya menyiratkan suatu autoteisme, yang di situ jiwa identik dengan Tuhan, dan banyak orang khawatir ini akan mendorong orang tidak lagi menghargai struktur-struktur dan sakramen-sakramen gereja sebagai cara mencapai keselamatan, dan bahkan mendorong kepada antinomianisme, yang menganggap kaum mistik sebagai tak terikat pada hukum moral.

Konsili Wina pada tahun 1311 mengutuk kesalahan seperti itu, tidak lama setelah Marguerite Porete dibakar sebagai pemurtad oleh karena terus menyebarluaskan bukunya, "The Mirror of Simple Souls". Konsili menghubungkan pandangan-pandangan ini dengan kaum Beguine, yakni kelompok-kelompok perempuan religius yang tidak hidup di biara atau mengikuti aturan hidup yang diakui. Pada abad-abad selanjutnya, beberapa ahli mistik ini dikutuk dan yang lain dihukum mati atas dasar ini, sekalipun tidak ada bukti adanya "pemurtadan mistikal" yang meluas. Di lain pihak, para penulis mistikal besar pada Zaman Pertengahan akhir, bersusah payah membuktikan keortodoksan mereka. Para pengikut Eckhart di kalangan para ahli mistik di Rhineland, terutama Heinrich Suso dan Johann Tauler, membela kenangan kepadanya, tetapi mengubah bahasanya yang berani. Buku-buku seperti "Theologia Germanica" dari abad ke-14, yang mencerminkan ide-ide dari kelompok-kelompok mistik longgar yang menamakan diri "Sahabat-Sahabat Tuhan", meneruskan mistisisme Jerman ini kepada kaum Pembaharu di kemudian hari. Di Belanda dan sekitarnya, literatur mistikal yang kaya mencapai puncaknya dalam tulisan-tulisan Jan van Ruysbroeck (1293- 1381). Di Italia, dua perempuan terkemuka, Katerina dari Siena pada abad ke-14 dan Katerina dari Genoa pada abad ke-15, memberikan sumbangan penting pada teori dan praktik mistisisme. Pada abad ke-14 juga tampak "Zaman Keemasan" dari mistisisme Inggris, yang disampaikan dalam tulisan-tulisan pertapa Richard Rolle; kanon Walter Hilton yang menulis "The Scale of Perfection"; penulis anonimus dari buku "The Cloud of Unkowing"; dan tokoh sezamannya, pertapa Mother Julian of Norwich, yang bukunya "Revelations of Divine Love" tidak tertandingi dalam literatur mistisisme Inggris. Renungan-renungan Julian terhadap makna batiniah dari ilham-ilhamnya tentang Yesus yang tersalibkan mengungkapkan solidaritas mistikal dari segenap umat manusia di dalam Sang Penebus, yang dilihat sebagai ibu yangmenyusui.


[dari: Encyclopaedia Britannica, 1994, jilid 16: "Christianity, Christian Mysticism", halaman 330-335]

3. SEJARAH MISTISISME KRISTIANI ...


(Di-copy-paste dari email Bapak Wisnu di milis Santher. Teks bersumber dari: Encyclopaedia Britannica, 1994, jilid 16: "Christianity, Christian Mysticism", halaman 330-335)

KRISTIANITAS TIMUR.

Bentuk klasik dari mistisisme Kristiani Timur munculmenjelang akhir abad ke-2, ketika mistisisme gereja zaman awal mulai diekspresikan dalam kategori-kategori pemikiran yang secara eksplisit bergantung pada tradisi filosofis Yunani dari Plato beserta para pengikutnya. Pencampuran tema-tema Kristiani primitif dengan pemikiran spekulatif Yunani ini telah dinilai dengan beraneka ragam oleh orang Kristen yang datang belakangan, tetapi orang-orang di zaman itu tidak sulit melihatnya sebagai bukti kemampuan agama baru itu untuk beradapatasi dan mentransformasikan segala yang baik di dunia.Tekanan filosofis bahwa Tuhan tidak mungkin dikenal menemukan gemanya dibanyak naskah Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, menguatkan bahwa Tuhan dari Ibrahim dan Bapa dari Yesus tidak pernah dapat dikenali sepenuhnya.

Pemahaman tentang peran Logos yang sudah ada sebelumnya, atau Sabda, didalam Injil Menurut Yohanes di dalam penciptaan dan pemugaran alam semesta,dijelaskan dengan menempatkan konsep Plato tentang Ide di dalam Logos.Tekanan Yunani pada visiun atau kontemplasi [theoria] akan Tuhan sebagai tujuan keberkahan manusia [blessedness] menemukan pembenaran alkitabiah di dalam Keberkahan ke-6: "Terberkatilah mereka yang suci dalam hati, oleh karena mereka akan melihat Tuhan" (Matius 5:8).

Ide tentang pengilahian (deifikasi, theiosis) cocok dengan tekanan Perjanjian Baru pada perubahan menjadi anak-anak Tuhan, serta naskah-naskah seperti 2 Petrus 1:4, yang bicara tentang berbagi sifat keilahian.Adaptasi-adaptasi ekumenis ini belakangan menyediakan pintu bagi masuknyabahasa penyatuan dengan Tuhan, terutama setelah pengertian tentang penyatuan menjadi lebih eksplisit di dalam Neoplatonisme, yakni wujud pagan terakhir dari mistisisme filosofis.Banyak dari tema-tema ini telah ada dalam bentuk benih di dalam karya-karya Clement dari Aleksandria, yang ditulis sekitar tahun 200 M. Tema-tema itu berkembang secara kaya di dalam pemikiran Origenes, penulis Kristen terbesar dari zaman pra-Konstantin dan mistikus spekulatif utama paling awal dalam sejarah Kristianitas.

Namun, teologi mistikal Origenes membutuhkan matriks sosial tertentu, yang di situ teologi itu bisa hidup sebagai cita-cita Kristiani yang formatif dan ekspresif. Inilah hasil yang dicapai oleh monastisisme (kehidupan mengasingkan diri dari dunia ramai) Kristiani zaman awal, gerakan mengasingkan diri ke gurun, yang mulai mengubah cita-cita kesempurnaan Kristiani pada awal abad ke-4.

Kombinasi dari pengalaman religius para orang Kristen dari gurun dengan teologi yang pada umumnya bersifat Origenis, yang membantu membentuk pandangan-pandangan mereka, menciptakan arus utama mistisisme Kristiani yang pertama, arus yang tetap bersifat sentral dalam Kristianitas Timur sampai sekarang, dan yang mendominasi Kristianitas Barat sampai akhir abad ke-12. Sekalipun tidak semua naskah mistikal Kristiani Timur diresapi secara mendalam oleh Platonisme, semuanya ditandai oleh pengalaman monastik.

Penulis mistikal besar pertama dari gurun adalah Evagrius Pontikus (346 - 399), yang karya-karyanya dipengaruhi oleh Origenes. Tulisan-tulisannya memperlihatkan pembedaan jelas antara kehidupan asketik, atau 'praktis', dengan kehidupan kontemplatif, atau 'teoretis'; pembedaan ini kelak menjadi klasik dalam sejarah Kristiani. Muridnya, Yohanes Kasianus, mengajarkan mistisisme Evagrius kepada para rahib dari Eropa Barat, terutama dalam uraiannya tentang "tingkat-tingkat doa" di dalam bukunya "Collations of the Fathers" atau "Conferences" .

Gregorius dari Nisa, adik Basilius, memetakan suatu model bagi kemajuan didalam jalan mistikal di dalam bukunya "Life of Moses" dan—mengikuti teladan Origenes--menulis sejumlah homili (khotbah) berisi tafsiran mistikal terhadap Kidung Sulaiman, dengan memperlihatkan bagaimana kitab itu bicara, baik tentang cinta Kristus bagi gerejanya, maupun cinta antara jiwa manusia dan Pengantin Laki-laki Ilahi. Mungkin yang paling berpengaruh dari semua mistikus Kristiani Timur adalah yang menulis pada abad ke-5 atau ke-6 dengan nama Dionysius Areopagite, orang yang ditobatkan oleh Paulus di Athena. Ia mungkin seorang rahib Syria. Di dalam karya-karya utama dari Pseudo-Dionysius ini, buku "Mystical Theology" dan "On the Divine Names", tekanan utamanya adalah pada sifat Tuhan yang tak terbayangkan ("Kegelapan Ilahi"), dan dari sini berkembanglah pendekatan 'apofatik' atau 'negatif' menuju Tuhan. ('via negativa')

Melalui proses pendakian yang berangsur-angsur dari hal-hal material menuju realitas-realitas spiritual, dan akhirnya tanggalnya semua keberadaan tercipta di dalam keadaan "tidak tahu" [the stripping away of all created beings in 'unknowing'] , jiwa akan sampai kepada "penyatuan dengan Dia yang mengatasi semua keberadaan dan semua pengetahuan" [the soul arrives at "union with Him who transcends all being and all knowledge"] (Buku "Mystical Theology", bab 1).Tulisan-tulisan Pseudo-Dionysius ini juga mempopulerkan pembagian kehidupan mistikal menjadi tiga tahapan: purgative (pembersihan) , iluminatif (pencerahan) , dan unitif (penyatuan). Para ahli teologi mistikal Timur belakangan, terutama Maksimus Konfesor dalam abad ke-7, mengadopsi banyak pemikiran ini, tetapi mengoreksinya dengan lebih banyak memberikan tekanan Kristologis; ia menunjukkan bahwa penyatuan dengan Tuhan hanya mungkin melalui tindakan Kristus sebagai Manusia-Tuhan.

Para mistikus Timur membedakan antara esensi Tuhan dengan atribut-atribut(sifat-sifat) Tuhan, yang dipahami sebagai energi-energi yang meresapi alamsemesta. Penciptaan adalah proses emanasi (pemancaran ke tingkat-tingkat yang lebih rendah), yang dengan itu Keberadaan Ilahi "mengalir keluar dari Dirinya ... untuk berdiam di dalam hati segala sesuatu ..." (Pseudo-Dionysius Areopagite dalam buku "On the Divine Names", iv, 13). Pengilahian [divinization] umat manusia adalah fundamental bagi mistisisme Timur.

Pengilahian ini datang melalui doa kontemplatif, dan terutama melalui metode Hesikasme (dari 'hesychia', "keheningan" ), yang diadopsi secara luas oleh para rahib Timur. Metode ini terdiri dari konsentrasi batin pada Kehadiran Ilahi [Divine Presence], yang dihasilkan dengan pengulangan 'doa-Yesus' (yang belakangan diformalkan menjadi "Tuhan Yesus Kristus, Putra Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini"). Ini akan mencapai puncaknya di dalam visiun ekstatik akan Cahaya Ilahi, dan dipahami akan mengilahikan jiwa melalui energi ilahi yang terkandung dalam nama Yesus.

Banyak dari program ini sudah ditemukan dalam karya-karya Simeon Teolog Baru (sekitar 949 - 1022), seorang rahib dari Konstantinopel. Program itu mencapai wujudnya yang secara teologis paling berkembang dalam Gregorius Palamas (1296 - 1359), yang membela tradisi Hesikas terhadap lawan-lawan mereka.Wujud mistisisme Kristiani yang kaya menemukan pusat baru di negeri-negeriSlavia setelah orang Turki menaklukkan Yunani Timur. Ia juga mengalamipemekaran di Rusia, mulai dengan kitab "Philokalia" , suatu antologi naskah-naskah asketis dan mistikal yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1782, dan berlanjut hingga Revolusi Rusia tahun 1917.

Mistisisme Kristiani Timur banyak dikenal di Barat melalui terjemahan naskah anonimus Rusia abad ke-19 "The Way of the Pilgrim"; tetapi para mistikus Rusia terkenal, seperti Seraphimof Sarov (1759 - 1833) dan Yohanes dari Kronshtadt (1829 - 1090) berangsur-angsur dikenal pula di Barat. Dalam Gereja Timur, seperti dalam Gereja Barat, agama mistikal kadang-kadang menampilkan ekspresi heretis (murtad). Kecenderungan ini mulai dengan kaum Messalia (bahasa Syria berarti "orang berdoa") dari abad ke-4, yang dituduh mengabaikan sakramen-sakramen dengan berdoa terus-menerus, serta mengajarkan visiun materialistik tentang Tuhan. Di belakang hari ada mistikus, baik yang ortodoks maupun yang dicurigai, dituduh sebagai penganut Messalianisme.Sekte-sekte mistikal lain muncul di Rusia. Kaum Dukobhor, yang berasal dari abad ke-18 dari kalangan petani, menyerupai kaum Quaker dalam ketakacuhannya terhadap wujud-wujud lahiriah, dan berpegang pada Cahaya Batiniah sebagai otoritas tertinggi. Mereka ditindas dengan kejam di Rusia dan beremigrasi ke Kanada pada awal abad ke-20.

[dari: Encyclopaedia Britannica, 1994, jilid 16: "Christianity, Christian Mysticism", halaman 330-335]

2. SEJARAH MISTISME KRISTIANI


(Di-copy-paste dari email Bapak Wisnu di milis Santher. Teks bersumber dari: Encyclopaedia Britannica, 1994, jilid 16: "Christianity, Christian Mysticism", halaman 330-335)


GEREJA AWAL.

Sekalipun intisari mistisisme adalah perasaan kontak dengan apa yang transenden, mistisisme dalam sejarah Kristianitas tidak boleh dipahami sekadar sebagai pengalaman-pengalam an ekstase istimewa, melainkan sebagai bagian kehidupan keagamaan yang dihayati di dalam konteks komunitas Kristiani. Dari perspektif ini, mistisisme memainkan peran vital di dalam gereja zaman awal.

Kristianitas zaman awal adalah agama dari roh yang mengungkapkan diri dalam peningkatan dan perluasan kesadaran manusia. Dari Injil-Injil Sinoptik (misalnya, Matius 11:25 -27) jelas bahwa Yesus dipahami memiliki kontak khusus dengan Tuhan. Di dalam gereja primitif, ada tugas aktif yang dilakukan oleh para nabi [prophets], yang dipahami telah menerima wahyu yang datang langsung dari Roh Kudus.

Aspek mistikal dari Kristianitas zaman awal memperoleh ekspresi paling penuh dalam surat-surat Paulus dan dalam Injil Menurut Yohanes. Bagi Paulus dan Yohanes, pengalaman dan aspirasi mistikal selalu berupa penyatuan dengan Kristus. Keinginan Paulus yang tertinggi adalah untuk mengenal Kristus, dan untuk menyatu dengan dia. Ungkapan yang sering diulang, "di dalam Kristus", menyiratkan penyatuan pribadi, suatu keikutsertaan dalam kematian Kristus dan Kebangkitannya. Kristus yang dengannya Paulus menyatu bukanlah manusia Yesus yang dikenal "menurut daging". Ia telah ditinggikan dan dimuliakan, sehingga ia satu dengan Roh.

Mistisisme-Kristus mendapatkan perwujudan baru di dalam Injil Menurut Yohanes, khususnya di dalam khotbah selamat tinggal (bab 14 - 16), yang di situ Yesus bicara tentang kematiannya yang menjelang, dan tentang kembalinya di dalam Roh untuk menyatukan dirinya dengan para pengikutnya. Di dalam doa Yesus pada bab 17, terdapat visiun tentang penyatuan jiwa-jiwa yang saling meresapi satu sama lain [interpenetrating] , yang di situ semua yang menyatu dengan Kristus mengalami pula penyatuannya yang sempurna dengan Bapa.

Dalam abad-abad Kristiani awal, kecenderungan mistikal menemukan ekspresinya bukan hanya dalam aliran Kristianitas Paulus dan Yohanes (seperti dalam tulisan-tulisan Ignasius dari Antiokhia dan Ireneus dari Lyon), tetapi juga di kalangan kaum Gnostik (pemurtad Kristiani zaman awal yang menganggap materi itu buruk dan roh itu baik). Para sarjana masih memperdebatkan asal mula Gnostisisme, tetapi kebanyakan kaum Gnostik melihat diri mereka sebagai pengikut Kristus, sekalipun Kristus yang berupa roh murni.

Mistisisme kaum Gnostik dapat dilihat dalam agama dari Valentinus, yang diekskomunikasikan sekitar tahun 150 M. Ia percaya bahwa manusia teralienasi (terasingkan) dari Tuhan oleh karena ketidaktahuan spiritual manusia; Kristus membawa manusia ke dalam Gnosis' (pengetahuan esoterik yang mencerahkan) , yakni penyatuan dengan Tuhan. Valentinus berpendapat bahwa semua manusia berasal dari Tuhan, dan bahwa semua orang pada akhirnya akan kembali kepada Tuhan. Kelompok-kelompok Gnostik yang lain berpendapat bahwa ada tiga tipe manusia: "spiritualistik" , "psikis", dan "materialistik" , dan bahwa hanya kedua tipe pertama yang dapat terselamatkan. Kitab "Pistis Sophia" (abad ke-3) menyibukkan diri dengan masalah siapa yang akhirnya akan terselamatkan. Mereka yang terselamatkan harus meninggalkan dunia sama sekali, dan mengikuti etika murni dari cinta dan kasih sayang. Demikianlah maka mereka akan menyatu dengan Yesus, dan menjadi sinar Cahaya Illahi.

[dari: Encyclopaedia Britannica, 1994, jilid 16: "Christianity, Christian Mysticism", halaman 330-335]

1. MISTISME KRISTIANI



(Di-copy-paste dari email Bapak Wisnu di milis Santher. Teks bersumber dari: Encyclopaedia Britannica, 1994, jilid 16: "Christianity, Christian Mysticism", halaman 330-335)


Istilah 'mistisisme Kristiani' berarti pengalaman atau kesadaran langsung yang dialami oleh manusia tentang realitas tertinggi yang dipahami sebagai Tuhan dalam konteks iman Kristiani. Intisari mistisisme adalah perasaan adanya semacam kontak dengan apa yang ilahi atau transenden, yang sering kali dipahami dalam bentuk-bentuknya yang tertinggi sebagai penyatuan dengan Tuhan [union with God]. Mistisisme telah memainkan peranan penting dalam sejarah agama Kristen, dan pada akhir-akhir ini tampaknya sekali lagi mempunyai pengaruh yang hidup dan tampak di dunia Kristen.

Di zaman modern, mistisisme dikaji dari banyak perspektif, yang terpenting di antaranya: psikologis, komparativis, filosofis, dan teologis. Naskah-naskah mistikal mulai mendapat perhatian baru, dipicu oleh filsafat-filsafat hermeneutikal dan dekonstruksionis. Di antara masalah-masalah teoretis yang banyak diperdebatkan terdapat masalah seperti apakah mistisisme merupakan INTISARI atau ESENSI dari agama pribadi, atau apakah mistisisme lebih baik dipandang sebagai satu unsur yang berinteraksi dengan unsur-unsur lain dalam pembentukan agama konkrit.

Mereka yang menekankan pembedaan tegas antara pengalaman mistikal dantafsiran yang datang kemudian, cenderung untuk mencari intisari yang sama di balik semua bentuk mistisisme; pihak lain menekankan bahwa pengalaman dan tafsiran tidak bisa dipisahkan begitu saja dengan mudah, dan bahwa mistisisme dalam kebanyakan kasus terikat pada agama tertentu dan berpengaruh pada ajarannya. Baik mereka yang mencari intisari yang sama, seperti filsuf Inggris Walter T Stace, maupun mereka yang menekankan perbedaan di antara berbagai bentuk mistisisme, seperti sejarawan agama Robert C Zaehner, menggunakan tipologi mistisisme, yang sering kali didasarkan pada kontras antara mistisisme introvertif dan ekstrovertif, yang dikembangkan oleh komparativis Rudolf Otto. Sekalipun berbagai penelitian telah mengritik pendekatan tipologis ini, tetapi banyak sarjana masih melihatnya bermanfaat.
Status kognitif dari pengetahuan mistikal, dan perbenturannya dengan klaim kaum mistik tentang tidak dapat digambarkannya pengalaman mereka, juga menjadi topik yang menarik dari para peneliti mistisisme modern. Di antara penelitian-peneliti an tentang pengetahuan mistikal yang terpenting adalah dari Jesuit Belgia Joseph Marechal dan filsuf Prancis Henri Bergson dan Jacques Maritain.

Hubungan antara mistisisme dan moralitas telah menjadi topik perdebatanintelektual sejak zaman William James (awal abad ke-20), tetapi ada pertanyaan-pertanya an tertentu yang menjadi perhatian para mistikus Kristen selama berabad-abad. Apakah pengalaman mistikal selalu mendukung ide-ide religius tradisional tentang apa yang benar dan apa yang salah, ataukah mistisisme secara total tak tergantung pada masalah-masalah moral?

Masalah-masalah yang menyangkut mistisisme mudah dikenali; tetapi solusinya yang definitif tampaknya tak terjangkau. Peran mistisisme dalam Kristianitas telah dievaluasi oleh berbagai ahli teologi modern. Banyak pemikir Protestan, mulai Albert Ritschl dan Adolf von Harnack, melalui Karl Barth dan Rudolf Bultmann, menolak mistisisme sebagai bagian integral dari agama Kristen, dengan mengklaim bahwa penyatuan mistikal yang berasal dari paham Yunani tidak kompatibel dengan iman yang menyelamatkan di dalam sabda injili. Ahli teologi Protestan yang lain seperti Ernst Troeltsch dalam buku "The Social Teaching of the Christian Churches" (terj. 1931) dan Albert Schweitzer di dalam buku "The Mysticism of Paul the Apostle" (terj. 1931), lebih bersimpati. Para pemikirAnglikan, terutama William R Inge, Evelyn Underhill, dan Kenneth E Kirk, mendukung pentingnya mistisisme dalam sejarah Kristiani.

Kristianitas Ortodoks memberikan kepada mistisisme peran yang begitu sentral dalam kehidupan Kristiani, sehingga semua teologi di dalam agama Kristen Timur per definisi adalah teologi mistikal, seperti ditunjukkan oleh pemikir pengungsi Rusia Vladimir Lossky dalam buku "The Mystical Theology of the Eastern Church" (terj. 1957). Diskusi teologis yang paling luas tentang mistisisme dalam Kristianitas terjadi dalam agama Katolik Roma modern. Selama paruh pertama abad ke-20, para penulis Neoskolastik- -dengan mengacu pada otoritas Thomas Aquinas dan mistikus Spanyol Teresa dari Avila dan Yohanes Salib--memperdebatkan apakah kontemplasi mistikal merupakan tujuan dari semua orang Kristen ataukah merupakan rahmat khusus yang diberikan kepada segelintir orang. Pembedaan berbagai bentuk doa, dan pembedaan antara kontemplasi yang didapat [acquired contemplation] --yang dapat diupayakan oleh orang beriman dengan bantuan rahmat--dengan kontemplasi teresap [infused comtemplation] --yang merupakan rahmat murni dan bukan diperoleh sebagai ganjaran kebaikan, memberikan kerangka bagi diskusi itu.

Ahli teologi Katolik Roma yang lain, seperti Cuthbert Butler dalam buku "Western Mysticism" (1922) dan Anselm Stolz dalam buku "Theologie der Mystik" (1936), melepaskan diri dari kerangka sempit Neoskolastisisme untuk mengkaji tradisi alkitabiah dan patristik yang lebih luas. Pada paruh kedua abad ke-20, para ahli teologi Katolik Roma, termasuk Karl Rahner dan Hans Urs von Balthasar, membahas masalah-masalah teologis kunci dalam mistisisme, seperti hubungan antara pengalaman mistikal dengan tawaran universal akan rahmat pengampunan, serta status mistisisme non-Kristiani.

CINTA DAN PERKAWINAN

Satu hari, Plato bertanya pada gurunya, "Apa itu cinta?

Bagaimana saya bisa menemukannya? "

Gurunya menjawab,"Ada ladang gandum yang luas didepan sana. Berjalanlah kamu dan tanpa boleh mundur kembali, kemudian ambillah satu saja ranting. Jika kamu menemukan ranting yang kamu anggap paling menakjubkan, artinya kamu telah menemukan cinta"

Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan tangan kosong, tanpa membawa apapun.

Gurunya bertanya, "Mengapa kamu tidak membawa satupun ranting?"Plato menjawab, "Aku hanya boleh membawa satu saja, dan saat berjalan tidak boleh mundur kembali (berbalik).

Sebenarnya aku telah menemukan yang paling menakjubkan, tapi aku tak tahu apakah ada yang lebih menakjubkan lagi di depan sana, jadi tak kuambil ranting tersebut. Saat kumelanjutkan berjalan lebih jauh lagi, baru kusadari bahwasanya ranting - ranting yang kutemukan kemudian tak sebagus ranting yang tadi, jadi tak kuambil sebatangpun pada akhirnya"

Gurunya kemudian menjawab " Jadi ya itulah cinta"

Di hari yang lain, Plato bertanya lagi pada gurunya, "Apa itu perkawinan? Bagaimana saya bisa menemukannya? "

Gurunya pun menjawab "Ada hutan yang subur didepan sana. Berjalanlah tanpa boleh mundur kembali (menoleh) dan kamu hanya boleh menebang satu pohon saja. Dan tebanglah jika kamu menemukan pohon yang paling tinggi, karena artinya kamu telah menemukan apa itu perkawinan"

Plato pun menjawab, "sebab berdasarkan pengalamanku sebelumnya, setelah menjelajah hampir setengah hutan, ternyata aku kembali dengan tangan kosong. Jadi di kesempatan ini, aku lihat pohon ini, dan kurasa tidaklah buruk-buruk amat, jadi kuputuskan untuk menebangnya dan membawanya kesini. Aku tidak mau menghilangkan kesempatan untuk mendapatkannya"

Gurunyapun kemudian menjawab, "Dan ya itulah perkawinan".


Cinta itu semakin dicari, maka semakin tidak ditemukan. Cinta adanya di dalam lubuk hati, ketika dapat menahan keinginan dan harapan yang lebih. Ketika pengharapan dan keinginan yang berlebih akan cinta, maka yang didapat adalah kehampaan... tiada sesuatupun yang didapat, dan tidak dapat dimundurkan kembali. Waktu dan masa tidak dapat diputar mundur. Terimalah cinta apa adanya. Perkawinan adalah kelanjutan dari Cinta. Adalah proses mendapatkan kesempatan, ketika kamu mencari yang terbaik diantara pilihan yang ada, maka akan mengurangi kesempatan untuk mendapatkannya, Ketika kesempurnaan ingin kau dapatkan, maka sia2lah waktumu dalam mendapatkan perkawinan itu, karena sebenarnya kesempurnaan itu hampa adanya.Ketika kita bertemu orang yang tepat untuk dicintai, Ketika kita berada di tempat pada saat yang tepat, Itulah kesempatan.Ketika kita bertemu dengan seseorang yang membuat kita tertarik, Itu bukan pilihan itu kesempatan.Bertemu dalam suatu peristiwa bukanlah pilihan.. Itupun adalah kesempatanBila kita memutuskan untuk mencintai orang tersebut, Bahkan dengan segala kekurangannya, Itu bukan kesempatan, itu adalah pilihan.....Ketika kita memilih bersama dengan seseorang walaupun apapun yang terjadi Itu adalah pilihanBahkan ketika kita menyadari Bahwa masih banyak orang lain Yang lebih menarik,pandai, dan kaya Daripada pasangan kita dan tetap kita memilih untuk mencintainya, Itulah pilihan .....Perasaan cinta, simpatik, tertarik. Datang bagai kesempatan pada kita.. Tetapi cinta sejati yang abadi adalah pilihan. Pilihan yang kita lakukan.Berbicara tentang pasangan jiwa, Ada suatu kutipan dari film yang Mungkin sangat tepat : Nasib membawa kita bersama. Tetapi tetap bergantung pada kita bagaimana membuat semuanya berhasil ..Pasangan jiwa bisa benar-benar ada....Dan bahkan sangat mungkin ada seseorang Yang diciptakan hanya untuk kitaTetapi tetap berpulang pada kita untuk melakukan pilihan apakah kita ingin melakukan sesuatu untuk mendapatkannya atau tidak ......Kita mungkin kebetulan bertemu pasangan jiwa kita, tetap mencintai dan tetap bersama pasangan jiwa kita adalah pilihan yang harus kita lakukan.Kita ada di dunia bukan untuk mencari seseorang yang sempurna untuk dicintai. TETAPI untuk belajar mencintai orang yang tidak sempurna dengan cara yang Sempurna.

(Tulisan ini dikirim oleh FX. Kabrini Suryanita melalui email kepada saya dan saya posting di blog untuk menjadi permenungan bersama. Salam... Thomas A. Sutadi)